Pelatihan Change the Game Academy: Keterampilan Komunikasi, Aspek Penting Fundraiser Era Digital

Satunama.org.- Keterampilan komunikasi penting bagi para aktivitis yang berkiprah di dalam dunia NGO. Kecakapan ini masih relevan di tengah tuntutan bagi NGO untuk semakin mandiri dan semakin berdaya secara finansial melalui aktivitas fundraising (penggalangan dana). Kecakapan komunikasi dibutuhkan dalam lobi dan negosiasi dengan donatur, komunitas/masyarakat dampingan dan publik pada umumnya.

Dalam dunia NGO, aktivitas penggalangan dana menjadi tanggung jawab para fundraiser (penggalang dana). Fundraiser bertugas untuk mencari dukungan keuangan sekaligus mediator antara donor dan lembaganya. Sebuah program atau event perlu dikomunikasikan secara efektif dan efisien agar memperoleh dukungan. Secara khusus, dukungan dari donatur lokal. Nancy Morris, seorang profesor komunikasi mengungkap pentingnya komunikasi sebagai elemen kunci dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat guna menyadarkan mereka tentang keberadaan suatu program (Shaheen dan Haneef, 2014).

Keterampilan komunikasi menjadi salah satu topik penting dalam rangkaian pelatihan Local Fundraising Batch 2 yang diadakan oleh Yayasan SATUNAMA bersama Change the Game Academy. Pelatihan tersebut berlangsung selama lima hari, terhitung sejak tanggal 13-17 November 2023. Pada gelombang kedua ini, pelatihan mengikutsertakan 13 lembaga dari berbagai wilayah di Indonesia.  Ada Yayasan YAPHI, Yayasan Raudlatul Mutaalimin, PORTI Jabar, ECCD RC Yogyakarta, Yayasan Gemah Ripah Pacung, DESMA Center, Yayasan CAPPA Keadilan Energi, Lembaga Komunitas Sabtu Keren, Yayasan Harapan Jaya, Yayasan Setetes Embun, Gugah Nurani Indonesia, Yayasan Sayap Kasih, dan Yayasan Stepping Stones Bali. Masing-masing lembaga mengirimkan dua peserta sehingga total ada 26 orang.

Elevator Pitch

Para peserta sebagai calon fundraiser diperkenalkan dengan beragam teknik komunikasi yang efisien seperti elevator pitch yang merupakan salah satu teknik atau pendekatan dalam komunikasi. Tujuan elevator pitch adalah membangkitkan rasa ingin tahu pendengar (komunikan) untuk mengambil tindakan apa pun, seperti meminta informasi lebih lanjut atau menjadwalkan pertemuan selanjutnya. Teknik elevator pitch digunakan dalam kondisi waktu yang singkat/pendek. Misalnya dalam pertemuan singkat. Dengan demikian, pesan dalam elevator pitch harus to the point.

Pelatihan Local Fundraising Batch 2 Change the Game Academy diadakan oleh Yayasan SATUNAMA selama lima hari, terhitung sejak tanggal 13-17 November 2023 dan diikuti oleh berbagai organisasi dari berbagai wilayah di Indonesia.

Menyampaikan pesan yang to the point dalam elevator pitch dipertegas Ariwan Perdana, salah satu fasilitator dalam pelatihan Local Fundraising Batch 2. “Pesan yang to the point dalam elevator pitch memang penting, tetapi untuk bisa memberikan impact yang lebih baik anda harus percaya pada diri sendiri dulu. Jika Anda bisa percaya diri, maka orang lain bisa yakin untuk percaya pada anda”, papar Ariwan.

Dalam praktik komunikasi, masyarakat Indonesia terbiasa dengan gaya basa-basi yang dinilai membuang banyak waktu. Namun basa-basi bukan berarti kurang bermanfaat. Pada realitanya suatu kesempatan hadir di tempat dan waktu yang tak terduga. Menurut statistik dampak pembicara terhadap substansi pembicaraannya hanya 7%. Jadi, seorang fundraiser harus pandai memanfaatkan kesempatan yang ada dengan berbicara to the point agar pesannya terkomunikasikan secara efektif kepada calon donor.

Terdapat empat unsur yang harus dipenuhi dalam teknik elevator pitch antara lain: pesan utama; pendekatan pada audiens; solusi dan pengaruh yang ditawarkan; serta pemaparan kebutuhan proyek yang jelas dan konkret. Tentu saja untuk menguasai skill ini para fundraiser harus sering berlatih dan menjadi percaya diri.

Komunikasi Digital

Para fundraiser pun harus terlibat aktif dalam berbagai platform komunikasi berbasis digital. Dalam ranah komunikasi “Digitalization refers to the use of digital technologies to change human communication and social life and provide new benefits and value-added opportunities for human societies” (Zhong, 2021). Definisi tersebut memperjelas bagaimana manusia memanfaatkan teknologi digital untuk mengubah praktik-praktik komunikasinya seperti melalui social media, dan website lembaga. Para penggalang dana dapat terlibat dalam komunikasi digital dengan memanfaatkan media sosial sebagai medium komunikasi dengan calon donor. Namun langkah awal yang perlu dipersiapkan adalah branding.

Branding merupakan suatu upaya untuk menciptakan dan menyebarkan identitas diri kepada khalayak/audiens. Tujuan utama dari pembentukan branding di media sosial adalah memudahkan calon donor memperoleh informasi tentang sebuah organisasi. Dalam upaya memperkuat branding, para fundraiser memproduksi konten-konten yang dapat memberikan informasi terkait program atau event. Informasi-informasi tersebut dikomunikasikan misalnya melalui brosur/ pamflet. Dalam sesi pelatihan, para peserta diajarkan cara membuat brosur/ pamflet yang dibagi dalam tiga tahap, yaitu perencanaan, desain, dan penyebaran.

Pada tahap perencanaan, peserta diarahkan untuk mengerucutkan target audiens yang meliputi siapa, apa kebutuhannya, dan bagaimana respon yang ingin diberikan. Selanjutnya, dalam pembuatan desain peserta diarahkan untuk mempertimbangkan unsur-unsur visual seperti penggunaan gambar atau video, pemilihan warna untuk mempermudah pembacaan, dan gaya bahasa untuk penyampaian isi pesan. Sementara pada bagian penyebaran peserta diarahkan untuk memaksimalkan jangkauan informasi melalui share link dan sebagainya.

Dalam sesi pelatihan beberapa peserta memiliki kekhawatiran bahwa pembuatan konten di media sosial dapat mengeksploitasi sasaran kerja mereka, seperti kelompok disabilitas. Peserta pun saling bertukar ide tentang bagaimana memanfaatkan dan membangun komunikasi digital yang efektif tetapi tetap etis. Peserta dari Yayasan Sabtu Keren misalnya memberi saran agar para fundraiser mengunggah dan mempromosikan proyek dan produk buatan mereka alih-alih pihak sasaran kerja mereka. Jadi pembentukan branding melalui konten-konten digital perlu berangkat dari pengalaman, aktivitas, dan program masing-masing lembaga.

Proses dan dinamika pelatihan berlangsung interaktif melalui diskusi dan sharing pengalaman dari semua peserta. Selain itu, setelah mendapatkan teori atau konsep lewat presentasi para trainer, peserta diwajibkan membuat perencanaan, desain, dan penyebaran pesan tentang program atau event. Presentasi dari masing-masing organisasi memperkaya pengalaman selama pelatihan. [Berita: Karenina Aryunda PP [Relawan SATUNAMA]/Editor: A.K. Perdana/Foto: Andri Setya]

Tinggalkan komentar