Gerakan Anti Korupsi melalui Watch Papua

Against Corruption with Watch Papua

[photo1]

SATUNAMA’s community budget control program, Watch Papua, started in Manokwari and Fak-fak in 2006, then widened to include Biak in 2008. The communities in this area faced problems because of a lack of transparency in their local government. The community needed links in the legislature to know about funds allocated to local government.
“We have to use a lot of ways to access public documents. Here, local budgets are still a secret. We could only get the entire public document because we have a friend in the legislature,” said Pietshaw Amafnini, Jasoil coordinator, a NGO in Manokwari that joined with the Watch Papua program.
The lack of transparency in Papuan local government let SATUNAMA to invite the community to learn about budget control. Corruption issues also led to open public discourse about the role of the state to serve the community.
“In Watch Papua, the community completed courses about how to analyze the budget. After understanding the procedures of budget cash flows, participants created an investigation team that went to the field. They started collecting information and data about the Special Allocation Fund then checked that the money was allocated on the right track,” said Metta Yanti, Watch Papua program coordinator. She also added that Watch Papua conducted investigations corruption in public services, especially in education because corruption in this area is the most prominent.
The community then decided on the corruption cases that they wanted to investigate. In Biak, the community investigated corruption related with education, such as teacher welfare and infrastructure. In Manokwari, people investigated the Special Allocation Fund in education and the School Operation Assistance budget. In Fak-fak, the investigation team also investigated about health issue because while the Community Network Against Corruption Volunteers—trained by SATUNAMA—went to the kampongs to discuss about corruption, the community reported about corruption in health.

[photo2]

The program teaches the community about their role in exterminating corruption. Journalists, teachers, local leaders, and civil society that took Watch Papua courses started to understand their rights as citizens and became aware of corruption. Participants in each area started to share their knowledge about corruption in informal discussions. These communities still want this program to help to increase community capacity, so that they can investigate corruption, draft reports, and conduct education against corruption in a wider area. Gerakan Anti Korupsi melalui Watch Papua

[foto1]

SATUNAMA menjalankan program pengawasan anggaran APBD bersama masyarakat dengan nama Watch Papua. Program ini berjalan sejak tahun 2006 di Manokwari dan Fak-Fak kemudian meluas ke Biak pada tahun 2008. Masyarakat di ketiga wilayah ini mengalami kesulitan karena pemerintah daerah tidak transparan dalam pengelolaan anggaran. Masyarakat perlu mencari jaringan yang duduk sebagai anggota dewan untuk mengetahui tentang berapa besarnya uang yang masuk ke daerah. “Kami di sini harus menggunakan berbagai macam cara untuk mengakses dokumen publik. Untuk kami di daerah, APBD itu masih rahasia. Selama ini kami mendapatkan dokumen publik segala macam itu melalui pertemanan dengan orang-orang yang duduk di legislatif,” tutur Pietshaw Amafnini, Koordinator Jasoil—LSM di Manokwari yang bergabung dengan program Watch Papua.
Minimnya keterbukaan di pemerintah daerah Papua menyebabkan SATUNAMA tertarik untuk mengajak masyarakat untuk melakukan pengawasan anggaran. Isu korupsi ini juga dipakai untuk membuka wacana masyarakat mengenai peran negara dalam melayani masyarakat. “Di Watch Papua ini sekelompok masyarakat mendapat pelatihan mengenai cara menganalisis anggaran. Setelah mengetahui bagaimana prosedur keluar-masuknya anggaran, peserta-peserta pelatihan ini kemudian membentuk tim investegasi yang kemudian turun ke lapangan. Mereka mulai dari mengumpulkan info dan data mengenai Dana Alokasi Khusus kemudian mengecek apakah benar dana tadi tersalurkan sesuai dengan posnya masing-masing,” kata Metta Yanti, koordinator program Watch Papua. Ia juga menambahkan jika Watch Papua banyak menginvestegasi kasus korupsi di bidang pelayanan publik terutama pendidikan karena korupsi di bidang ini yang paling menonjol di Papua.

[foto2]

Masyarakat kemudian menentukan sendiri kasus korupsi apa yang ingin mereka investegasi. Di Biak, kasus korupsi yang diinvestegasi berkaitan dengan isu pendidikan, kesejahteraan guru, dan infrastruktur. Di Manokwari mengenai Dana Alokasi Khusus untuk infrastruktur bidang pendidikan dan dana BOS. Untuk wilayah Fak-fak, program ini juga menelusuri masalah kesehatan karena sewaktu tim Jaringan Masyarakat Anti Korupsi datang ke kampung-kampung, masyarakat melaporkan adanya korupsi di bidang kesehatan.
Program ini bertujuan memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai peran mereka untuk memberantas tindak pidana masyarakat. Sampai saat ini, wartawan, guru, dewan adat, dan sejumlah elemen masyarakat sipil yang ikut dalam program Watch Papua mulai menyadari hak mereka sebagai warga negara dan mulai peka terhadap adanya tindak pidana korupsi. Peserta di masing-masing wilayah mulai menyebarkan pengetahuan mereka mengenai korupsi lewat diskusi-diskusi informal.

Tinggalkan komentar