Pelatihan Change the Game Academy : Belajar Literasi Digital dalam Local Fundraising

Satunama.org.- Local fundraising merupakan sebuah upaya penggalangan dana yang menekankan pada pemanfaatan sumber pendanaan lokal. Local Fundraising menjadi penting karena merencanakan dan menggagas kegiatan di lembaga termasuk menjaga kelangsungan finansial lembaga perlu didukung dengan pendanaan yang terkumpul. Dan Local Fundraising memiliki potensi untuk menjadi solusi atas kondisi tersebut.

Topik tersebut menjadi materi utama dalam pelatihan Local Fundrasing Batch I-Change the Game Academy pada Selasa-Sabtu, 9-13 Mei 2023 bertempat di Yogyakarta, Indonesia. Pelatihan ini diselenggarakan oleh SATUNAMA sebagai Organisasi Mitra Nasional (NPO) Wilde Ganzen Foundation dalam program Change the Game Academy (CtGA).

Peserta pelatihan diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada organisasi mereka dalam konteks penggalangan dana yang berdampak pada keberlanjutan organisasi.

Training gelombang pertama ini diikuti oleh 18 peserta dari 9 lembaga dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka adalah Yayasan Lombok Sahabat Bangsa, GASIRA Maluku, Kongregasi Suster FCJM, Yayasan Solidaritas Anak dan Perempuan (YASAP) Kupang, Yayasan Harapan Baru Lombok, Yayasan Bali Bersih, Yayasan Kolewa Harapan Indonesia, Yayasan Agatha Tunas Bangsa dan Yayasan Rongkop Inspirasi Indonesia.

Pelatihan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan sekaligus membangun karakter para peserta pelatihan untuk dapat memberikan kontribusi kepada organisasi mereka dalam konteks penggalangan dana yang berdampak pada keberlanjutan organisasi.

Negara Dermawan.

Secara umum, penggalangan dana di Indonesia sebenarnya punya potensi sangat besar. Salah satu sebabnya adalah karena sebagai sebuah negara, Indonesia pernah menyabet status sebagai negara paling dermawan di dunia (Charities Aid Foundation, 2022). Indonesia meraih skor 58% dengan peringkat 76 dalam dimensi membantu orang asing. Sementara skor 84% dari dimensi donasi uang dan 63% dari tingkat kerelawanan. Survei digital dari tSurvey milik Telkomsel memperteguh gelar tersebut. Sebanyak 69% responden sering berdonasi online dengan besaran 2,5% dari penghasilannya (tSurvey.id, 2022).

Gemarnya berdonasi masyarakat Indonesia hari ini didukung oleh ekosistem digital yang terus berkembang. Hampir semua aktivitas dan kegiatan masyarakat saat ini bersinggungan dengan digitalisasi. Merebaknya platform donasi online adalah buah dari trend digitalisasi yang terus menjalar. Meski juga tidak lepas dari konsekuensi tantangan dan persoalan penyelewengan dan penipuan, Fundraising secara  online atau daring tetap krusial di era ini.

Fundraising Daring.

Berkaca dari situasi tersebut, Fundraising secara daring pun merupakan salah satu hal yang dibahas dalam pelatihan Local Fundraising – Change the Game Academy. “Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau NGO baik yang ada di lokal maupun nasional dapat memanfaatkan potensi tersebut, tentu dengan strategi dan literasi digital yang cukup dalam mengelola sebuah pekerjaan penggalangan dana secara daring.” Demikian sebut Asep Nanda Paramayana, salah satu fasilitator Change the Game Academy Indonesia.

Fasilitator Change the Game Academy, Asep Nanda Paramayana dalam Pelatihan LFR Batch 1 di Yogyakarta.

Asep menambahkan bahwa para fundraiser (penggalang dana) perlu dibekali literasi digital (digital literacy). Ada empat pilar yang menjadi bagian dari kerangka kerja pengembangan kurikulum literasi digital di Indonesia, yaitu Digital Skill, Digital Ethics, Digital Safety, dan Digital Culture (Road Map Literasi Digital 2020-2024). Digital Skill berhubungan dengan kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Digital Ethics behubungan dengan kemampuan individu dalam menyadari, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette). Digital Safety berkaitan dengan kemampuan pengguna dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan digital. Sementara Digital Culture berkaitan dengan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan melalui pemanfaatan TIK.

Sebagai fundraiser yang memanfaatkan digitalisasi, empat pilar literasi digital dapat menjadi rujukan dalam menjalankan aktivitas fundraising daring. Misalnya dalam urusan praktis, terkait menyiapkan bahan foto untuk melakukan fundraising secara daring. “Foto yang dipilih harus bisa persuasif sekaligus juga etis. Jangan juga memilih foto yang terkesan eksploitatif demi memunculkan emosi audiens.” Demikian Asep berbagi materi terkait memilih foto dan desain dalam menggalang dana.

Aspek lain yang perlu mendapat perhatian selain keempat pilar di atas adalah sikap kritis. Hal ini penting bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lokal yang sedang berupaya membangun jejaring. Kekritisan dalam membangun kerja sama dengan berbagai pihak tidak boleh absen agar dapat mempermudah kolaborasi penggalangan dana lokal yang tepat sasaran. Jika ini menjadi nyawa dari kegiatan fundraising, maka kasus penipuan, dan penyalahgunaan dana publik mungkin bisa terminimalisir. (Berita : Okka Gualbertus/Penyunting : A.K. Perdana/Foto: Okka Gualbertus)

Tinggalkan komentar