Tulisan Peserta Pelatihan: Kepemimpinan Sejati

Tulisan Peserta Pelatihan: Kepemimpinan Sejati
Tulisan ini dibuat oleh: Irawan Afrianto (peserta CEFIL Intermediate I)

Dalam proses menuju kepemimpinan sejati diperlukan dua hal yang harus dipahami secara mendalam. Dia adalah proses abstrak dan kongkrit, yaitu proses yang tersirat dan tersurat, yang halus dan kasar, dia adalah proses rasa dan fikir. Rasa berhubungan dengan batin seorang pemimpin dalam menjalankan perannya dan fikir mencangkup materi yang dimiliki untuk melengkapi ilmu pengetahuannya. Kepemimpinan seseorang tidak bisa hanya dijangkau dengan fikir namun perlu keseimbangan dengan rasa dan di lengkapi dengan tindakan nyata yang seirama dengan fikir dan rasanya. Selain berfikir pemimpin dibantu dengan imajinasi dan inovasi yang peka dan dapat merasakan getaran perjuangannya hingga mencapai tujuan. Kesadaran diri seorang pemimpin dalam menjalankan setiap langkahnya harus dibarengi dengan membangun relasi, hubungan baik dan jejaring dalam memperkuat aksinya. Seorang pemimpin akan berfikir mengerjakan strategi kepemimpinannya secara bersama-sama dengan masyarakat dan menghindari ekslusifme. Justru persaudaraan dalam menuju masyarakat madanilah yang menjadi impiannya

Seorang pemimpin yang berupaya membaca kehidupan masyarakatnya dengan sangat baik akan membantu dia dalam merespon kehidupan masyarakatnya. Tindakan sang pemimpin sangat ditentukan dari bagaimana cara dia membaca dan merespon kehidupan masyarakatnya dimulai dari mengenal system yang ada ditengah masyarakat, kemudian dapat menangkap masalah dengan baik, menghimpun informasi secara akurat, berpihak pada kebenaran yang ada dan bertindak tanpa Value Adjustmen kepada masyarakatnya. Seorang pemimpin bukanlah malaikat yang tidak perlu melihat system dan datang sebagai penolong. Tetapi seorang pemimpin adalah orang yang bekerjasama dengan masyarakatnya untuk dapat menolong diri mereka sendiri keluar dari masalahnya.

Bangsa Indonesia masih bisa berharap lahirnya pemimpin yang masih mau mendengar rakyatnya, pemimpin yang dapat memecahkan persoalan inti bangsanya bersama-sama dengan rakyatnya. Dari segi ekonomi, Indonesia adalah salah satu Negara dimana hasil produksinya bertabrakan dengan demografi wilayahnya, Negara yang sirkulasi uangnya lebih cepat dari barang yang ada. Dan pekerjaan rumah yang harus lekas diselesaikan adalah warisan system kapitalisme yang menjadikan Indonesia Negara komsumtif yang hanya bisa menjual bahan mentah dan uang hingga menjadi market atau pasar yang menyumbangkan banyak uang kepada Negara lain untuk mengkonsumsi barang-barang import. Dari segi social yang paling berpengaruh dari bangsa ini adalah perubahan pola social masyarakat dan adaptasi yang berujung kemiskinan.

Bicara kemiskinan akan sangat erat hubungannya dengan lingkungan yang semakin terkikis di bumi pertiwi. Daya dukung dan daya tamping lingkungan sudah semakin miskin di Indonesia. Berbagai bencana ekologis tercipta dari tangan manusia sehingga tidak dapat mempersiapkan datangnya bencana alam yang seharusnya dapat diantisipasi dengan melakukan pencegahan bencana ekologi. Apabila bencana di Indonesia datang secara terus-menerus maka bangsa ini akan mencapai titik krisis yang sangat mempengaruhi perkembangan politik, ekonomi, social dan budaya bangsa. Belum lagi asimetri dan distorsi informasi dapat mempermudah krisis menjadi sistemik. Masyarakat sipil harus dipimpin oleh sesorang yang dapat menjaga dan mendistribusikan nilai-nilai kebenaran dalam menghadapi kekuasaan pemegang modal dan pemerintah yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh Jurnalis dan media.

Sang pemimpin juga harus pandai membaca peran media yang selain dapat membantu mengungkap kebenaran juga berpotensi besar menciptakan distorsi informasi karena media adalah posisi srategis untuk menjadi alat politik praktis. Media sangat berpotensi mencederai demokrasi, media juga sangat efektif mempengaruhi sikap dan pikiran masyarakat. Diperlukan pemimpin yang berani mengungkapkan kebenaran tanpa mengurangi dan menambahkan fakta yang ada di tengah masyarakat. Keberpihakan kepada kebenaran adalah keberpihakan yang akan mengantarkan kepentingan masyarakat luas diatas kepentingan golongan apalagi individu. Belakangan ini perkembangan media menujukkan bahwa kesetiaan wartawan dan jurnalis ternyata hanya kepada perusahaan bukan kepada kebenaran. Media mulai menjadi komoditas politik dan semakin tidak memihak pada rakyat.

Berangkat dari media yang berpotensi memicu konflik. Seorang pemimpin dengan hati yang tunduk pada kebenaran akan lebih peka ketika dia memiliki pengalaman pernah menjadi Korban kepentingan golongan dan bisa mempertahankan hidupnya. Selain memiliki fikir, rasa dan tindakan yang berkualitas dan dapat membawa rakyatnya keluar dari permasalahan yang ada, pemimpin juga harus membekali dirinya dengan sikap dan respon yang tepat terhadap pokok masalah maupun konflik. Adalah keberanian yang sejati dapat menghantarkan jiwa seorang pemimpin yang seirama dalam fikir, rasa dan tindakannya. Dengan keberanian dan penjiwaan yang menumbuhkan rasa cinta untuk menjalankan perannya, seorang pemimpin harus memiliki strategi melestarikan perdamaian di bumi Indonesia. Seorang pemimpin harus dapat menjaga system dari krisis. Apabila datang krisis maka berarti sudah tidak bekerja lagi system yang ada.

Hakekat kepemimpinan yang harus ada dalam jiwa seorang pemimpin adalah seirama dalam thinking, feeling, acting untuk mengelola keberanian yang berpihak pada Kejujuran, Kebenaran dan Bangsa. Dalam metode pemberdayaannya seorang pemimpin harus bersikap independen, tidak mengajari, tidak terlalu cepat bertanya, tidak sombong dan tidak menganggap rakyatnya tidak lebih mengetahui apa-apa dari dirinya. Justru sebaliknya seorang pemimpin harus dapat membangun aliansi taktis maupun strategis dan membangun jejaring yang kuat untuk bekerja bersama menuju Indonesia sejahtera.

Indonesia menanti pemimpin yang berani melawan tirani, dapat menyelesaikan permasalahan maupun konflik bersama-sama dengan rakyatnya dengan penuh cinta menyatukan bangsanya dalam persaudaraan menuju masyarakat madani.

Tulisan Peserta Pelatihan: Kepemimpinan Sejati
Tulisan ini dibuat oleh: Irawan Afrianto (peserta CEFIL Intermediate I)

Dalam proses menuju kepemimpinan sejati diperlukan dua hal yang harus dipahami secara mendalam. Dia adalah proses abstrak dan kongkrit, yaitu proses yang tersirat dan tersurat, yang halus dan kasar, dia adalah proses rasa dan fikir. Rasa berhubungan dengan batin seorang pemimpin dalam menjalankan perannya dan fikir mencangkup materi yang dimiliki untuk melengkapi ilmu pengetahuannya. Kepemimpinan seseorang tidak bisa hanya dijangkau dengan fikir namun perlu keseimbangan dengan rasa dan di lengkapi dengan tindakan nyata yang seirama dengan fikir dan rasanya. Selain berfikir pemimpin dibantu dengan imajinasi dan inovasi yang peka dan dapat merasakan getaran perjuangannya hingga mencapai tujuan. Kesadaran diri seorang pemimpin dalam menjalankan setiap langkahnya harus dibarengi dengan membangun relasi, hubungan baik dan jejaring dalam memperkuat aksinya. Seorang pemimpin akan berfikir mengerjakan strategi kepemimpinannya secara bersama-sama dengan masyarakat dan menghindari ekslusifme. Justru persaudaraan dalam menuju masyarakat madanilah yang menjadi impiannya

Seorang pemimpin yang berupaya membaca kehidupan masyarakatnya dengan sangat baik akan membantu dia dalam merespon kehidupan masyarakatnya. Tindakan sang pemimpin sangat ditentukan dari bagaimana cara dia membaca dan merespon kehidupan masyarakatnya dimulai dari mengenal system yang ada ditengah masyarakat, kemudian dapat menangkap masalah dengan baik, menghimpun informasi secara akurat, berpihak pada kebenaran yang ada dan bertindak tanpa Value Adjustmen kepada masyarakatnya. Seorang pemimpin bukanlah malaikat yang tidak perlu melihat system dan datang sebagai penolong. Tetapi seorang pemimpin adalah orang yang bekerjasama dengan masyarakatnya untuk dapat menolong diri mereka sendiri keluar dari masalahnya.

Bangsa Indonesia masih bisa berharap lahirnya pemimpin yang masih mau mendengar rakyatnya, pemimpin yang dapat memecahkan persoalan inti bangsanya bersama-sama dengan rakyatnya. Dari segi ekonomi, Indonesia adalah salah satu Negara dimana hasil produksinya bertabrakan dengan demografi wilayahnya, Negara yang sirkulasi uangnya lebih cepat dari barang yang ada. Dan pekerjaan rumah yang harus lekas diselesaikan adalah warisan system kapitalisme yang menjadikan Indonesia Negara komsumtif yang hanya bisa menjual bahan mentah dan uang hingga menjadi market atau pasar yang menyumbangkan banyak uang kepada Negara lain untuk mengkonsumsi barang-barang import. Dari segi social yang paling berpengaruh dari bangsa ini adalah perubahan pola social masyarakat dan adaptasi yang berujung kemiskinan.

Bicara kemiskinan akan sangat erat hubungannya dengan lingkungan yang semakin terkikis di bumi pertiwi. Daya dukung dan daya tamping lingkungan sudah semakin miskin di Indonesia. Berbagai bencana ekologis tercipta dari tangan manusia sehingga tidak dapat mempersiapkan datangnya bencana alam yang seharusnya dapat diantisipasi dengan melakukan pencegahan bencana ekologi. Apabila bencana di Indonesia datang secara terus-menerus maka bangsa ini akan mencapai titik krisis yang sangat mempengaruhi perkembangan politik, ekonomi, social dan budaya bangsa. Belum lagi asimetri dan distorsi informasi dapat mempermudah krisis menjadi sistemik. Masyarakat sipil harus dipimpin oleh sesorang yang dapat menjaga dan mendistribusikan nilai-nilai kebenaran dalam menghadapi kekuasaan pemegang modal dan pemerintah yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh Jurnalis dan media.

Sang pemimpin juga harus pandai membaca peran media yang selain dapat membantu mengungkap kebenaran juga berpotensi besar menciptakan distorsi informasi karena media adalah posisi srategis untuk menjadi alat politik praktis. Media sangat berpotensi mencederai demokrasi, media juga sangat efektif mempengaruhi sikap dan pikiran masyarakat. Diperlukan pemimpin yang berani mengungkapkan kebenaran tanpa mengurangi dan menambahkan fakta yang ada di tengah masyarakat. Keberpihakan kepada kebenaran adalah keberpihakan yang akan mengantarkan kepentingan masyarakat luas diatas kepentingan golongan apalagi individu. Belakangan ini perkembangan media menujukkan bahwa kesetiaan wartawan dan jurnalis ternyata hanya kepada perusahaan bukan kepada kebenaran. Media mulai menjadi komoditas politik dan semakin tidak memihak pada rakyat.

Berangkat dari media yang berpotensi memicu konflik. Seorang pemimpin dengan hati yang tunduk pada kebenaran akan lebih peka ketika dia memiliki pengalaman pernah menjadi Korban kepentingan golongan dan bisa mempertahankan hidupnya. Selain memiliki fikir, rasa dan tindakan yang berkualitas dan dapat membawa rakyatnya keluar dari permasalahan yang ada, pemimpin juga harus membekali dirinya dengan sikap dan respon yang tepat terhadap pokok masalah maupun konflik. Adalah keberanian yang sejati dapat menghantarkan jiwa seorang pemimpin yang seirama dalam fikir, rasa dan tindakannya. Dengan keberanian dan penjiwaan yang menumbuhkan rasa cinta untuk menjalankan perannya, seorang pemimpin harus memiliki strategi melestarikan perdamaian di bumi Indonesia. Seorang pemimpin harus dapat menjaga system dari krisis. Apabila datang krisis maka berarti sudah tidak bekerja lagi system yang ada.

Hakekat kepemimpinan yang harus ada dalam jiwa seorang pemimpin adalah seirama dalam thinking, feeling, acting untuk mengelola keberanian yang berpihak pada Kejujuran, Kebenaran dan Bangsa. Dalam metode pemberdayaannya seorang pemimpin harus bersikap independen, tidak mengajari, tidak terlalu cepat bertanya, tidak sombong dan tidak menganggap rakyatnya tidak lebih mengetahui apa-apa dari dirinya. Justru sebaliknya seorang pemimpin harus dapat membangun aliansi taktis maupun strategis dan membangun jejaring yang kuat untuk bekerja bersama menuju Indonesia sejahtera.

Indonesia menanti pemimpin yang berani melawan tirani, dapat menyelesaikan permasalahan maupun konflik bersama-sama dengan rakyatnya dengan penuh cinta menyatukan bangsanya dalam persaudaraan menuju masyarakat madani.

Tinggalkan komentar