Menyerukan Tuntutan Lama Dalam Kemasan Baru

KOALISI MASYARAKAT SIPIL WILAYAH BARAT INDONESIA MENJABARKAN KEMITRAAN PEMERINTAH TERBUKA : MENYERUKAN TUNTUTAN LAMA DALAM KEMASAN BARU

Selama tiga hari (19-21 Agustus 2014), di Medan, Sumatera Utara, Yayasan Satunama bersama 25 (dua puluh lima) organisasi masyarakat sipil lain di Wilayah Barat Indonesia berpartisipasi dalam Lokakarya Wilayah Barat untuk Kemitraan Pemerintahan Terbuka (KPT / Government Partnership/OGP). Lokakarya bertema ‘Memperkuat Keterlibatan dan Kapasitas Masyarakat Sipil dalam Implementasi Pemerintahan Terbuka di Indonesia. Lokakarya ini merupakan bagian proses paralel yang dilaksanakan di Wilayah Tengah dan Timur dengan fasilitasi oleh Tim Inti Organisasi Masyarakat Sipil untuk KPT / OGP dengan Gerakan Anti Korupsi (GerAK) Aceh sebagai Panitia Pelaksana. Wilayah Barat mencakup Jawa dan Sumatera.

Dalam lokakarya tersebut, partisipan memetakan pengalaman penerapan pilar keterbukaan / transparansi, partisipasi, akuntabilitas, inovasi, serta penggunaan teknologi komunikasi informasi. Pengalaman yang dipetakan mencakup praktik baik, kendala, dan tantangan. Peta ini kemudian dilengkapi dengan target perubahan yang diharapkan pada kurun lima tahun yang akan datang beserta rekomendasi langkah bagi pemerintah dan masyarakat sipil. Lebih rinci lagi, rekomendasi langkah mencakup tiga lapis isi kebijakan, tata laksana serta kelembagaan kebijakan, dan budaya kebijakan di masyarakat.

Refleksi pengalaman masyarakat sipil dalam lokakarya ini menunjukkan bahwa muatan KPT / OGP bukan barang baru bagi perjuangan masyarakat sipil Indonesia. Sudah sejak awal masyarakat sipil Indonesia memperjuangkan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, dan akuntabel serta memihak rakyat terutama kelompok rentan. Namun, kemasan baru atas muatan itu dalam KPT / OGP membawa daya ungkit baru bagi perjuangan menuju kebijakan yang lebih memenuhi hak rakyat. Daya ungkit ini yang perlu dioptimalkan oleh masyarakat sipil untuk mendorong percepatan perbaikan kebijakan.

Butir rekomendasi yang mengemuka dalam lokakarya mencakup antara lain (1) revisi Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), (2) penguatan tata laksana transparansi akuntabilitas di tingkat desa terkait berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, (3) penyediaan sumber daya APBN untuk Komisi Informasi Daerah (KID) sehingga ada penguatan independensi KID, (4) penguatan penerapan UU KIP dengan replikasi praktik baik yang ada terutama terhadap badan publik negara, (5) penguatan transparansi akuntabilitas badan publik non negara dalam wujud antara lain penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sesuai amanat UU KIP, serta (6) penguatan pengetahuan dan ketrampilan warga serta organisasi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam seluruh daur kebijakan publik (perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, pelaporan, serta pengawasan). Perspektif hak kelompok rentan terutama dalam akses informasi bagi penyandang tuna netra dan tuli juga digarisbawahi oleh partisipan lokakarya. Partisipan lokakarya menekankan bahwa keterbukaan dan transparansi harus membawa manfaat bagi perbaikan pemenuhan hak asasi manusia, meningkatkan derajat hidup dan kemanusiaan.

Masih dalam rangkaian lokakarya, Rabu (20 Agustus 2014) malam, partisipan lokakarya diterima oleh Gubernur Sumatera Utara di Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara. Dalam audiensi ini, Rurita Ningrum dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara menyampaikan apresiasi bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terkait prakarsa-prakarsa untuk mewujudnyatakan pemerintah terbuka. Danardono Sirajudin (PATTIRO / Pusat Telaah Informasi Regional) dan Dadan S. Suharmawijaya (The Jawa Pos Institute of Pro Otonomy / JPIP) memaparkan kerangka KPT / OGP serta hasil lokakarya. Valentina Sri Wijiyati (Yayasan Satunama) menekankan perspektif hak penyandang disabilitas terutama tuli dan tunanetra dalam akses informasi. Askalani (GerAK Aceh) membagikan praktik baik penerapan e-kinerja untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kerja aparat publik di Kota Banda Aceh. Menambahi cerita praktik baik di Kota Banda Aceh ini, Dini Inayati (PATTIRO Semarang) menyarankan peningkatan partisipasi warga dalam replikasi e-kinerja di daerah lain.

Menanggapi paparan hasil lokakarya, Gubernur Sumatera Utara menyatakan, “Suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, dengan perkembangan yang ada terutama perkembangan teknologi, pemerintah harus terbuka.” Gubernur Sumatera Utara mengapresiasi lokakarya yang diselenggarakan di Medan. Beliau mengharapkan agar hasil lokakarya bisa dibagikan juga kepada pemerintah daerah sebagai penguatan upaya mewujudkan pemerintah terbuka dan perbaikan pelayanan publik.

Danardono Sirajudin yang juga fasilitator lokakarya menyatakan bahwa hasil tiga lokakarya regional akan dirangkum melalui simposium nasional. Proses keseluruhan diharapkan bisa menyajikan buku putih yang memuat praktik baik dan aspirasi masyarakat sipil tentang penerapan pemerintahan yang terbuka, akuntabel, dan partisipatif dengan dukungan inovasi serta teknologi informasi komunikasi. Sajian ini diharapkan juga menjadi bagian seruan kepada presiden dan pemerintahan baru untuk menguatkan wujud pemerintahan terbuka demi pemajuan hak warga.

(21viii2014.Wiji untuk SAT).

Tinggalkan komentar