Pasca UU Pilkada 2014 : Perampasan Hak Rakyat Harus Dilawan

Pengorbanan jiwa para Pahlawan Reformasi membawa pemajuan bermakna pemenuhan hak politik warga negara Indonesia. Pasca Reformasi 1998 hak memilih yang merupa hak asasi manusia dihormati dengan derajat tertinggi dengan pemilihan presiden secara langsung, pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) secara langsung, sesudah pemilihan legislatif di periode sebelumnya. Demokrasi Indonesia menjadi teladan dan model bagi negara-negara di Kawasan Asia dan bahkan dunia. Negara-negara sahabat berdatangan menimba pengetahuan dari pengalaman Indonesia melaksanakan demokrasi yang menjunjung hak rakyat.

PilkadaPasca Pemilihan Presiden 2014, prestasi Indonesia dalam berdemokrasi tiba-tiba meredup. Perubahan UU MD3 disusul dengan dipilihnya pemilihan kepala daerah (PILKADA) tidak langsung melalui pengesahan UU Pilkada 2014 oleh DPR RI pada 26 September 2014 lalu. Kedua peristiwa ini membagi tengara keberadaan itikad tidak tulus di Parlemen. Penghormatan kepada hak rakyat dikalahkan oleh nafsu atas kuasa kelompok. Parlemen yang dipilih oleh rakyat justru merampas hak rakyat untuk memilih pemimpinnya. Hal ini bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (terutama Pasal 43), UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik (terutama Pasal 25), juga UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu (terutama Pasal 19 ayat 1) dan UUD 1945 Pasal 28E.

Di saat yang sama, lembaga Presiden nampak tidak memiliki komitmen kuat untuk menjamin perlindungan hak rakyat. Tidak cukup berhenti di sini, Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendukung calon presiden-wakil presiden tak terpilih Prabowo – Hatta seolah kalap dan melampiaskannya di proses-proses politik pasca Pilpres 2014. Dipilihnya Setya Novanto menjadi Ketua DPR RI menjadi tengara buruk selanjutnya. Diketahui khalayak, Setya Novanto telah berkali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait berbagai kasus korupsi.

Banyak dikabarkan media massa, manuver KMP masih akan merambah pemilihan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hingga ke revisi Undang-undang tentang KPK. Manuver KMP yang merusak demokrasi, mencederai mandat rakyat, dan mengancam pemberantasan korupsi tidak bisa dibiarkan.

Melalui siaran pers ini, Yayasan SATUNAMA menyerukan :

  1. Masyarakat sipil menggalang kekuatan untuk mengawal uji materi UU Pilkada.
  2. Masyarakat sipil menggalang kekuatan untuk menanggapi dan mengoptimalkan Perpu UU Pilkada No. 1 Tahun 2014 yang diajukan Presiden, demi penghormatan hak rakyat.
  3. Masyarakat sipil menggalang upaya antisipasi atas manuver kelompok politik yang mencederai hak dan mandat rakyat serta pemberantasan korupsi.
  4. Lembaga tinggi dan tertinggi negara mengambil langkah-langkah konstitusional yang diperlukan untuk tetap menjaga hak dan mandat rakyat dalam berdemokrasi.
  5. Lembaga tinggi dan tertinggi negara mengambil langkah-langkah konstitusional yang diperlukan untuk tetap menjaga mandat pemberantasan korupsi.

Yogyakarta, 3 Oktober 2014
FX. Bima Adimoelya
Direktur Yayasan SATUNAMA
081392178188 │ bimo@satunama.org

Tinggalkan komentar