123 Perempuan Bertarung dalam Politik Maskulin di Indonesia

Sebanyak 123 perempuan politisi akan bertarung dalam pilkada di tengah politik Indonesia yang sangat maskulin. Pernyataan itu disampaikan Arif Noor Hartanto, Anggota DPRD DIY dari Partai Golkar dalam acara Deseminasi Penelitian,  yang  berjudul Pilkada Serentak 2015: Perspektif perempuan dan lingkar kekuasaan di sekitaran calon perempuan peserta pilkada, di Ruang Sidang KPU DIY, Rabu (25/11) ini.

Lebih lanjut Inung, sapaan akrab Arif Noor Hartanto, menyampaikan, penelitian ini adalah kajian yang baik dengan berbagai dimensi latar belakang dunia politik kita yang hari ini makin keras, bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Dalam pemilihan kepala daerah menembus angka kepala 6 jumlah pemilih di Indonesia. Pemilu legislatif meluluhlantakkan dinamika itu. Peserta pemilu di Indonesia semakin naik di tengah politik indonesia yang masih sangat maskulin.

Inung
Arif Noor Hartanto, Politisi Golkar [Foto: Ariwan K. Perdana/SAT]
Penelitian ini menelaah lebih jauh lagi dengan mengajukan pertanyaan tentang jumlah 123 orang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. “Pengalihan kepada kerabat atau yang berbau kerabat karena potensi yang ada atau kepantasan, atau menjadi objek pelanggengan kekuasaan. Ini yang perlu didalami lebih jauh lagi,” tambah Inung.

“Namun, kondisi ini luar biasa. Artinya perempuan berani dan mengambil keputusan untuk terjun. Kerelaan ini yang pantas kita hormati dan kita hargai untuk turut terjun di konteks politik yang maskulin ini,” kata Inung menanggapi penelitian yang dilakukan oleh Desk perempuan dan Politik, Departemen Politik, Demokrasi, dan Desa Yayasan SATUNAMA. Sayangnya, tambah Inung, kajian ini tidak spesifik memberikan ulasan perilaku pemilih dan kaitannya dengan upaya untuk memberikan pendidikan politik. Penduduk Indonesia terbesar keempat, dengan kualitas 121 dari 131. Demokrasi akan tegak dan mandiri jika pemilih memiliki pemandirian dalam memilih.

Cara berdemokrasi perlu dijaga. “Kalau ada yang sangat paham nilai-nilai perempuan tapi dia membeli suara ini yang justru tidak baik,” lanjut Inung. Dalam pragmatisme politik, jangan sampai ketika perempuan hadir semata hanya untuk mendapatkan jabatan dan menduduki jabatan, tidak ada value lain, tambahnya.

Ada upaya-upaya untuk mendorong lahirnya aktor alternatif. Dua puluh tujuh orang tetap maju meskipun harus mundur dari jabatannya di legislatif. Dengan model ini perlu dikritisi bersama prasyarat yang menjadi tidak mudah bagi perempuan.  Penelitian ini memberikan gambaran setelah terpilih, bahwa perempuan punya kesempatan dan kesungguhan. Deseminasi penelitian ini diselenggarakan oleh Yayasan SATUNAMA bekerjasama KPU DIY dan Harian Tribun Yogya.

Penulis : Ryan Sugiarto
Editor : Ariwan K. Perdana

Tinggalkan komentar