Satunama.org – Perkembangan teknologi telah memberikan dampak dalam berbagai aspek kehidupan yang secara beriringan diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi direspon dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Bagi anak muda, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi secara khusus telah memberikan pengaruh dalam pilihan individu. Contoh lainnya yaitu preferensi anak muda dalam memilih tempat wisata yang memiliki nilai edukasi, misalnya museum dan perpustakaan. Keduanya lekat dengan sumber pengetahuan, wawasan, hingga wadah untuk melestarikan budaya yang ada.
Seiring dengan perkembangan zaman, perpustakaan dan museum turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi. Merujuk pada anggapan masa lalu, perpustakaan dan museum hanya menjadi wadah untuk belajar, namun saat ini keduanya menjadi wahana untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, museum dalam menyajikan tata letak pameran mulai menggunakan konsep modern dengan memanfaatkan teknologi tanpa harus mengurangi nilai-nilai yang disampaikan di museum.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 1995, museum didefinisikan sebagai lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamatan, dan pemanfaatan benda-benda yang bersifat material hasil dari budaya manusia serta alam dan lingkungan sebagai upaya untuk perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi membuat berbagai tren muncul di kalangan anak muda terkait museum, seperti museum date yang kemudian menjadi tren yang dibagikan di media sosial. Museum date membuat anak muda mengunjungi museum dan menikmati koleksi yang ada, yang mana hal ini disebabkan karena adanya kuasa dari unsur-unsur pembentuk dinamika museum yang kemudian membentuk relasi (Farasabila dan Gunawijara, 2023). Munculnya tren dan antusiasme generasi muda menjadi pendorong dalam upaya mengembangkan museum untuk terus beradaptasi di tengah kemajuan teknologi.
Perkembangan Museum
Sebagai upaya untuk terus menggapai minat anak muda terhadap museum, terdapat berbagai upaya yang dilakukan. Salah satunya yaitu pengembangan LAM (Library, Archive, and Museum). Konsep LAM sendiri lahir pada tahun ‘90-an, dari pemikiran beberapa tokoh yang berupaya untuk mengkolaborasikan ketiga aspek tersebut melalui proses mendokumentasikan, mencatat, menggandakan, menyimpan, merawat, mengolah koleksi, serta menyajikan dan mengkomunikasikannya ke publik (Suryagung, 2019). LAM dikembangkan untuk mengkolaborasikan perpustakaan, arsip, dan museum menjadi satu dan tidak terpisahkan, karena ketiganya saling berhubungan dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menyimpan dan menyampaikan informasi.

Dalam perkembangannya, teknologi mampu membantu sistem pengolahan ketiganya. Saat ini terdapat berbagai sistem yang muncul untuk mempermudah kerja-kerja pencatatan dan penyimpanan informasi. Lebih menariknya, penyampaian informasi dalam perpustakaan, arsip, dan museum saat ini sudah mulai memanfaatkan teknologi sehingga dapat menyajikan informasi dengan lebih menarik. Misalnya penggunaan Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan lain sebagainya. Perubahan ini diharapkan dapat membuat penyampaian informasi menjadi lebih menarik sehingga dapat menggaet minat masyarakat untuk mengakses pengetahuan yang ada.
Selanjutnya, perkembangan tersebut perlu direspon dengan antusias. Manajemen pengelolaan perpustakaan, arsip, dan museum menjadi satu kesatuan ilmu yang bisa dipelajari. Hal tersebut juga mendorong pengelola museum untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada, salah satunya adalah Pustakawan Xanana Gusmão Reading Room yang juga memiliki museum untuk dikembangkan. Yayasan SATUNAMA Yogyakarta, sebagai mitra, diminta untuk memfasilitasi peningkatan kapasitas Pustakawan Xanana Gusmão dengan melaksanakan dua tahap pelatihan. Pelatihan pertama dilaksanakan pada 14-20 Mei 2025 dengan materi manajemen perpustakaan, yang kemudian dilanjutkan dengan materi manajemen museum pada 21-26 Mei 2025. Pelatihan keduanya menjadi penting karena memiliki keterikatan dalam aspek menyimpan, mencatat, dan menyampaikan informasi.
Pembelajaran di Kelas
Pelatihan manajemen museum berlangsung selama lima hari dengan fasilitator Djaliati Sri Nugrahani dan Nurkhasanah Eka Riyani dari Museum UGM. Peserta mendapatkan materi tentang manajemen museum yang diawali dengan pemaparan materi pengantar terkait perpustakaan dan museum yang berkesinambungan.
Pada kesempatan tersebut, peserta mendapatkan penjelasan bagaimana perpustakaan dan museum berhubungan satu sama lain sesuai dengan konsep LAM. Namun, pelatihan ini kemudian lebih menekankan pada manajemen museum, yang diawali dengan pemaparan bagaimana perpustakaan dan museum saling berhubungan. Dalam penjelasannya, Nugrahani menyinggung konsep LAM yang menggabungkan 3 aspek yaitu menyimpan, mencatat, dan menyampaikan informasi. LAM bekerjasama untuk menyediakan akses terpadu dalam koleksi museum, sehingga dapat menyajikan pemahaman yang lebih luas dan lebih lengkap tentang topik sejarah dan budaya.
Nugraheni juga menekankan pentingnya museum dalam memanfaatkan kemajuan teknologi yang dapat diterapkan untuk penyampaian informasi, misalnya melalui display. Tak hanya itu, museum juga harus dikelola dengan kemampuan mengelola program publik yang partisipatif, inklusif, dan kontekstual.
“Museum tidak hanya memamerkan barang dan edukasi saja, tetapi sharing knowledge dan pengalaman,” terang, Nugraheni.
Selaras dengan itu, Nugraheni juga menjelaskan bahwa belajar di museum dapat dilakukan dengan object-based learning dan case-based learning. Keduanya dapat diaplikasikan dan disesuaikan kepada pengunjung museum, sehingga pengunjung mendapatkan pengetahuan baru dengan cara yang menyenangkan.

Lebih lanjut, fasilitator juga memberikan pembelajaran manajemen terkait dengan manajemen koleksi museum, program publik di museum, tata cara pembuatan pameran, katalogisasi koleksi, dan lain sebagainya.
“Koleksi itu memiliki syarat-syarat tertentu. Tidak hanya harus memenuhi kriteria koleksi, tapi museum juga harus dipelihara untuk tujuan pelestarian dan pendidikan,” jelas Riyani, fasilitator pelatihan.
Pelatihan juga berjalan dengan sesi diskusi yang interaktif. Peserta berkesempatan untuk bertanya dan menanggapi materi sesuai dengan persoalan yang dihadapi selama mengelola museum. Melalui diskusi, peserta mendapatkan insight baru yang diharapkan dapat diaplikasikan dalam pengelolaan museum kedepannya.
Museum dan Teknologi
Salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman yang mendalam terkait dengan manajemen museum, para peserta berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke berbagai museum yang ada di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Lokasi yang menjadi tujuan kunjungan ini antara lain, Diorama Arsip Jogja, Museum Kirti Griya, Museum Sonobudoyo, Mata Aksara, Museum SBY-ANI, dan Museum UGM.
Setiap museum yang dikunjungi memiliki ciri khas dan sistem pengelolaan yang berbeda-beda. Keberagaman tata letak dan sajian pada setiap museum memberikan warna dalam sudut pandang yang didapatkan oleh peserta. Selain itu, adanya kunjungan memberikan pengetahuan dalam pengelolaan, sistem, hingga strategi yang dilakukan oleh setiap museum dalam menyajikan pengalaman dan pengetahuan.

Pengalaman praktik secara langsung juga didapatkan oleh peserta dalam kunjungan ke Museum UGM. Selain mendapatkan kesempatan mengunjungi koleksi museum, peserta berkesempatan untuk melakukan praktik penulisan koleksi museum, praktik perawatan konservasi, serta pemaparan materi yang memberikan kesempatan untuk diskusi yang lebih mendalam. Museum UGM juga memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam menyajikan koleksinya, salah satunya yaitu adanya inovasi MAG+ (Museum Automatic Guide Plus) yang merupakan aplikasi dengan basis web development yang diletakkan dalam bentuk kode QR di setiap koleksi museum. MAG+ memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk mengakses informasi dari setiap koleksi dengan cara memindai kode QR yang ada.
Pemanfaatan teknologi juga diterapkan di beberapa museum, seperti pada Diorama Arsip Jogja serta Museum Sonobudoyo. Saat berkunjung ke Diorama Arsip Jogja, penempatan setiap koleksi disajikan dengan tata letak yang menarik. Pengunjung yang datang mendapatkan pengalaman yang menarik dalam ruang-ruang pameran dengan adanya pemanfaatan teknologi immersive, yang mana informasi disajikan dengan video mapping, realitas virtual, serta narasi audio visual sehingga memberikan pengalaman nyata bagi pengunjung.
Pemanfaatan teknologi lainnya juga dapat dinikmati peserta saat melakukan kunjungan ke Museum Sonobudoyo. Misalnya, dalam upaya mengenalkan permainan tradisional, terdapat teknologi VR yang memberikan pengalaman interaktif bagi pengunjung untuk dapat merasakan permainan jemparingan. Tidak kalah menarik, koleksi yang ada di Museum Sonobudoyo disajikan dengan tata letak yang menarik dengan memanfaatkan teknologi dan pencahayaan yang maksimal.
“Ketika kita lihat beberapa item dan koleksi di museum yang dikunjungi sangat memorable bagi saya. Saat pulang saya berpikir supaya kami bisa memodifikasi dari apa yang kita lihat dan diaplikasikan ke Museum Xanana Gusmão, sangat bermanfaat sekali kunjungannya,” jelas Noe Lopez de Costa, peserta pelatihan.
Pengalaman lainnya juga didapatkan oleh peserta pelatihan saat berkunjung di Museum SBY-ANI yang merupakan museum dengan penyajian pameran perjalanan tokoh. Dengan kesamaan materi sajian, Museum SBY-ANI dipilih menjadi salah satu museum kunjungan dalam pelatihan tersebut, mengingat peserta pelatihan yang hadir merupakan pustakawan yang juga mengelola Museum Xanana Gusmão, milik Perdana Menteri Xanana Gusmão, Timor Leste. Kunjungan ke Museum SBY-ANI memberikan pengetahuan dan referensi belajar bagi peserta pelatihan terkait dengan manajemen museum yang mempresentasikan perjalanan hidup SBY-ANI secara edukatif.

Momen menarik lain yang muncul saat kunjungan tersebut adalah bahwa Pak SBY dan Pak Xanana memiliki hubungan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu koleksi museum yang menampilkan foto bersama antara Pak SBY, Bu Ani, dan Pak Xanana. Harapannya, hubungan baik tersebut dapat terus berlangsung di masa yang akan datang. Sebagai upaya mempererat keakraban, dilakukanlah momen tukar buku antara pengelola Museum SBY-ANI dengan peserta pelatihan.
Penyajian koleksi yang beragam dan karakteristik yang berbeda-beda dalam setiap museum memberikan pengetahuan dan pengalaman yang berkesan bagi peserta pelatihan. Selain itu, beberapa museum sudah mengaplikasikan penggunaan teknologi dalam pengelolaannya. Tentu supaya museum tidak hanya menyampaikan pengetahuan dengan cara yang lebih menarik, tetapi juga memberikan pengalaman yang baru bagi pengunjung.
Pelatihan Manajemen Museum menjadi langkah strategis yang dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi peserta, baik secara materi maupun praktik dalam mengelola museum secara profesional, berkelanjutan, dan relevan dengan perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai yang dimiliki. Museum di tengah perkembangan teknologi, harus beriringan dalam memaksimalkan potensi yang ada sebagai upaya untuk terus mengenalkan pengetahuan dan melestarikan budaya.
[Penulis: Aisya Lu’luil Maknun | Editor: Agustine Dwi | Foto: Karenina Aryunda; Estri Khoirul Amalia]