Satu Nama : Ragam Rupa Pemaknaan atas Anak

“Anak itu sumber kekuatan, dimanapun, kapanpun, dalam dimensi apapun, anak menjadi sumber energi bagi kehidupan”, Dyan Anggraini, Mantan Ketua Taman Budaya Yogyakarta, yang ikut melukis bersama dan menyumbangkan lukisannya untuk edukasi publik tentang Optimasi Gerakan Pemenuhan Hak Anak di Indonesia, Jum’at, 24 Maret 2017 di Balai Latihan SATUNAMA, Yogyakarta.

Bahasa visual (rupa) bisa dimaknai sebagai ungkapan atau ekspresi akan identitas dan pengakuan, demikianlah seni rupa, satu proses kreatif yang hadir sebagai pemaknaan akan identitas dan pengakuan terhadap memori masa lalu ataupun memori yang akan datang.

Setiap orang, dengan berbagai latar belakang dan rekaman pengalaman hidup, memiliki caranya masing-masing dalam menafsirkannya pada sebuah proses berkarya, dan setiap karya memiliki kekukatannya sendiri untuk dapat menyampaikan pesan kepada siapa saja yang masuk dalam proses persentuhan dengan karya tersebut, dengan berbagai media, baik pameran, buku, katalog, pun media digital yang pada akhirnya tercipta ragam bentuk apresiasi terhadap karya tersebut.

Anak, adalah energi kehidupan, ruang pemaknaan atas segala, jaminan tak terkira atas hari depan bangsa dan negara. Anak, adalah tafsir surgawi atas hidup dan kehidupan, ia harus menjadi pusat dari segala proses pemaknaan kehidupan, termasuk dalam proses berseni rupa, menafsir diri dan lingkungannya sebagai pemaknaannya terhadap hidup dan kehidupan.

Membangun bahasa visual (rupa) entah tentang tanah kelahiran, keluarga, adat-istiadat, tradisi, suku, budaya, agama, harapan, cita, dan cinta terhadap kehidupan sekarang dan hari depan, latar belakang ini menjadi sesuatu yang amat sangat personal, intim, dan energik bagi setiap orang ketika bertemu dengan media berseni dalam proses melukis.

Bila terekam dengan proses berkesenian, khususnya seni rupa (lukis) kecintaan pada tanah kelahiran, adat istiadat, orang yang disayangi, agama, bahkan sampai pada satu kesamaan harapan juga cita-cita terhadap kondisi hidup yang diharapkan, bila diterjemahkan dalam satu makna menjadi : Satu Nama, bisa dimaknai juga sebagai hasil persetujuan bersama, atau satu memori kolektif tentang harapan dan cinta yang merangkum semua perbedaan yang ada.

Hal Apa yang pertama terlintas dipikiran anda ketika mendengar kata “Anak”?

Tepat kiranya apa yang disampaikan oleh Dyan Anggraini di atas, bahwa “anak adalah sumber kekuatan, dimanapun, kapan pun, dan dalam dimensi apapun, anak adalah sumber energi bagi kehidupan”, demikianlah pemaknaan atas “Anak” yang mengemuka dalam kegiatan melukis bersama di SATUNAMA, ternyata kita kita semua satu dalam pemaknaan terhadap “Anak”, “Satu Nama : Ragam Rupa Pemaknaan atas Anak”.

Dyan Anggraini, mantan ketua Taman Budaya Yogyakarta (TBY) ini bertutur usai melukis bersama bahwa “Anak adalah sumber kekuatan, kapanpun, dimanapun, dalam dimensi apapun, anak adalah sumber kekuatan dalam kehidupan”, (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA, Yogyakarta.
Karya Dyan Anggraini, Akrilik diatas 40 x 50 Cm kanvas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Narasinya jernih, pemaknaannya utuh, persentuhannya intim dan mendalam, demikianlah para seniman perupa : “memaknai anak”. Kartika Affandi bertutur bahwa anak adalah jaminan akan masa depan, anak harus utuh dalam berproses, menjadi subjek utuh, anak harus mendapat ruang untuk mencipta, tidak hanya mewarnai, tapi mencipta.

Kartika Affandi, usai melukis bersama, “Anak harus mendapat ruang untuk mencipta, tidak hanya mewarnai, tapi mencipta”. (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA Yogyakarta.
Kartika Affandi, Lukisan Oil diatas 50 x 60 Cm Kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Honey Khor, wisatawan dari Kuala Lumpur, Malaysia yang merupakan sahabat Eyang Kartika Affandi juga ikut melukis, melakukan pemaknaan yang orisinil dan menyampaikan pesan tentang pentingnya bagi masyarakat dan pemerintah untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan untuk jaminan terpenuhinya hak-hak anak.

Honey Khore, usai melukis bersama : “Penting bagi Masyarakat dan Pemerintah untuk melihat kembali apa saja yang sudah dilakukan agar menjamin hak-hak anak di Indonesia dapat terjamin”, (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA, Yogyakarta.
Karya Honey Khor, Lukisan Oil diatas 50 x 40 Cm Kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dewi Candraningrum, seorang dosen, pengasuh Jurnal Perempuan, aktivis perempuan, membuat narasi yang anggun dalam pemaknaannya terhadap Anak, bahwa “Anak” adalah kebahagiaan, anak harus bahagia, seperti “Ibu Bumi” yang selalu memberi kehidupan pada kita dengan bahagia, demikian dengan anak, anak harus bahagia.

Dewi Candraningrum, usai melukis bersama, “Anak harus bahagia, seperti Ibu Bumi yang selalu memberikan segalanya kepada kita dengan bahagia, demikian pun dengan anak, harus bahagia”. (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA, Yogyakarta.
Karya Dewi Candraningrum, Akrilik di atas 40 x 50 Cm kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Stefan Buana, pemaknaan yang sangat personal dan intim tentang “anak”, Bang Stefan, demikian kami biasa memanggilnya, memaknai “anak” dengan satu kata : “Urgent”. Bagi Bang Stefan, ketika bicara tentang “anak”, adalah prioritas utama, kepentingan utama yang mewakili seluruh nafas kehidupan.

Stefan Buana, bersama kedua anaknya, Troy Taruko dan Nan Satankai, usai melukis bersama, Bang Stefan bertutur : “Satu kata untuk anak, urgent”. (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA, Yogyakarta.
Karya Stefan Buana, Lukisan diatas 40 x 50 Cm kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Romo P. Trus, yang bersahaja, sederhana, sejuk, dan sangat bersahabat, seniman yang memahami Jogja dengan berbagai seluk-beluk nadi kehidupan kota Jogja, memberikan pemaknaan atas anak, bahwa anak adalah kontrol diri bagi kita, pengingat, dan penyemangat.

Romo P.Trus dan Brown Siena usai melukis bersama, Romo P.Trus bertutur bahwa Anak adalah kontrol diri bagi kita, pengingat, dan penyemangat”. (Jum’at, 24/03/2017) Halaman Wisma Lotta, SATUNAMA, Yogyakarta.
Karya Romo P.Trus, Lukisan diatas 40 x 50 Cm diatas kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Demikian dengan Tohjaya Tono, soal ini Bung Toh menuturkan bahwa anak harus diberikan kebebasan dalam berekspresi, agar imajinasinya hidup, agar menjadi genersi pencipta, tidak hanya mewarnai, tapi benar-benar mencipta.

Tohjaya Tono, usai melukis bersama, Tohjaya bertutur bahwa : “anak harus diberikan kebebasan dalam berekspresi, agar imajinasinya hidup, agar menjadi genersi pencipta, tidak hanya mewarnai, tapi benar-benar mencipta.
Karya Tohjaya Tono, Judul “Balai Latihan”, Lukisan diatas 40 x 50 Cm kanvas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pesan untuk Guyub Bocah

Guyub Bocah, satu jaringan komunitas anak di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang fokus pada proses bermain bersama, belajar bersama tentang Hak-Hak Anak dan bersama mendorong Gerakan Masyarakat untuk Pemenuhan Hak-Hak Anak di Indonesia. Masing-masing seniman perupa punya pesan untuk Guyub Bocah.

Eyang Kartika Affandi berpesan agar Guyub Bocah harus terus tumbuh sebagai tempat belajar semua orang, tidak hanya anak-anak, tapi semua orang dan pihak, orang dewasa, orang tua, pemerintah, dan swasta.

“Guyub Bocah itu baik, saya apresiasi, saya mendengar secara singkat tentang kegiatan-kegiatan Guyub Bocah, dan saya berpesan agar Guyub Bocah menjadi tempat belajar bagi semua orang, tidak hanya anak-anak, tapi juga orang dewasa, orang tua, pemerintah, dan pihak swasta, karena semua hal berhubungan dengan anak”, Kartika Affandi, seniman perupa, dalam acara Melukis Bersama di Balai Latihan SATUNAMA Yogyakarta, (24/03/2017).

Perihal kebahagiaan anak, bagaimana Guyub Bocah bisa berperan sebagai rumah bersama komunitas anak dan seluruh pihak yang perduli terhadap pemenuhan hak-hak anak di Indonesia, Dewi Candraningrum membangun satu ikonik untuk kita semua, yaitu “Ibu Bumi”, yang memberikan semua kehidupan kepada kita dengan bahagia.

“Saya tresna (cinta –red) sama Guyub Bocah, harus bisa menjadi rumah bagi semua pihak, semua orang dan dengan bahagia memberikan pembelajaran dan pemaknaan tentang kehidupan bagi semua yang terlibat”. Dewi Candraningrum, aktivis perempuan, dalam acara Melukis Bersama di Balai Latihan SATUNAMA Yogyakarta, (24/03/2017).

Pasal demi pasal terurai dalam pemaknaan bersama akan anak dan ruang belajar bagi anak, dan bagaimana merangkul banyak orang dan banyak pihak untuk berjuang bersama membangun gerakan masyarakat untuk pemenuhan hak-hak anak di Indonesia, Honey Khor, memberi pemaknaan atas ini.

“Guyub Bocah bisa jadi rumah bersama untuk belajar hak-hak anak bagi semua pihak, kesehatan, pendidikan, tempat bermain, fasilitas belajar, makanan yang bergizi, juga bagaimana pemerintah bisa belajar bersama Guyub Bocah agar bisa punya kebijakan-kebijakan yang peduli terhadap pemenuhan hak-hak anak”, Honey Khor, Seniman Perupa dari Institut Kesenian Kuala Lumpur yang kebetulan berkunjung ke Yogyakarta di kediaman Eyang Kartika Affandi dan bersimpati kepada Guyub Bocah dan ikut melukis bersama, dalam acara Melukis Bersama di Balai Latihan SATUNAMA Yogyakarta, (24/03/2017).

Khusus tentang bagaimana memperbanyak ruang-ruang berekpresi bagi anak-anak, Bang Stefan Buana memberi pesan agar Guyub Bocah kedepannya bisa lebih banyak lagi melaksanakan kegiatan-kegiatan berkesenian, yang memberikan ruang utuh bagi anak-anak untuk berekspresi, layaknya seniman.

“Guyub Bocah itu bagus, saya dengar singkat tentang Guyub Bocah, saya saran kedepan Guyub Bocah lebih banyak lagi melaksanakan kegiatan-kegiatan berkesenian, tapi harus dipastikan agar anak-anak yang terlibat harus jadi layaknya seniman, harus mencipta, tidak sekedar mewarnai”, Stefan Buana, dalam acara Melukis Bersama di Balai Latihan SATUNAMA Yogyakarta, (24/03/2017). (PAS/Foto : Raka & Fatich)

Tinggalkan komentar