Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Masyarakat Sipil

“Situasi korupsi rata-rata dunia, dari 174 negara, skor rata-rata 43. Di bawah 50 korupsinya masih serius, tata kelolanya masih buruk. Bisa dibayangkan situasi umum negara ini kecenderungan korupsinya merata. Tahun 2015 ada beberapa negara yang pemberantarsan korupsinya mengalami kegagalan,”

Demikian diungkapkan Dadang Tri Sasongko dari Transparansi Internasional Indonesia, pada acara sarasehan yang di gelar Yayasan SATUNAMA Yogyakarta Kamis, (9/6). Lalu bagaimana posisi indonesia? “Skor Indonesia 36. Di atas Filipina, Myanmar, tapi dibawah Thailand, dan Malaysia” ungkap Dadang.

DSC00369 (Small)
Sarasehan ke-III SATUNAMA 2037 bertemakan Tata Kelola Lembaga untuk Perubahan Sosial , Kamis, (9/6) menghadirkan dua narasumber Dr. Suharko dan Dadang Tri Sasongko. [Foto: Yulita Rossy/SATUNAMA]
Kencenderungannya, Indonesia secara umum mengalami kenaikan. Lebih lanjut Dadang menyampaikan, dari sektor penyelenggara negara yang paling korup adalah Kepolisian dan DPR. Di bidang perekonomian, bidang usaha yang paling buruk dan paling sering melakukan suap adalah properti, pertambangan, minyak dan gas.

“Kondisi korupsi kita ini adalah political corruption. Tidak lagi laporan keuangan fiktif, tapi sudah dari perencanaan.” Ujarnya. Sehingga akan terbongkar banyak ketika misalnya reklamasi disidangkan. Kebijakan publik, sudah diambil alih oleh oligarki. Penataan kawasan sudah diambil alih. Sudah mulai muncul di Jakarta, Makassar (Pantai Losari). “hal ini terkait sistem politik kita, kepartaian, yang memungkinkan itu semua. Korupsi makin legal dan jumlahnya makin besar.” tambah Dadang.

Proses legislasi, pembuatan keputusan di eksekutif dan peran lawyer sangat besar dalam kasus-kasus ini. Yang harus dilakukan adalah prioritas pemberantasan, penguatan masyarakat sipil, penguatan transparansi partai politik. “Dari 9 partai di DPR, yang mau diiaudit hanya 5. Dan dari 5 itu sistem keuangannya amburadul. Komunitas organsiasi anti korupsi ditingkat kabupaten sangat sedikit. Akses donor berhenti di tingkat provinsi. Ini yang membuat CSO belum sepenunya mampu mengimbangi laju korupsi yang terjadi di pemerintahan pusat dan daerah”  tambah Dadang.

Gerakan anti korupsi dari sisi regenerasi juga tidak cukup berhasil. Masyarakat sipil kondisinya lebih baik daripada pemerintah yang dikritiknya. “Akuntabilitas dan transparasi masyarakat sipil baik,” ungkap dadang. “Akuntabilitas terhadap kelompok jaringan, akuntabilitas pada penyandang dana, dan akuntabilitas internal, inilah yang harus dilihat sebagai bagian utuh untuk membangun tata kelola lembaga.” Tambah dia.

Sarasehan dengan tema  Tata Kelola Lembaga untuk Perubahan Sosial ini adalah sarasehan kali ketiga yang dilakukan SATUNAMA sebagai persiapan perencanaan dan strategi 20 tahun ke depan. Hadir sebagai narasumber selain Dadang Tri Sasongko adalah Dr. Suharko dari Fisipol UGM. []

Penulis : Ryan Sugiarto
Penyunting : Ariwan

Tinggalkan komentar