Sekolah Lapang untuk Pangan Lokal di Tiaro dan Birun

Satunama.org – Upaya meningkatkan keterampilan kelompok perempuan dalam pengembangan Demonstrasi Plot (Demplot) pangan lokal sesuai dengan komoditas pilihan perlu didukung dengan praktek pertanian yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan upaya tersebut, SATUNAMA bekerja sama dengan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merangin melaksanakan kegiatan Sekolah Lapang.

Sekolah Lapang merupakan proses pembelajaran non formal bagi petani. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengenali potensi, menyusun rencana usaha, identifikasi dan mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan sumber daya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan. Muaranya adalah usaha tani lebih efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan.

Peserta Sekolah Lapang sedang merebus/ melarutkan kotoran kambing sebagai bahan untuk pupuk (Foto: Dyah Puspita)

Kegiatan ini diadakan selama tiga hari di masing-masing desa dampingan. Di Desa Birun, Sekolah Lapang dilakukan pada  14-16 Februari 2025, sementara di Desa Tiaro, 18-20 Februari 2025. Kedua desa ini berada di Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi.

Sekolah Lapang diikuti oleh 15 anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Perempuan Kuat Kerja Desa Birun dan 30 anggota KUPS Mujo Indah Desa Tiaro. Fasilitator kegiatan ini adalah Harwadi, S.P (POPT Pangkalan Jambu) dan Ujang Suryadi, S.P (Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Muara Siau) dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merangin.

Sekolah Lapang dilakukan secara partisipatif dengan menggali tantangan nyata yang dihadapi masing-masing kelompok. Proses kegiatan dimulai dengan menyampaikan kesulitan dan hambatan yang ditemui oleh peserta selama proses pengembangan Demplot. 

Peserta Sekolah Lapang melakukan pencampuran pupuk padat kotoran hewan (kambing) dan limbah rumah tangga (Foto: Dyah Puspita)

Selanjutnya ada diskusi kelompok, pengamatan kondisi tanah dan tanaman di lokasi Demplot, pembuatan nutrisi  dan pestisida alami untuk tanaman dari bahan yang tersedia di alam hingga pengaplikasiannya pada tanaman. Para peserta pun berpraktik membuat bedengan, pemasangan mulsa, dan penyemaian serta penanaman jahe merah.

Ujang Suryadi, selaku fasilitator menyampaikan bahwa keberadaan pangan lokal saat ini semakin terancam. Masyarakat yang kaya akan potensi pangan yang beraneka ragam saat ini mulai kesulitan memenuhi kebutuhan pangan bahkan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. 

Peserta Sekolah Lapang sedang menyemaikan bibit jahe (Foto: Dyah Puspita)

Sebagai informasi, Sekolah Lapang didukung oleh Program IPAF (Indigenous People’s Assistance Program 6th Cycle) by TEBTEBBA (Indigenous Peoples International Centre for policy research and education). 

Program Indigenous People’s Assistance Program 6th Cycle memiliki misi untuk mendorong keberlanjutan pangan lokal yang tahan terhadap kondisi krisis iklim. Bersama dengan KWT Perempuan Kuat Kerja Birun dan KUPS Mujo Indah Tiaro, SATUNAMA mendampingi pengembangan Demplot bibit pangan lokal dengan jenis yang sudah diidentifikasi bersama tokoh adat, pemerintah desa, kelompok masyarakat, kelompok perempuan dan pemuda. 

[Kontributor Berita: Dyah Puspita | Editor: Oka Gualbertus | Foto: Dyah Puspita]

Tinggalkan komentar