Satunama.org – Keterampilan menulis Most Significant Change (MSC) semakin dibutuhkan. Ini menjadi alternatif penting dalam monitoring dan evaluasi dengan pendekatan kualitatif juga partisipatif. Teknik MSC dianggap sesuai jika monitoring dan evaluasi berfokus pada proses belajar. Bukan hanya untuk kebutuhan pertanggungjawaban kepada donor (Davies & Dart, 2004). Selain itu, MSC dapat menjadi pilihan tepat untuk mengetahui dampak intervensi program serta menyampaikan pendapat dan pandangan dari kalangan non-profesional.
Teknik MSC pertama kali digagas oleh Rick Davies dalam upaya untuk memenuhi beberapa tantangan yang berkaitan dengan monitoring dan evaluasi. Sebuah program pembangunan pedesaan partisipatif yang kompleks di Bangladesh, dengan keanekaragaman implementasi maupun hasil, menginisiasi lahirnya MSC. Teknik ini bersifat partisipatif karena banyak pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat, baik dalam menentukan jenis perubahan yang akan direkam maupun proses menganalisis data.
Dalam konteks monitoring, MSC terjadi di sepanjang siklus program serta menyediakan informasi untuk membantu mengelola sebuah program. Di samping itu, MSC berkontribusi dalam evaluasi karena memberikan data tentang dampak dan hasil yang dapat digunakan untuk membantu menilai kinerja program secara menyeluruh. MSC juga dapat mengasah kemampuan para pengelola program dalam menangkap dan menganalisa dampak dari pekerjaan yang telah mereka lakukan. Ini memperjelas fokus MSC, yaitu pada pemantauan hasil menengah dan dampak.
Langkah Memulai
Cerita-cerita tentang perubahan “signifikan” dikumpulkan dari orang-orang yang paling terlibat langsung, seperti peserta program/ proyek/ kegiatan dan staf lapangan. Cerita-cerita tersebut dikumpulkan dengan mengajukan pertanyaan sederhana seperti: “Selama bulan lalu, menurut pendapat anda, apa perubahan paling signifikan yang terjadi bagi penerima manfaat dari program ini?” Selain itu, responden juga diminta untuk menjelaskan mengapa mereka menyatakan perubahan tertentu tersebut sebagai perubahan yang paling signifikan (Davies & Dart, 2004).
Sebagai sebuah keterampilan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menulis MSC. Pertama, mengidentifikasi pihak terkait. Langkah ini ditujukan kepada penerima manfaat, mitra, OPD, dan staf pelaksana. Kedua, mengidentifikasi perubahan. Langkah ini lebih tertuju pada perubahan kualitas hidup penerima manfaat. Dengan demikian partisipasi penerima manfaat maupun staf pelaksana diperlukan dalam mengidentifikasi perubahan pasca implementasi sebuah program.
Ketiga, menganalisa perubahan. Langkah ini berkaitan dengan verifikasi berbagai situasi yang terjadi di lapangan. Analisa mencakup hubungan antara program yang dibuat dengan kondisi aktual di lapangan. Keempat, menetapkan periode laporan. Tiga langkah sebelumnya mestinya diakhiri dengan laporan yang secara komprehensif disampaikan kepada mitra. Penting untuk menetapkan jangka waktu laporan, seperti laporan kuartal, semester, atau tahunan.
Sebagai sebuah bentuk monitoring partisipatif, MSC tidak memerlukan keterampilan profesional khusus. Dibandingkan dengan pendekatan monitoring lainnya, MSC memudahkan untuk berkomunikasi lintas budaya. Tidak perlu untuk menjelaskan apa yang menjadi indikator. Semua orang bisa bercerita tentang peristiwa yang dianggap penting, dan tak terduga sebelumnya.
Terus Diminati
Menjawab urgensi MSC dalam pengelolaan program, SATUNAMA TRAINING CENTER (STC) membuka kelas daring “Teknik Menulis MSC”. Menu pelatihan ini terbilang masih ramai peminat. Terhitung sepanjang 2023 hingga pertengahan 2024, STC sudah lebih dari lima kali menyelenggarakan pelatihan MSC. Tentu, pengalaman SATUNAMA dengan berbagai program menjadi modal penting dalam membagi praktik MSC.
Dalam kelas MSC yang dilaksanakan pada 22 Mei 2024, Bima Sakti sebagai fasilitator menegaskan bahwa MSC menjadi salah satu metode yang dapat mengarahkan para staf dalam menganalisis program-program di lapangan. “Sangat mungkin untuk menjadikan MSC sebagai salah satu metode monitoring dan evaluasi karena dapat memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap suatu program yang sedang dilaksanakan,” jelasnya.
Dalam menulis MSC, para peserta juga diberikan domain yang dapat dijadikan sebagai acuan seperti kualitas hidup, partisipasi dan keberlanjutan penerima manfaat. Domain tersebut didukung dengan berbagai metode seperti wawancara dengan individu/ kelompok dan dirumuskan dalam bentuk narasi dengan pendekatan orang pertama.
Kelas menulis MSC diikuti oleh berbagai peserta dari beberapa lembaga, yaitu SHEEP Indonesia, Health Collaborative Center, GEMAWAN, Yayasan Abisatya, Yayasan Gugah Nurani Indonesia, UCP Roda untuk Kemanusiaan, dan peserta individu. Para peserta diberikan kesempatan untuk menulis MSC sesuai dengan program yang telah dijalankan oleh lembaga mereka dan dipresentasikan untuk dievaluasi secara bersama.
Para partisipan kelas daring mengaku senang dengan kelas menulis MSC yang diadakan selama satu hari itu. Salah satu peserta dari UCP Roda untuk Kemanusiaan menyampaikan bahwa kelas menulis MSC sangat membantunya dalam menyusun laporan yang berbasis pada monitoring dan evaluasi. “Saya menimba banyak pengetahuan melalui kelas ini (MSC) karena sangat membantu saya dalam memonitor dan mengevaluasi program-program lembaga di lapangan. Selain itu, MSC menjadi metode monitoring dan evaluasi yang efektif untuk diterapkan di lapangan karena lebih pada pendekatan personal dengan para penerima manfaat,” tegasnya.
Di akhir kelas para peserta juga diminta untuk memberikan evaluasi kepada fasilitator. Evaluasi tersebut menjadi salah satu bentuk sederhana dari MSC yang diberikan oleh para peserta kepada SATUNAMA untuk mengukur seberapa efektif kelas MSC itu telah terselenggara. [Berita: Y. Roby Tampang / Penyunting: Oka Gualbertus]