Mendorong Upaya Kolektif Pengelolaan Sumber Daya Alam

Bangsa Norse yang pernah mendiami Greenland konon dulunya dikenal sebagai bangsa yang bermigrasi dari Eropa menuju Greenland dan memulai sebuah kehidupan baru di pulau yang beriklim dingin itu. Namun setelah sekitar 450 tahun hidup di sana, Bangsa Norse akhirnya punah.

Ada banyak pendapat yang menyimpulkan sebab-sebab punahnya bangsa Nordik ini. Sebagian menyebutkan bahwa mereka punah karena iklim yang cukup ekstrim dalam artian terlalu dingin di sana. Namun pendapat yang paling populer  –meski masih bisa diperdebatkan lagi- adalah pendapat Jared Diamond, seorang professor geografi asal Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa salah satu sebab kepunahan Bangsa Norse adalah karena kurangnya pemahaman mereka dalam mengelola alam dan lingkungan sekitarnya.

Sejak awal, erosi tanah merupakan masalah besar di Greenland. Namun mereka justru melakukan deforestasi untuk mendirikan bangunan-bangunan di sana. Sehingga ketika masalah ini semakin besar dan tanah tidak bisa lagi digunakan untuk menanam, mereka beralih ke cara perburuan hewan untuk bahan makanan mereka. Cara ini juga membawa problem lain, yang kali ini lebih disebabkan oleh karakter orang-orang Greenland sendiri yang cenderung supremasif. Meski kemampuan berburunya kurang memadai, mereka enggan belajar dari komunitas lain yang lebih pandai berburu, yaitu Bangsa Inuit yang malah mereka anggap sebagai musuh. Akhirnya setelah sempat eksis selama hampir lima abad, Bangsa Norse pun punah.

Setidaknya ada dua pelajaran yang bisa ditarik dari kisah Bangsa Norse. Pertama adalah soal ketidaktahuan yang berujung pada kekeliruan-kekeliruan dalam mengelola alam tempat tinggalnya. Pelajaran kedua yang bisa diambil adalah kekerasan hati Bangsa Norse yang enggan belajar dari peradaban masyarakat lain yang lebih paham soal tehnik perburuan sehingga mereka tidak bisa survive melalui cara berburu.

Dalam dinamika masyarakat kita, sering ditemukan kenyataaan-kenyataan yang mengarah kepada keengganan untuk belajar dari setiap hal. Seabrek contoh pengelolaan sumber daya alam yang buruk lengkap dengan konsekuensi-konsekuensi yang menyertainya terjadi baik di wilayah Indonesia maupun di wilayah bumi yang lain. Namun tak juga menjadi bahan pembelajaran bersama untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam yang lebih baik.

Partisipasi masyarakat dalam desain pengelolaan sumber daya alam dinilai masih minim. Ini tentu tidak lepas dari keterbatasan akses dan skill yang dimiliki masyarakat untuk ikut berperan dalam tata kelola sumber daya alam. Di sisi lain, dikuasainya sumber daya alam Indonesia oleh individu atau kelompok tertentu melalui hegemoni indutrialisasi, kapitalisme dan kontrol negara telah melahirkan ketidakseimbangan peran dan manfaat yang menyenggol berbagai aspek kehidupan.

Perbaikan tata kelola sumber daya alam bisa dibilang merupakan sebuah keharusan. Dalam kondisi seperti inilah diharapkan ada keseimbangan peran antara seluruh pihak yang terlibat untuk dapat berperan secara sinergis demi kepentingan bersama, melakukan pengelolaan sumber daya alam yang inklusif dan bermanfaat. Perbaikan tata kelola sumber daya alam secara kolektif dan mendukung bisa dibilang merupakan sebuah keharusan. Karena ketika memiliki kemampuan bekerjasama tanpa dominasi itulah sesungguhnya sebuah bangsa bisa disebut sebagai bangsa yang utuh dan bermartabat. []

Tinggalkan komentar