SATUNAMA sebagai salah satu LSM yang berlokasi di Kabupaten Sleman mendapatkan undangan untuk Rapat Dengar Pendapat Umum RAPBD Kabupaten Sleman tahun anggaran 2015. Acara diadakan pada Senin, 24 November 2014 pukul 09.00 WIB namun baru dimulai pukul 09.45 WIB.
Meski demikian, acara dihadiri cukup banyak partisipan mulai dari Ketua DPRD, Ketua-Ketua Komisi (ABCD), ketua fraksi dan Banggar, Kesra, Kesos, Dinas Perijinan, Bappeda dan SKPD, termasuk berbagai perwakilan ormas (seperti Forum Pemantau Pimpinan Daerah, Forum Kerukunan Umat Beragama, Pemuda Pancasila, dan sebagainya), paguyuban kepada desa, paguyuban kepala pedukuhan, dan gapoktan.
Dalam pemaparan yang disampaikan, diketahui bahwa alokasi dana pendidikan Kabupaten Sleman ditiadakan. Belum cukup terang konfirmasi yang diberikan kenapa alokasi dana tersebut ditiadakan. Padahal terpenuhinya kebutuhan pendidikan warga merupakan bagian dari pemenuhan hak warga yang harus dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya dengan ketersediaan rencana kerja untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan warga.
Maka, dalam hal ini tidak hanya soal infrastruktur tetapi juga pembangunan mutu pendidikan dengan berbagai faktor pendukung di dalamnya harus mendapat perhatian. Dalam tantangan jaman, pendidikan pun tidak melulu hanya situasi yang berkaitan dengan kelas dan situasi pembelajaran formal di dalamnya, namun juga kerukunan dan Pancasila sebagai dasar negara termasuk nilai-nilai yang harus dibangun ketika kita membangun manusia Indonesia yang berkebudayaan.
Selain isu pendidikan yang banyak bermunculan, isu mengenai Alokasi Dana Desa (ADD) menjadi perhatian perwakilan paguyuban kepala desa dan kepala pedukuhan yang hadir. Disampaikan oleh Sarjiman dari Lumbungrejo, Tempel, bahwa sebelumnya Kabupaten pernah mengadakan kegiatan penataran mengenai RPJMD. Saat itu disampaikan supaya setiap dusun atau desa menyusun RPJMD tahunan.
Sarjiman menyampaikan bahwa tingkat kesulitan menyusun RPJMD cukup tinggi. Beliau menginginkan jaminan bahwa ketika RPJMD disusun, ada pendampingan yang diberikan kepada desa supaya dalam prosesnya pengelolaan dana berjalan baik dan tidak ada kekeliruan tata kelola administrasi.
Hal lain yang menarik berkaitan dengan tata kelola ruang, disampaikan oleh Sukiman, perwakilan dari paguyuban kepala pedukuhan, bahwa Kabupaten Sleman perlu menata ulang aturan tata kelola ruang khususnya untuk Sleman Barat. Seperti diketahui bersama bahwa Sleman Barat adalah penghasil tanaman pangan untuk Kabupaten Sleman, artinya tanah yang ada di sana peruntukkannya adalah untuk pertanian meskipun fakta menunjukkan hal yang berbeda.
Seorang perwakilan gapoktan dari Banyurejo mengatakan diperlukan dukungan pemerintah untuk gapoktan seperti diberikannya alat-alat kerja pertanian misalnya traktor dan pompa air, karena saat ini masyarakat di desa mengalami kekurangan tenaga kerja. Situasi ini terasa memprihatinkan, mengingat luas lahan yang semakin berkurang dan tenaga kerja juga semakin berkurang karena banyak petani sudah berusia lanjut dan jumlah petani baru pun tidak sebanding dengan lahan yang ada.
Promosi kegiatan bertani sebagai kegiatan yang menarik dan menjamin masa depan tidak terlalu kuat dilakukan di Sleman. Kalaupun ada dukungan berbagai alat dan bahan, masih ada kendala luas lahan dan dan jumlah petani pekerja yang makin berkurang. Padahal Sleman memiliki potensi dalam bidang pertanian yang cukup besar. (Stella)