Membangun Jejaring Kerja CSO di Indonesia

Yayasan SATUNAMA, Kamis (9/6) menyelenggarakan sarasehan dengan tema  tata kelola lembaga untuk perubahan sosial. Sarasehan ini adalah kali ketiga yang dilakukan SATUNAMA sebagai persiapan perencanaan 20 tahun SATUNAMA. Hadir sebagai narasumber Dadang Tri Sasongko dari Transparansi Internasional Indonesia (Jakarta) dan Dr. Suharko dari Fisipol UGM.

Dalam forum terungkap bahwa ada 19 tipe atau katagori tentang CSO di seluruh dunia, sebagaimana studi yang dilakukan Yappika dan Civikus, tahun 2007. Terdapat 5 katagori organisasi yang paling kuat, organisasi perempuan, keagamaan, serikat buruh, organisasi lingkungan, dan orientasinya developmen. Kuat dalam artian dampak kegiatan dan ketersediaan sumberdaya finansial, skala keanggotaan dan jaringan internasionalnya.

Lebih lanjut Suharko menyebutkan, CSO adalah organisasi yang paling cepat memanfaatkan kebebasan. Masyarakat Indonesia, dalam konteks pengumpulan dana program lebih kuat. CSO dianggap memiliki nilai-nilai yang kuat dalam upaya penegakan HAM dan kebenaran.

Namun ada juga penyakit kronis CSO yaitu transparansi, keterbatasan sumber pendanaan, dan kualitas SDM yang lemah. “CSO juga memiliki posisi tawar yang lemah terhadap pemerintah, tidak jarang pemerintah malah mengkooptasi CSO.” Kata Suharko.

Dalam hal otonomi juga menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk dipecahkan, terkait gelontoran dana dari lembaga-lembaga internasional. Suharko menyebutkan, COS Indeks atau Civil Society Diamond. “Kekuatan CSO kita adalah nilai kesetaraan, demokrasi, dan HAM. Ini cukup kuat. Yang lemah adalah dimensi lingkungan yang tidak telalu mendukung” kata Suharko.

Termasuk impact-nya juga tidak telalu besar dalam perubahan masyarakat. Ada banyak kemajuan yang dihasilkan CSO indonesia, tapi belum mampu mendorong hadirnya sebuah civil society yang sehat dan kuat di Indonesia” lanjut Suharko.

Yang menarik dari kerja CSO adalah ruang kerja berjejaring. Ruang ini tidak dibangun dengan serius oleh kerja-kerja CSO. “CSO indonesia lelah, sibuk dengan urusan masing-masing dan enggan mengembangan jejaring,” tambahnya.

Persoalan jejaring CSO, tambah Suharko, sering dilakukan hanya untuk mencari dana. Penghambatnya adalah kurangnya jejaring dengan pemerintah dan swasta. Kerja-kerja banyak bersifat lokal. “Yang lebih celaka lagi adalah kurangnya jejaring dengan CSO sendiri,” ungkapnya.

Suharko memberikan pendapat langkah membangun kerja jaringan adalah dengan Sosial Network Analysis, dengan membangun pusat sumber daya “asli’. Harus ada alternatif yang sudah dimainkan oleh NGO-NGO internasional. Langkah kedua, penguatan jaringan pada isu spesifik gerakan anti korupsi, lingkungan, jejaring anti kemiskinan, atau pada isu spesifik yang lain. []

Penulis : Ryan Sugiarto
Penyunting : Ariwan

Tinggalkan komentar