Menemukan Kesejatian Diri dalam Sukses Politik, Tantangan Politisi Muda Indonesia

Satunama.org.- Tahun 2024, bagi politisi khususnya politisi muda, seharusnya menjadi sebuah momentum. Salah satunya karena tahun 2024 merupakan tahun di mana Pemilu akan digelar, itu kalau tidak ada perubahan. Hal lain adalah karena tahun 2024 sangat mungkin menjadi awal dominasi aktor politik muda berkiprah di kancah politik.

Rasanya cukup bisa ditengok secara kasat mata bahwa kelompok politisi muda kini semakin banyak berkiprah di berbagai lini. Sebagian besar berada di kepengurusan partai politik. Beberapa di antaranya berhasil duduk di kursi-kursi legislatif. Kalau bicara menggunakan data, berdasarkan penelusuran Satunama.org, terdapat 14% anggota DPR RI 2019-2024 yang berusia di bawah 45 tahun. Angka ini bisa menjadi lebih besar setelah 2024.

Sejujurnya bisa dikatakan bahwa politisi muda di rentang usia 25-45 tahun saat ini tengah berada di depan gerbang wahana yang akan membawa mereka mengarungi dunia politik. Sebabnya sederhana saja. Regenerasi bukanlah sesuatu yang wajib. Regenerasi adalah sesuatu yang natural. Mau tidak mau, didesain maupun tidak didesain, regenerasi pasti terjadi. Tak terkecuali dalam dunia politik.

Berkaca dari fenomena tersebut, dengan aman bisa dikatakan bahwa kecakapan berkiprah dalam diri politisi muda menjadi syarat utama membangun semesta politik yang diidam-idamkan banyak orang dan sejauh ini belum terwujud; yaitu politik yang bermartabat dan berorientasi pada kesejahteraan. Apapun pilihan posisi yang mereka ambil dalam karir politiknya, tujuan kesejahteraan bagi semua orang tidak bisa dilepaskan dari perjalanan karir politik mereka.

Maka berkarir dalam politik pun membutuhkan literasi yang cukup. Dalam hal inilah Yayasan SATUNAMA berupaya mengambil peran melalui Program Civilized Politics for Indonesian Democracy (CPID). Salah satu kegiatan utama CPID adalah Sekolah Politisi Muda yang telah dihelat oleh SATUNAMA sejak 2015. Pada 2022, SPM telah meluluskan Angkatan V melalui Wisuda Sekolah Politisi Muda Angkatan V dan Diskusi Publik bertemakan Tantangan Kepemimpinan Politisi Muda dalam Pemilu 2024. Acaranya sendiri diadakan di Convention Hall Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Selasa (8/3/22). 

Menafsirkan Ulang Ideologi Politik.

Mengemuka dalam diskusi adalah tantangan politisi muda terkait dengan perhelatan Pemilu 2024. Salah satunya adalah tentang ideologi politik. Ideologi politik menjadi hal yang lumrah didiskusikan dalam berbagai diskusi bertemakan politik, termasuk soal ideologi partai politik sampai kepada ideologi individual politisi.

Secara lebih dalam hal tersebut diulas oleh Dr. Phil. Ahmad Norma Permata dalam diskusi yang terselenggara. Pengajar ilmu politik di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melihat bahwa seorang politisi bisa saja menafsirkan ulang isu yang terkait dengan ideologi partainya dengan manggunakan basis berpikir yang dimiliki tanpa mengubah atau menolak ideologi tersebut. Ahmad Norma Permata kemudian mencontohkan bahwa di Jerman pernah terjadi fenomena semacam itu.

“Caranya dengan berbasis isu. Tahun 80-an, di kalangan mahasiswa Jerman itu sedang tren isu yang terkait dengan lingkungan. Ada gerakan hijau yang lalu berubah menjadi partai hijau. Dulu ketika awal mereka muncul, isunya sempat menjanjikan, yaitu isu lingkungan dengan pendekatan kritis. Lalu seiring waktu, partai-partai lama di Jerman khususnya Partai Kristen Demokrat membangun argumen tandingan tentang isu lingkungan tidak berdasarkan argumen kritis tapi berdasarkan argumen agamis. Jadi mereka tidak menolak isunya, tapi menafsirkan ulang isu tersebut dengan basis yang mereka miliki.”  Kata Ahmad Norma.

Doktor Ilmu Politik ini kemudian menjabarkan bahwa upaya melakukan pendekatan perspektif dan argumen yang berbeda terhadap sebuah situasi juga bisa dilakukan oleh para politisi tanpa harus merasa bertentangan dengan platform partai. “Menafsir ulang platform yang sudah ada, menafsir ulang karakter yang sudah ada, menafsir ulang jargon-jargon yang ada. Dan disesuaikan dengan konteks historis, kontestasi dan sebagainya.” Lanjut Ahmad Norma.

Secara garis besar, Ahmad Norma menekankan bahwa ideologi bisa saja ditafsirkan ulang atau bahkan berubah jika dikaitkan dengan peluang masa depan politik. “Partai Sosialis di Jerman itu mengubah ideologi revolusioner menjadi non revolusioner melalui sebuah kongres. Jadi pergantian platform, pergeseran ideologi itu bisa. Karena kan melihat peluang masa depan politiknya seperti apa.” Kata beliau.

Namun sebelum sampai ke urusan utak-atik ideologi, menurut Ahmad Norma, para politisi di Indonesia, tak terkecuali politisi muda memiliki tugas untuk berpacu mencari platform politiknya masing-masing. Karena desain politik Indonesia lebih berpusat pada sosok dan bukan kepada ideologi sehingga membuat partai menjadi cenderung moderat.

“Akhirnya kontestasinya pun menjadi samar. Tidak jelas apakah lawan kita dalam pemilihan itu kontestan dari partai lain atau malah dari partai kita sendiri. Maka pencarian platform ini nanti harus menjadi kegiatan yang kolektif, dilakukan oleh semua aktor politik.” Tegas Ahmad Norma.

Sukses Politik Bukan Hanya Kemenangan Pemilihan.

Hal lain yang juga dikemukakan oleh Dr. Phil. Ahmad Norma Permata adalah terkait dengan kesuksesan politik. Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa pemilu adalah instrumen pokok dalam demokrasi elektoral. Meski tujuan dari penyelenggaraan pemilu adalah menemukan pemenang pemilu, namun sejatinya pemilu bukan hanya bicara soal pemenangan saja.

Pemilu juga menjadi ajang kapasitas di mana kapasitas kerja partai politik dalam sebuah kontestasi demokrasi diuji. Kalau sebuah partai bisa meloloskan kandidatnya dengan cara-cara yang bermartabat, itu tentu menjadi prestasi yang ikonik di dalam kegiatan politik yang energik. Karena kemenangan kandidat seharusnya merupakan sebuah cermin dari kerja seluruh elemen partai politik di mana sang kandidat bernaung.

Karenanya, Ahmad Norma Permata menyebutkan bahwa sukses aktor politik di dalam partai politik tidak hanya terletak dalam posisi menjadi calon kandidat dan menang pemilu. Beberapa peran lain pun tak kalah penting digagas sebagai kesuksesan politik.

Menurut Ahmad Norma, Partai politik punya tiga wajah. Pertama adalah Party on The Ground atau partai sebagai penggerak massa. Partai bisa melakukan mobilisasi massa karena mereka punya massa. Kedua adalah Party in Public Office. Partai melakukan kerja-kerja di ruang publik, berkiprah di legislatif atau eksekutif. Lalu ketiga adalah Party in The Headquarter. Aktor politik yang berkiprah di dalam partai politik untuk membangun partai politik.

“DPW, DPP, DPD, DPC, apapun namanya, ini juga merupakan ruang-ruang yang harus direbut. Ruang-ruang di mana aktor politik juga bisa mengaktualkan idealitasnya.” Kata Ahmad. Menurutnya, tiga sektor sukses politik ini harus mendapatkan porsi yang sama dalam perspektif membangun budaya politik yang bermartabat. Masing-masing harus memiliki strategi yang dapat mendorong aktor politik berkembang sesuai dengan kesejatian dirinya.

“Ini hal-hal yang juga harus direfleksikan oleh para aktor politik, termasuk politisi muda. Saya ini cocoknya ada dimana? Karena di sektor-sektor itu semuanya perlu orang-orang baru yang berwawasan untuk menyelaraskan kepentingan individu dengan kepentingan publik.” Demikian tutup Ahmad Norma Permata. [Penulis : A.K. Perdana/ Penyunting : Bima Sakti/Foto : A.K. Perdana]

Satu pemikiran pada “Menemukan Kesejatian Diri dalam Sukses Politik, Tantangan Politisi Muda Indonesia”

Tinggalkan komentar