KRUSIAL Eps #1 : Putusan MK dan Tantangan Rekognisi Penghayat Kepercayaan

Pada November 2017, Mahkamah Konstitusi menetapkan Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016. Dalam bagian “Pertimbangan Hukum” MK menyebutkan bahwa bagi penghayat kepercayaan dapat mencatatkan dirinya sebagai “penghayat kepercayaan” di KTP maupun KTP elektronik.

Putusan MK tersebut dibacakan pada 7 November 2017. MK menyatakan bahwa administrasi kependudukan merupakan bagian dari pelayanan publik yang menjadi hak yang melekat bagi setiap warga negara tanpa terkecuali. Nantinya kolom agama bagi penghayat kepercayaan akan diisi dengan penghayat kepercayaan tanpa perlu merinci kepercayaan yang dianut.

Dalam dialog KRUSIAL SATUNAMA Episode Pertama yang menampilkan Dr. Samsul Maarif (CRCS-UGM) dan Makrus Ali (Program Manager PEDULI SATUNAMA) yang tayang di kanal Youtube SATUNAMA, disebutkan bahwa beberapa perubahan telah terjadi pasca munculnya Putusan MK tersebut meski juga masih belum bisa disebut sebagai sebuah perubahan yang ideal.

Disebutkan bahwa setelah putusan MK tersebut, pengakuan memang sudah ada tapi masih jauh dari kata ideal. Sektor pelayanan terhadap kelompok penghayat kepercayaan atau agama leluhur menjadi sorotan besar. Dalam bidang pendidikan misalnya, meski beberapa institusi pendidikan telah mengadopsi pendidikan untuk murid penghayat kepercayaan, namun masih banyak penyuluh dari elemen pendidikan khusus penghayat yang masih berjuang secara sukarela.

Artinya, mereka masih belum mendapatkan kesetaraan profesi sebagaimana tenaga pendidik umumnya. Layanan pendidikan ini menjadi sesuatu yang penting. Karena kewajiban negara dalam memberikan pelayanan salah satunya adalah dalam hal pendidikan.

Kemudian dalam soal identitas, perubahan yang terjadi memang cukup terasa. Putusan MK/2017 memungkinkan penghayat kepercayaan mencantumkan identitas mereka dengan menuliskan “penghayat kepercayaan” di kolom agama di KTP. Artinya, negara telah memberikan pengakuan secara administratif bagi penghayat kepercayaan.

Hal ini juga telah ditindaklanjuti oleh pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, agar memberikan pelayanan bagi penghayat kepercayaan yang akan mengubah identitas mereka di KTP. Sementara dalam soal perkawinan, penghayat kepercayaan sudah bisa mencatatkan perkawinan mereka dengan prosedur khusus.

Meski demikian,beberapa catatan khusus juga muncul. Banyak hal yang masih menjadi pekerjaan rumah baik pemerintah maupun penghayat kepercayaan itu sendiri. Salah satunya adalah di elemen pendidikan yang seharusnya semakin baik dan jauh dari kata diskriminasi, karena sampai saat ini masih banyak ditemukan diskriminasi dalam pendidikan kepercayaan.

Kurangnya fasilitas yang diberikan dalam pengembangan pendidikan kepercayaan menjadi hal yang masih harus terus diperjuangkan. Elemen pendidikan menjadi penting karena proses ini bisa menjadi peluang besar dalam regenerasi penghayat kepercayaan di masa depan.

Karena pekerjaan rumah terbesar adalah ketika penghayat diakui, maka bukan hanya negara yang harus melayani tapi juga pekerjaan rumah untuk para penghayat itu sendiri. Yaitu mendorong penghayat dalam berkontribusi di negara dengan adanya putusan MK. Supaya ada hubungan timbal balik antara penghayat itu dan pemerintah. [Puti/Editor : A.K. Perdana/SATUNAMA]

Tinggalkan komentar