Satunama.org – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan salah satu bencana ekologis yang kerap terjadi di Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi. Hingga April 2025, telah tercatat sebanyak 60 titik api di wilayah ini. Bencana ini tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi dan material, tetapi juga berdampak besar terhadap lingkungan.
Yayasan SATUNAMA bersama TEBTEBBA, yang tengah mendampingi salah satu Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA) di Jambi, memandang persoalan karhutla sebagai isu krusial. Hal ini disebabkan oleh masih besarnya peran hutan adat dalam menyokong kehidupan masyarakat adat. Untuk mengurangi risiko kerugian yang lebih besar, SATUNAMA menilai bahwa masyarakat perlu dibekali pengetahuan mengenai cara mencegah dan menangani karhutla.

Pelatihan pencegahan dan penanganan karhutla diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu, 3–4 Mei 2025, di Desa Tiaro, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi. Sebanyak 30 peserta — terdiri dari 26 laki-laki dan 4 perempuan — mengikuti pelatihan ini. SATUNAMA menghadirkan Manggala Agni DOPS Sumatera XIII Sarolangun sebagai mitra pelatihan, dengan Syaiful Anwar dan Riduwan sebagai fasilitator yang membagikan pengalaman langsung dari lapangan.
Pada hari pertama, pelatihan dibuka dengan pemaparan materi mengenai berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan karhutla. Materi ini penting karena kebakaran dapat terjadi sewaktu-waktu, baik di kawasan hutan adat maupun lahan milik warga. Peserta kemudian menerima materi mengenai langkah-langkah pencegahan dan penanganan karhutla, seperti perencanaan patroli, pencatatan dan pelaporan titik api (hotspot), serta praktik groundcheck di lapangan.

Pada hari kedua, pelatihan difokuskan pada praktik langsung. Peserta diajak membuat papan himbauan, menanam pohon, dan mencoba pemadaman api menggunakan berbagai peralatan, mulai dari alat mekanis hingga peralatan sederhana yang tersedia di lingkungan mereka. Tim Manggala Agni juga mengajarkan penggunaan aplikasi GPS Kompas pada perangkat Android untuk membantu praktik groundcheck saat ditemukan titik api. Selain itu, peserta dilatih melakukan simulasi pemadaman dan pengamatan arah angin, yang menjadi faktor penting dalam penanganan api. Para peserta tampak sangat antusias mengikuti sesi ini. Pelatihan karhutla ini menjadi pengalaman pertama bagi warga Desa Tiaro, meskipun mereka telah lama tinggal di sekitar kawasan hutan.
Sebagai penutup, setiap peserta menuliskan kesan, masukan, dan harapan mereka, lalu menempelkannya di papan yang disediakan. Banyak peserta menyampaikan apresiasi serta mencatat momen-momen yang paling berkesan selama pelatihan. Mereka mengakui bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat, menyenangkan, dan memberikan pemahaman baru mengenai pentingnya kerja sama tim serta pengetahuan teknis dalam menangani karhutla.
[Penulis: Karenina Aryunda |Kontributor Berita: Dyah Puspita | Editor: Agustine Dwi | Foto: Dyah Puspita]