Perempuan Kadilajo dan Kampanye HAKTP

Satunama.org – Matahari masih beredar diatas kepala, artinya waktu masih menunjukkan siang hari. Bulan Desember masuk dalam musim hujan, namun tidak siang itu. Panas cukup untuk membuat ‘gabah’ yang berhamburan di lapangan siap untuk dimasukkan penggilingan. Sinar sang surya tidak membuat surut niat ibu-ibu PKK Desa Kadilajo untuk berkumpul. Satu demi satu mereka berdatangan ke balai desa dan membuat suasana semakin semarak. Hari itu, Selasa, 9 Desember, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.

Tak jauh beda dengan PKK di daerah pada umumnya, perkumpulan PKK tingkat desa selalu identik dengan arisan. Apakah salah? Tentu saja tidak, arisan menjadi ajang cukup ampuh untuk bersapa antara satu dengan yang lainnya. Apalagi Desa Kadilajo bukan desa kecil. Luas wilayahnya 207.466.500 m2 dan masih banyak ditemui sawah sebagai pemisah antara dukuh satu dengan dukuh lainnya.

Pertemuan PKK Kadilajo tanggal 9 Desember 2014 pukul 14.00-16.00 WIB di balai desa pun menjadi ajang untuk belajar, dengan agenda sederhana ikut serta meramaikan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKtP) yang diadakan bekerjasama dengan Komunitas Anak Karangnongko (KANCIL)-KOPER-SATUNAMA. Sebagai pengantar, rangkaian 16 HAKtP KANCIL dibuka oleh perwakilan anak (yang kebetulan juga dari desa setempat) dengan menjelaskan apa itu 16 HAKtP dan kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak.

Obrolan 16 HAKtP bersama PKK Kadilajo tidak membahas kasus atau membicarakan isu politik yang sedang naik daun. Sederhana saja, berkisah tentang sejarah kampanye 16 HAKtP. Ironisnya, meskipun usia kampanye bertaraf internasional ini sudah hampir seperempat abad, namun baru kali ini bisa sampai ke Desa Kadilajo. Masih seumur jagung. Seolah itulah usia upaya untuk mewartakan kampanye penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Namun meskipun begitu, pertemuan tetap berjalan seru.

Pembicaraan rangkaian 16 HAKtP berkutat cukup lama ketika membahas tentang kaitan Hari Anti Korupsi dengan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Beberapa dugaan pun terlontar, misalnya karena perempuan lebih banyak terlibat korupsi. Tidak selang berapa lama, dugaan itu dibantah (bahkan dimentahkan oleh sang pelontar sendiri) karena nyatanya pelaku korupsi lebih banyak laki-laki.

Sengaja pembahasan tentang keterkaitan antara HAKtP dan Hari Anti Korupsi dipanjanglebarkan agar jalan sempit ini mampu membuka kesadaran kritis ibu-ibu bahwa mendapatkan informasi tentang penggelolaan keuangan negara adalah hak dan transparansi atas pengelolaan keuangan negara adalah kewajiban. Tak hanya tentang keuangan skala nasional, bahkan tingkat desa pun (ADD) setiap orang berhak untuk tahu.

Harapannya, wahana diskusi ini juga mampu memberi pemahaman lebih bahwa perempuan adalah juga warga negara yang hidup di negara demokratis ini. PKK bukan untuk semakin mendomestikkan perempuan tapi memberi ruang agar perempuan setara dengan laki-laki yang kesemuanya adalah ciptaan Tuhan.

Belajar bersama di sela-sela kegiatan PKK rutin akan menjadi agenda berkelanjutan di Desa Kadilajo yang dikoordinasikan oleh Ibu Kepala Desa. Tak menutup kemungkinan akan dipadukan juga dengan kelompok tani ibu-ibu yang sudah berdiri satu tahun yang lalu. Kelompok-kelompok ini termajinal oleh sistem, mereka ada tapi seringkali dianggap tidak ada.

Penulis : Maria Sucianingsih
Editor : Ariwan K. Perdana

Satunama.org – Matahari masih beredar diatas kepala, artinya waktu masih menunjukkan siang hari. Bulan Desember masuk dalam musim hujan, namun tidak siang itu. Panas cukup untuk membuat ‘gabah’ yang berhamburan di lapangan siap untuk dimasukkan penggilingan. Sinar sang surya tidak membuat surut niat ibu-ibu PKK Desa Kadilajo untuk berkumpul. Satu demi satu mereka berdatangan ke balai desa dan membuat suasana semakin semarak. Hari itu, Selasa, 9 Desember, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.

Tak jauh beda dengan PKK di daerah pada umumnya, perkumpulan PKK tingkat desa selalu identik dengan arisan. Apakah salah? Tentu saja tidak, arisan menjadi ajang cukup ampuh untuk bersapa antara satu dengan yang lainnya. Apalagi Desa Kadilajo bukan desa kecil. Luas wilayahnya 207.466.500 m2 dan masih banyak ditemui sawah sebagai pemisah antara dukuh satu dengan dukuh lainnya.

Pertemuan PKK Kadilajo tanggal 9 Desember 2014 pukul 14.00-16.00 WIB di balai desa pun menjadi ajang untuk belajar, dengan agenda sederhana ikut serta meramaikan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKtP) yang diadakan bekerjasama dengan Komunitas Anak Karangnongko (KANCIL)-KOPER-SATUNAMA. Sebagai pengantar, rangkaian 16 HAKtP KANCIL dibuka oleh perwakilan anak (yang kebetulan juga dari desa setempat) dengan menjelaskan apa itu 16 HAKtP dan kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak.

Obrolan 16 HAKtP bersama PKK Kadilajo tidak membahas kasus atau membicarakan isu politik yang sedang naik daun. Sederhana saja, berkisah tentang sejarah kampanye 16 HAKtP. Ironisnya, meskipun usia kampanye bertaraf internasional ini sudah hampir seperempat abad, namun baru kali ini bisa sampai ke Desa Kadilajo. Masih seumur jagung. Seolah itulah usia upaya untuk mewartakan kampanye penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Namun meskipun begitu, pertemuan tetap berjalan seru.

Pembicaraan rangkaian 16 HAKtP berkutat cukup lama ketika membahas tentang kaitan Hari Anti Korupsi dengan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Beberapa dugaan pun terlontar, misalnya karena perempuan lebih banyak terlibat korupsi. Tidak selang berapa lama, dugaan itu dibantah (bahkan dimentahkan oleh sang pelontar sendiri) karena nyatanya pelaku korupsi lebih banyak laki-laki.

Sengaja pembahasan tentang keterkaitan antara HAKtP dan Hari Anti Korupsi dipanjanglebarkan agar jalan sempit ini mampu membuka kesadaran kritis ibu-ibu bahwa mendapatkan informasi tentang penggelolaan keuangan negara adalah hak dan transparansi atas pengelolaan keuangan negara adalah kewajiban. Tak hanya tentang keuangan skala nasional, bahkan tingkat desa pun (ADD) setiap orang berhak untuk tahu.

Harapannya, wahana diskusi ini juga mampu memberi pemahaman lebih bahwa perempuan adalah juga warga negara yang hidup di negara demokratis ini. PKK bukan untuk semakin mendomestikkan perempuan tapi memberi ruang agar perempuan setara dengan laki-laki yang kesemuanya adalah ciptaan Tuhan.

Belajar bersama di sela-sela kegiatan PKK rutin akan menjadi agenda berkelanjutan di Desa Kadilajo yang dikoordinasikan oleh Ibu Kepala Desa. Tak menutup kemungkinan akan dipadukan juga dengan kelompok tani ibu-ibu yang sudah berdiri satu tahun yang lalu. Kelompok-kelompok ini termajinal oleh sistem, mereka ada tapi seringkali dianggap tidak ada.

Penulis : Maria Sucianingsih
Editor : Ariwan K. Perdana

Tinggalkan komentar