Yudi Latif, Pemikir Kenegaraan dan Keagamaan

Yudi Latif

Nama Yudi Latif tentu tak asing di telinga kita. Yudi biasa begitu ia dipanggil, merupakan seorang tokoh di Indonesia yang memperhatikan persoalan-persoalan tentang keindonesiaan. Ia terkenal tidak hanya sebagai akademisi dan peneliti tetapi juga sebagai penulis buku. Buku yang paling mencuri perhatian publik adalah bukunya yang dirilis pada tahun 2011 yakni Negara Paripurna : Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas. Buku ini secara rendah hati ia tujukan sebagai cara ia membalas budi dan membayar hutang kepada bangsa ini. Karena ia merasa masih memiliki banyak hutang kepada bangsa ini. Bangsa ini menurutnya telah dibangun dengan pondasi kebangsaan yang amat kuat dan kokoh oleh para pendiri. Para pendiri telah mencita-citakan bangsa ini dengan nilai-nilai yang ideal. Buku ini merupakan bagian dari pertanggungjawaban akademis dan perenungan panjang atas kondisi faktual yang terjadi di Indonesia selama ini.

Yudi Latif lahir di Sukabumi pada tanggal 26 Agustus 1964. Ia adalah suami dari almarhumah Linda Natalia Rahma. Dari almarhumah istrinya Yudi memiliki empat orang anak, dua orang anak laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka bernama Matahari Kesadaran, Cerlang Gemintang, Bening Aura Qalby dan Binar Aliqa Semesta.

Yudi menamatkan pendidikannya pada bangku sarjana di Fakultas Ilmu Komunikasi Padjajaran pada tahun 1990 dengan judul skripsi The Politics of Communication in the New Order State of Indonesia . Selanjutnya ia melanjutkan gelar masternya di Australian National University (ANU) pada tahun 1999 konsentrasi sosiologi politik dengan judul tesis : On Securalisation and Islamisation in Indonesia: A Sociological Interpretation pada tahun 1999. Kemudian menyelesaikan gelar doctoral di univeristas yang sama (ANU)  pada tahun 2004 dengan konsentrasi sosiologi politik dan komunikasi, menghasilkan disertasi The Muslim Intelligentsia of Indonesia: A Genealogy of Its Emergence in the 20th Century

Yudi pun juga aktif dalam beberapa organisasi. Ia tercatat sebagai Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) dan Direktur Eksekutif Reform Institute. Ia juga aktif sebagai dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi seperti di Universitas Indonesia, UIN, LAN, ICAS-Paramadina. Ia sekarang aktif sebagai dosen di Paramadina. Ia juga aktif menulis di beberapa kolom atau oponi di koran nasional seperti di Kompas. Ia juga sering menjadi narasumber dalam dialog dan beberapa instasi publik seperti di Lemhanas dan DPD. Ia juga tercatat sebagai wakil rektor di Universitas Paramadina periode 2005-2007.

Di samping itu Yudi telah menghasilkan beberapa buku. Di antaranya Sastra Menyemai Peradaban Bangsa, Akan terbit, Kompas Publisher (2009);  Yang Laju dan Yang Layu, (2009) ; Negara Utama: Fundamen Rancangbangun Indonesia ( 2009); Indonesian Muslim Intelligentsia and Power, ISEAS, Singapore (2008) ; Dialektika Islam: Sekularisasi dan Islamisasi di Indonesia, Jalasutra, Yogyakarta (2007); Muslim Inteligensia dan Kuasa (The Muslim Intelligentsia and Power in the 20th Century Indonesia), Mizan, Bandung, (2005); Menuju Revolusi Demokratik: Mandat untuk Perubahan Indonesia (Towards a Democratic Revolution: Mandate for Indonesian Changes), Djambatan, Jakarta, (2004); Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru (Language and Power: The Politics of Discourse in the New Order Period of Indonesia), Mizan, Bandung, (1996); Masa Lalu yang Membunuh Masa Depan (The Past that Kills the Future), Mizan, Bandung, (1999); Hegemoni Budaya dan Alternatif Media Tanding (Cultural Hegemony and Counter-Media Alternatives), MASIKA, Jakarta, (1993).

Pergerakan Intelektual

Yudi merupakan pribadi yang mewakili sebuah generasi yang membingkai kembali sejarah untuk disebarkan  kembali pada generasi yang terlampau jauh jaraknya dari peristiwa kala itu. Yudi selalu merajut potongan peristiwa, berbagai kalangan pelaku sejarah di tanah air, kemudian ia akan mulai membuat pola, dibuat narasi sejarah dan filosofisnya dan kemudian dirumuskan dalam konteks sebuah ideologi Negara bernama Pancasila.

Ia mencoba untuk mengabarkan kekinian tentang Pancasila. Bukan Pancasila sebagai doktrin P4 seperti zaman Soeharto yang lambat laun akan menjadi fosil klasik tetapi ia ingin mewartakan bahwa Pancasila memiliki ruh yang ada di setiap nadi orang di bangsa ini. Meski kadang, orang di dalam bangsa ini tak menyadarinya. Ruh dalam Pancasila adalah informasi bagi bangsa ini untuk menemukan jalannya kembali.

Ungkapan yang cukup menarik juga sempat diungkapakan oleh Yudi dalam buku Negara Paripurna. Kurang lebih pesannya seperti ini“Bangsa ini sibuk mencari kunci di dalam  rumah tetapi  karena rumahnya gelap, maka kuncinya tidak ketemu sehingga mereka sibuk mencari sampai keluar”. Semua persoalan yang menjerat bangsa ini bagai simpul tak beraturan itu sesungguhnya ada penyelesaiannya, tatkala kita kembali meneliti diri kita sendiri, mencari jati diri bangsa kita sendiri, akar kita dan mengapa para pendiri ini bersedia berkorban, meletakkan ego untuk sebuah rumah bernama Indonesia.

Dalam buku Negara Paripurna, Yudi mengingatkan kembali makna dari masing-masing sila yang muncul, mulai dari sila pertama hingga sila kelima. Seolah kita diingatkan bahwa Negara ini adalah rumah yang satu bagi semua agama dan kepercayaan yang dinaungi dalam Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua manusia Indonesia diakui dan memperoleh keadilan pada kemanusiaannya dalam Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Berjanji dan berpegang teguh untuk bersatu dalam Persatuan Indonesia. Menggunakan demokrasi yang berdasarkan Kerakyatan yang Dipimpun Oleh Hikmah Kebijaksanaan dan Permusyawaratan Perwakilan. Terakhir, cita-cita ini semua tak akan ada artinya jika tak ada Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Any Sundary
Desk Perempuan dan Politik
Staf Departemen Politik Demokrasi dan Desa
Yayasan SATUNAMA

Referensi :

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/3641-pemikir-keagamaan-dan-kenegaraan
Tentang Penulis

Tinggalkan komentar