Pernyataan Sikap MAKARYO untuk Muspida Yogyakarta

JOGJA BUKAN KOTA TOLERAN, JOGJA TIDAK BERHATI NYAMAN

JOGJA DARURAT PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (MAKARYO)

Menyeru Penegakan Hukum Atas Kasus-kasus Kekerasan Di DIY

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pernah tercatat sebagai daerah yang toleran serta damai dalam keberagaman. Namun fakta menunjukkan atribut itu semakin lama semakin pudar dan hanya slogan, terutama jika dikaitkan dengan banyaknya kasus kekerasan yang semakin sering terjadi dan tidak tuntas diungkap. Situasi itu mencederai rasa aman publik DIY. Aparat publik tuna komitmen politik atas penegakan hukum yang bermakna terkait kasus-kasus kekerasan yang terjadi sejak tahun 1996 –  Mei 2014 di DIY yang disebut Daerah Istimewa dengan ketetapan melalui UU No. 13 Tahun 2012. Namun pada bulan Mei 2014, sultan Hamengku Buwono X sebagai pimpinan DIY justru mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Toleran oleh Jaringan Antar Iman Indonesia. MAKARYO yang selalu berjuang untuk menjaga Yogyakarta tetap di koridor kota toleran, mencatat sejak tahun 1996 hingga November 2013 terjadi 17 (tujuh belas) kasus kekerasan dan telah dengan tegas mengingatkan Pemda dan Masyarakat DIY serta berbagai lembaga negara dengan Deklarasi JOGJA DARURAT KEKERASAN di Halaman Pagelaran Kraton Yogyakarta dengan penegasan bahwa:

  1. Rasa aman merupakan hak asasi manusia.
  2. Kemerdekaan berpendapat dan berkumpul merupakan hak asasi manusia
  3. DIY istimewa salah satunya karena kedamaian dan toleransi dalam kemajemukan.
  4. Kekerasan bukan bagian maupun wujud keistimewaan DIY.
  5. Kami cinta Yogyakarta, tetapi kami tidak cinta pejabat publik yang diam menyaksikan kekerasan terjadi di DIY.

Menyikapi hal tersebut  di atas maka pada tanggal 7 November 2013 MAKARYO juga mendesak:

  1. Aparat penegak hukum dan pejabat publik di DIY untuk segera mewujudnyatakan penegakan hukum dengan menindak tegas pelaku kekerasan dan menuntaskan pengungkapan kasus-kasus kekerasan di DIY,
  2. Polri c.q. Polda DIY segera menangkap dan mengadili penganjur (aktor intelektual) dan pelaku kekerasan di DIY,
  3. Keraton Yogyakarta proaktif mengawal penuntasan proses hukum kasus-kasus kekerasan di DIY terutama yang mandeg sejak 1993,
  4. Keraton Yogyakarta proaktif mencegah terjadinya kekerasan di DIY di waktu yang akan datang.

Kiranya pernyataan desakan dari masyarakat sipil ini tidak banyak berpengaruh terhadap penegakan hukum dan pemenuhan Hak Asasi Manusia di DIY. Terbukti  memasuki tahun 2014 terjadi lagi tindak kekerasan di wilayah Kabupaten Bantul  dengan pembubaran pertemuan kelompok Syiah oleh sekolompok orang, di Kabupaten Gunungkidul terjadi sikap intoleran berupa penolakan dan ancaman dari sekelompok orang terhadap kegiatan Paskah  Adiyuswa Gereja Kristen Jawa (GKJ) se-Jawa yang sudah direncanakan sejak tahun 2013 dan sudah dibicarakan dengan Pemda dan juga pihak Polres Gunungkidul. Kegiatan itu gagal demi arogansi kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama dan melakukan ancaman . Namun kelompok tersebut  tidak mendapatkan sanksi apapun dari pihak pemda Gunungkidul dan kepolisian meskipun itu jelas merugikan rasa aman warga negara. Untuk ke sekian kalinya publik menyaksikan tidak adanya tindakan tegas aparat penegak hukum dan pejabat publik di DIY atas tindak kekerasan yang terjadi berturut-turut di akhir Mei 2014, tepatnya tanggal 29 Mei 2014 yakni kasus tindak kekerasan berupa pemukulan dan strum terhadap sekelompok umat yang sedang melakukan aktivitas peribadatan rutin di rumah Yulius di wilayah Ngaglik  disertai tindak kekerasan terhadap Yulius Pimpinan Galang Press Yogyakarta yang dilakukan oleh sekelompok orang. Pada tanggal 31 Mei terjadi laku perusakan tempat peribadatan Gereja Pantekosta oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan “Kaum Muslim.” Negara melalui Bupati Bantul, Bupati Gunungkidul dan Bupati Sleman serta Gubernur DIY lagi-lagi mengabaikan  kewajiban menghormati-melindungi-memenuhi hak asasi manusia, terutama ketika ekskalasi tindak kekerasan semakin meningkat di DIY. Absennya penegakan hukum tidak ayal memperbesar potensi tindak kekerasan di masa yang akan datang. Sudah 6 bulan Makaryo mendeklarasikan Yogyakarta Darurat Kekerasan, berbagai lobby, audiensi, rekomendasi  bahkan aksi telah kami lakukan dengan tujuan agar para pejabat publik semakin tegas melaksnakan fungsinya untuk melindungi rasa aman warganya, tetapi kiranya harapan itu tidak terjadi. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai diskusi dengan disertai data dan fakta di lapangan MAKARYO mengambil sikap tegas :

  1. MENDESAK KEPADA PEMERINTAH DAN PIHAK PENEGAK HUKUM UNTUK MENGAMBIL TINDAKAN PREVENTIF TERHADAP BERBAGAI GEJALA TINDAK KEKERASAN MULAI DARI PEMASANGAN POSTER PROVOKATIF SAMPAI PADA MENINDAK TEGAS PARA PELAKU TINDAK KEKERASAN DAN KELOMPOK-KELOMPOK INTOLERAN DARI BUMI DIY
  2. MEREKOMENDASIKAN KAPOLRI UNTUK MENGGANTI KAPOLDA DIY KARENA TIDAK MENJALAN AMANAT KONSTITUSI TERUTAMA DALAM PELAKSANAAN RENCANA AKSI HAK ASASI MANUSIA DI DAERAH DIY, DENGAN FAKTA BANYAKNYA KASUS PELANGGARAN HAM YANG TIDAK DISELESAIKAN BAHKAN CENDERUNG DIABAIKAN
  3.  MENGAJAK MASYARAKAT DIY UNTUK TERLIBAT AKTIF DALAM UPAYA MENJAGA KEBERAGAMAN DIY SEBAGAI KOTA TOLERAN DENGAN TIDAK MUDAH TERPROVOKASI OLEH AJAKAN-AJAKAN KAUM INTOLERAN DAN MEREKA YANG BERUPAYA MERUSAK KENYAMANAN DAN KEAMANAN DI DIY
  4. MENYESALKAN PENGHARGAAN YANG DIBERIKAN DAN MEMINTA JARINGAN ANTAR IMAN INDONESIA (JAII) UNTUK MENCABUT PENGHARGAANNYA KEPADA SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO X SEBAGAI TOKOH TOLERAN, KARENA DIY TIDAK BISA LAGI DISEBUT SEBAGAI KOTA TOLERAN

Sudah bukan waktunya lagi aparat penegak hukum dan pejabat publik DIY berdiam diri dalam situasi darurat kekerasan dan darurat perlindungan hak asasi manusia!

Yogyakarta, 3 Juni 2014

Hormat kami,

Benny Susanto (Kordum Makaryo)

Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (MAKARYO)

[Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Forum LSM DIY, Perkumpulan IDEA, Indonesia Court Monitoring (ICM),  Institute for Research and Empowerment (IRE), Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Masyarakat Peduli Media (MPM), Narasita, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), People Like Us (PLU) Satu Hati, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Pusat Studi Islam (PSI) Universitas Islam Indonesia (UII), Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jogja, Rifka Annisa, SATUNAMA, Sekolah Bersama (Sekber), Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian, Solidaritas Wartawan untuk Udin, Yasanti].

Lampiran : Kasus-kasus kekerasan di DIY sejak 1996 – 2014
1. Penganiayaan —yang berujung meninggalnya— wartawan Udin  (1996)
2. Penyerangan acara ‘Kerlap-kerlip Warna Kedaton 2000’ di Kaliurang (2000)
3. Perusakan Kantor Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY  (2008)
4. Pembubaran Pelatihan Nasional Forum Sekolah Bersama (2008)
5. Penyerangan Sanggar Candi Busana Parengkembang, tempat ibadah Sapta Darma di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta (2008)
6. Pembubaran Q Film Festival (2010)
7. Penghentian Doa Keliling di Bantul (2011)
8. Ancaman terhadap peringatan IDAHO (2011)
9. Pembubaran diskusi dan perusakan Kantor LKIS (2012)
10. Kekerasan oknum Polri terhadap anak Reza Eka Wardana (2012)
11. Pembubaran Pengajian di SMA Piri (2012)
12. Penghentian Pemakaian Gua Maria Gedangsari  (2012)
13. Kekerasan terhadap Huda (2012)
14. Penembakan narapidana di Lapas Kelas IIB Cebongan, Kabupaten Sleman  (2013)
15. Perusakan Makam Cucu  Hamengku Buwono VI (2013)
16. Penembakan Sipir LP Wirogunan (2013)
17. Pembubaran diskusi  dan penganiayaan Keluarga Eks Tapol 65 oleh FAKI (2013)
18. Intimidasi dan ancaman kepada Rousyan Fikr (Syiah) Sleman (2014)
19. Deklarasi anti Syiah di Maskam UGM bersama Bupati Sleman (2014)
20. Kekerasan dan Intimidasi kepada Aminudin Aziz (Ketua FLI Gunungkidul) April 2014
21. Pembubaran pertemuan kelompok Syiah di Bantul (Mei 2014)
22. Ancaman terhadap kegiatan Paskahan Adisyuswa se-Jawa GKJ Gunungkidul (Mei 2014)
23. Kasus Penyerangan dan Tindak Kekerasan terhadap umat yang mengikuti Doa Bersama di Ngaglik Sleman (Mei 2014)
24. Kasus Kekerasan terhadap Yulius Pimpinan Galang Press Di Ngaglik Sleman (Mei 2014)
25. Penyerangan Gereja Pantekosta di Pangukan Sleman (Mei 2014)

=o= Makaryo. 2014 =o=

Tinggalkan komentar