Antisipasi Perambahan, Desa Tiaro Bangun Pos Patroli Hutan Adat

Satunama.org.- Kabar gembira datang dari puncak Bukit Mujo, Hutan Adat di Desa Tiaro, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi. Saat ini di sana telah berdiri kokoh sebuah Pos Patroli, tepat di puncak Bukit Mujo.

Pos Patroli ini dibangun menggunakan dana afirmasi yang turun dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Merangin. Dana afirmasi ini merupakan hasil advokasi anggaran bersama yang diinisiasi KKI WARSI dan jaringan NGO yang bekerja di Jambi, termasuk SATUNAMA. Desa Tiaro sendiri juga merupakan desa yang selama enam tahun terakhir menjadi mitra SATUNAMA

Pada Dana Afirmasi tahun anggaran 2021, Desa Tiaro mendapatkan 15 juta rupiah untuk program dan kegiatan Perhutanan Sosial di desa. Basarudin, Kepala Desa Tiaro menyampaikan, kegiatan pembangunan Pos Patroli merupakan hasil musyawarah desa dan sudah dituangkan dalam proposal yang diajukan ke Dinas PMD dan difasilitasi Tim SATUNAMA.

Pembangunan pos patroli hutan adat di Desa Tiaro menggunakan dana afirmasi sebesar Rp. 15 Juta. Pos Patroli dibangun sebagai upaya untuk menjaga dan mengawasi hutan, agar tidak ada perambah yang masuk dan melakukan aktivitas yang merusak hutan adat

“Untuk realisasi tahun 2021, kami membangun Pos Patroli, dan telah selesai dibangun pada Desember tahun lalu. Pembangunan menghabiskan dana sekitar 15 juta”, tutur Basarudin. Pak Kades, sapaan akrab Basarudin menambahkan, Pos Patroli dibangun sebagai upaya untuk menjaga dan mengawasi hutan, agar tidak ada perambah yang masuk dan melakukan aktivitas yang merusak hutan adat.

Mansur, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA) Bukit Mujo menyatakan kegembiraannya karena advokasi anggaran yang dilakukan bersama telah berbuah hasil. Walaupun status Adat baru sebatas SK Bupati, dan masih proses menunggu SK Pengakuan dari Kementerian LHK, namun Mansur dan segenap LPHA tetap semangat melakukan penjagaan terhadap Hutan Adat.

“Terimakasih kepada SATUNAMA yang sudah memfasilitasi advokasi anggaran dari dinas, kami berharap semoga SK Pengakuan dari Kementerian segera turun, sehingga kami memiliki kepastian  dan juga lebih semangat dalam menjaga Hutan Adat kami’, ucap Mansur.

Sementara itu, pada tahun anggaran 2022, dana afirmasi yang dialokasikan untuk kegiatan perhutanan sosial bertambah menjadi 25 juta. Menurut Kepala Desa, beberapa kegiatan perhutanan sosial telah masuk dalam perencanaan desa.

Antara lain penambahan modal bagi usaha kopi yang sedang dirintis oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Mujo Indah, membuat tapal batas (patok)  Hutan Adat dan membeli alat patroli yang dibutuhkan oleh Tim Patroli Hutan Adat. “Untuk pastinya, kami akan melakukan musyawarah kembali dengan masyarakat desa”, tutur Basarudin.

Hutan Adat Bukit Mujo merupakan area seluas 39,5 hektar yang sejak tahun 1974 telah diperjuangkan oleh masyarakat desa untuk menjadi Hutan Adat. Keinginan memilki Hutan Adat didorong oleh keprihatinan masyarakat yang melihat semakin tingginya laju dedorestasi di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat.

Masyarakat ingin agar area hutan di Desa Tiaro dapat terjaga sehingga anak cucu dapat menikmati hasilnya. Tahun 2012, Hutan Adat Tiaro telah mendapatkan SK Bupati No 14/Disbunhut/2012 tentang Penetapan sebagian areal hutan yaitu seluas 39,5 hektar di Bukit Mujo sebagai Hutan Adat.

Kementerian  LHK melalui PSKL Sumatera juga telah melakukan tahapan identifikasi Hutan Adat pada Juli tahun 2020. Saat ini masyarakat desa masih menunggu SK Pengakuan Hutan Adat dari KLHK dan berharap SK segera turun agar mendapatkan kepastian hak kelola.

“Kami sangat senang atas hasil advokasi anggaran bersama ini dan terimakasih untuk kawan-kawan KKI WARSI yang telah menginisiasi. Desa-desa mitra SATUNAMA kini dapat melakukan kegiatan perhutanan sosial dengan dukungan pendanaan dari Pemkab. Ini sangat bagus untuk direplikasi di daerah lain”, tutur Suharsih, Kepala Departemen Pembangunan berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Arsih menambahkan, kolaborasi antar aktor di tingkat tapak sangat penting untuk saling memperkuat implementasi perhutanan sosial. Diharapkan, perhutanan sosial semakin optimal dan memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Dalam jangka panjang, implementasi perhutanan sosial yang optimal akan dapat mengurangi secara siginifikan laju deforestasi dan juga mitigasi maupun adaptasi terhadap perubahan iklim. [Penulis : Kasiruta/Penyunting : A.K. Perdana/Foto : Kasiruta]

Tinggalkan komentar