Democracy Today: Politisi Muda dan Pendidikan Politik

e-Bulletin Edisi Oktober-Desember 2021

Editorial – Sekolah Politisi Muda (SPM) telah hadir sejak 2015 dan mengintervensi kurang lebih 85 politisi lintas partai. SPM secara spesifik beruapaya mencetak politisi berkualitas, berintegritas dan beretika. Salah satu bentuk pertanggung jawaban publik dengan mendorong peserta SPM mengartikulasilkan pemikirannya dalam esai politik bernas. Untuk itu Buletin “Democracy Today” hadir kembali menghimpun sejumlah tulisan politisi muda SPM.

Buletin edisi kali ini memuat lima esai yang ditulis oleh para calon wisudawan SPM Angkatan V yang telah menyelesaikan studinya di SATUNAMA. Sekilas tulisan-tulisan dalam buletin edisi kali ini bernada pesimis, mengonfirmasi antagonisme politik, dan mendukung persepsi negatif publik terhadap politik. Namun kelima tulisan berikut merupakan realitas sehari-hari yang dihadapi oleh politisi muda. Refleksi atas keberadaan politisi muda di tengah struktur politik dan ekosistem demokrasi hari ini. Hamidah, kader PKB Kabupaten Pangandaran menarasikan pengalaman politisi yang acapkali bersitegang antara idealisme dan pragmatisme politik. Ongkos politik yang mahal merupakan perspesi publik yang harusnya dipatahkan oleh politisi muda.Taufik Hidayat, PKB Pangandaran senada dengan rekan sejawatnya hendak mengatakan bahwasanya politik punya nilai luhur, sementara selama ini yang membuat kotor adalah oknum politisi yang tidak bertanggung jawab.

Sementara tulisan menarik dibagikan oleh Wedar Febi Cahyana, Nasdem Situbondo yang menggali keterhubungan sepak bola dan politik. Sebagai ceruk suara, supporter sepakbola seringkali terjerembab dalam pusaran politik praktik. Sebagai konstituen, pengalaman  pendukung sepak bola yang loyal dan fanatic hanya dijadikan kendaraan kekuasaan semata. Narasi Politik tidak selalu dilihat secara makro, konteks nasional. Namun penting juga melihat konteks politik lokal yang pastinya berkorelasi dengan politik Nasional. Andi Hapsari, politisi muda dari DPW Demokrat merefleksikan pengalaman pemuda Sulawesi Selatan dalam situasi politik lokal. Terakhir adalah tulisan Titi Patiha, kader PKB Yogyakarta yang tidak kalah penting menarasikan gagasan politik berkeadilan gender melalui pemberdayaan perempuan.

Kelima tulisan dalam buletin ini tidak sekedar refleksi keseharian ataupun artikulasi pengalaman politisi muda. Kelima tulisan ini merupakan medium politisi muda untuk berkomunikasi dengan konsituen. Harapannya tulisan-tulisan ini memberikan gambaran politisi yang berkualitas, berintegritas dan beretika. Selamat membaca! Salam Integritas!

Tim Redaksi
Pengelola SPM-SATUNAMA

Jabatan Politik MahalPeran Pemuda […]Perempuan Politik […]Suporter Bola dan Politik Praktis […]Politik Yang Ternoda

Jabatan Politik Mahal

Hamidah
DPC PKB Kabupaten Pangandaran

Mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pemilu presiden, pemilu legislatif dan Pemilu Kepala Daerah merupakan catatan penting sistem demokrasi dan keberadaan partai politik di indonesia. Dampaknya melahirkan praktik-praktik korupsi yang dilakukan oleh politisi atau pejabat yang terpilih. Keterpilihan mereka tidak ditentukan oleh kualitas dan kapabilitasnya sebagai seorang politisi melainkan ditentukan oleh seberapa besarnya isi tas (uang). Modalitas yang dikeluarkan sebelum mereka menjadi politisi dan pejabat adalah uang hasil usaha, atau uang hasil penjualan barang berharga mereka, lebih jauhnya lagi banyak yang sampai pinjam sama saudara atau kerabatnya.

Maka jangan heran apabila dikemudian hari para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu akan memanfaatkan jabatannya itu untuk mendapatkan keuntungan materi yang sebesar-besarnya dengan cara mengambil keuntungan dari program yang dijalankan. Sehingga ketika ada sebuah proyek hasilnya tidak maksimal karena memang sudah banyak kewajiban yang harus dibayarkan oleh si pelaksana kepada yang memiliki program. Dampaknya adalah output proyek tidak akan bertahan lama karena kualitasnya menjadi rendah.

Kegiatan tersebut dilakukan oleh para politisi dan pejabat dengan tujuan untuk mengembalikan ongkos politik selama masa kampanye sampai pemilihan yang terbilang cukup besar. Setidaknya modal politiknya kembali lebih jauh lagi adalah untuk memperkaya diri. Realitas ini disokong gaya hidup pejabat publik yang cenderung glamor dan matrelialistik. Pejabat harus tampak mewah, terlepas harta yang didapat hasil dari yang baik ataupun hasil dari kejahatan korupsi.

Kejahatan korupsi sampai kapanpun rasanya tidak akan pernah berakhir selama penentuan pemimpin masih disandarkan pada harta. Ketika ini dibiarkan maka rusaklah generasi kita dan peluang bagi yang punya kemampuan dan punya misi yang baik akan terkalahkan oleh mereka yang berharta.

Isu tersebut bukanlah hal yang baru dalam pemilu di Indonesia pasca reformasi, tapi seolah para pengawas pemilu menutup mata terhadap praktik tersebut. Asumsi ini didukung dengan fakta  jarang sekali ditemukan calon presiden, calon kepala daerah ataupun calon anggota legislatif yang didiskualifikasi karena  melakukan kecurangan money politic.

Realitas politik lokal dan nasional yang semakin tidak menunjukkan integritas disebabkan oleh beberapa persoalan mendasar. Salah satu hal yang perlu segera dikoreksi adalah ongkos politik yang mahal. Setidaknya terdapat empat sumber pengeluaran yang menyebabkan tingginya ongkos politik:

  1. Biaya pencalonan atau ongkos mahar politik partai
    • Dana kampanye meliputi
    • Pembuatan atribut kampanye
  2. Operasional Tim Pemenangan
  3. Dana konsultasi dan Survey politik
  4. Politik uang meliputi
    • Serangan fajar
    • Sumbangan sumbangan ke lembaga keagamaan

Kondisi seperti ini jelas ini tidaklah sehat bagi perkembangan politik di Indonesia, maka diperlukan cara pandang yang baru dari semua lapisan masyarakat supaya tatanan demokrasi di Indonesia terbangun dengan baik. Sampai hari ini masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang politik masih sangat minim. Sehingga wajar saja apabila demokrasi di Indonesia masih belum sempurna, maka menjadi tanggung jawab bersama untuk mencerdaskan pengetahuan politik masyarakat Indonesia.

Kepada para pembaca saya mengajak untuk memulai memahami apa tujuan kita berpolitik, serta mengetahui apa manfaat kita berpolitik. Berpolitik tanpa tahu tujuan dan manfaatnya maka akan menjadikan politik sebagai alat untuk kepentingan sendiri. Padahal berpolitik itu bisa bernilai ibadah dan bisa juga memiliki nilai dosa, hal inilah yang tidak disadari oleh masyarakat bahwa money politik adalah hal yang wajar dan biasa dan tidak ada unsur dosa. Maka perlu juga kita sebagai warga negara meningkatkan keimanan kita supaya tidak terjebak pada nafsu politik yang tidak seberapa. Memang saya nyatakan tidak seberapa coba saja kita hitung berapa nilai suara yang kita jual, misalnya saja kita jual suara kita dengan nominal Rp. 50.000 untuk jangka waktu lima tahun maka pertahun kita dibayar Rp. 10.000, perbulan kita dibayar Rp. 835.Dari perhitungan tersebut kita bisa melihat berapa sangat murah suara kita berikan kalau memang tujuannya adalah uang.

Tapi sebaliknya ketika kita memberikan suara kita didasarkan pada niatan yang baik niat yang ikhlas semata ingin mendapatkan pemimpin yang baik dan amanah, maka ketika tercipta pemimpin yang baik dan amanah maka kita juga mendapatkan pahala. Intinya jangan berpikir kalau berpolitik itu harus instan begitu memilih begitu mendapatkan uang. Tapi berpikirlah untuk kebaikan bangsa ini dikemudian hari. Bangsa ini adalah bangsa yang besar maka butuh orang-orang yang berjiwa besar yang mengurusnya supaya bangsa ini tidak rusak, bangsa kita rusak maka rusaklah generasinya generasi rusak maka tidak ada harapan untuk dapat menata kehidupan yang lebih baik, sebelum terlambat mari kita berpikir dan mencurahkan segenap kemampuan kita untuk bangsa dan negara kita tercinta. Mulai lah dari diri sendiri untuk berprilaku yang baik dalam menyikapi pemilu berikutnya ajak saudara dan kerabat kita untuk berbuat hal yang sama. Semakin banyak orang yang bergerak mengajak untuk kebaikan maka saya yakin Indonesaia akan menjadi negara yang memiliki demokrasi yang sehat.

Peran Pemuda Dalam Situasi Politik Lokal
Di Sulawesi Selatan

Andi Hasrawati
DPW Partai Demokrat Provinsi Sulawesi Selatan

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih atau mencapai suatu tujuan sebuah kekuasaan melalui suatu sistem baik secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Kita ketahui bersama bahwa sistem politik yang dianut oleh Negara kita saat ini adalah Sistem Demokrasi, lebih spesifik sistem demokrasi langsung di era reformasi yang penuh dinamika dalam proses dan implementasinya. Karena dalam implementasinya terdapat banyak dinamika khususnya antar pemerintah pusat dan daerah. Seperti yang akan kita bahas kali ini yaitu situasi politik lokal di Provinsi Sulawesi Selatan. Harusnya politik dapat menciptakan kekuasaan yang harmonis baik di masyarakat maupun di pemerintah secara demokratis dengan tujuan dasar menciptakan masyarakat yang adil dan makmur/menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat sesuai Pancasila dan UUD 1945.

Situasi politik lokal adalah situasi keadaan tertentu dalam suatu wilayah yang terjadi bisa melalui isu-isu politik yang memengaruhi identitas masyarakat di wilayah tersebut, sektor kehidupan maupun dalam situasi pemilihan kepala pemerintahan di wilayah tersebut. Hal ini banyak terjadi di Indonesia karena keberagaman dan sitem multi partai. Pilkda serentak menghadirkan dinamika politik lokal, beberapa mengarah pada polarisasi hingga konflik.

Provinsi Sulawesi Selatan menjadi lokus kedua kajian pengaruh politik identitas di Indonesia. Sebagai pintu masuk kawasan Timur Indonesia, Sulawesi selatan memiliki keragaman sektor yang menjanjikan. Baik itu dalam pengembangan manufaktur, investasi, pariwisata, komoditi pertanian dan hasil laut serta sektor lainnya. Kondisi ini menjadikan Provinsi Sulawesi Selatan menjadi lirikan yang seksi dalam situasi politik, perebutan kekuasaan dalam mendudukkan pemegang dan pembuat kebijakan. Fenomena politik identitas menjadi tantangan yang perlu di hadapi dan dicari solusi agar terjadi regenerasi kepemimpinan, karena dengan kondisi pemilih di Provinsi Sulawesi Selatan masih sangat rentan terjadi gesekan karena masih kurangnya edukasi politik atau biasa kita dengar dengan istilah melek politik dengan besarnya pengaruh situasi lokal. Kita perlu menciptakan demokrasi yang inklusif serta mebangun rasional publik, sehingga peran besar para elite politik disini sangat dibutuhkan agar terciptanya demokrasi yang positif dan sehat menuju kesejahteraan masyarakat.

Politik Lokal Sulawesi Selatan: Sebuah Tinjuan Awal

Politik lokal disuatu wilayah sangat bergantung dari sistem politik yang diberlakukan oleh pemerintah dan pihak penyelenggara disana, kultur budaya masyarakatnya, topografi wilayah, serta kesejarahan. Oleh karena itu sangat perlu perumusan masalah dalam mengkaji situasi di daerah tersebut, seperti :

  1. Melakukan pemetaan sosial politik
  2. Melakukan pemetaan karakteristik wilayah
  3. Melakukan pemetaan kultur budaya masyarakat termasuk mata pencaharian dan iklim.
  4. Mendorong masalah politik lokal ke pemerintah untuk dibahas bersama, sehingga dapat melahirkan suatu kebijakan dalam meningkatkan politik lokal sebagaimana mestinya sehingga dapat mendorong peningkatan efektifitas kinerja pemerintah di wilayah tersebut. 
  5. Mendorong lahirnya politisi muda yang paham akan situasi lokal daerahnya.
  6. Mendorong pemahaman mengenai edukasi politik dan sistem politik kepada masyarakat lokal.

Setiap perkembangan suatu Negara khususnya suatu wilayah tidak dapat lepas dari sistem politik yang diterapakan di wilayah tersebut. Seperti halnya di wilayah-wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, politik lokal dipengaruhi sejarah daerah, i sistem pemerintahan, dan kultur budaya masyarakatnya.

Seluruh elemen institusi sangat berperan penting baik itu Eksekutif, Legistatif, Partai Politik, Kelompok Kepentingan, Media Massa dan Masyarakat lokal dalam mewujudkan keharmonisan yang ingin dicapai. Interaksi di seluruh elemen terkait harus seimbang dan harmonis. Jika hal ini tidak terjadi maka dari hulu ke hilir tidak akan ada keseimbangan, di wilayah tersebut akan timbul suatu konflik yang berdampak baik secara horizontal maupun vertikal dalam hal roda pemerintahan. Salah satu dampaknya tidak akan melahirkan suatu regulasi yang sesuai dengan kondisi politik lokal di daerah tersebut. Hampir di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami hal seperti ini. Hilangnya fungsi-fungsi kontrol sosial dalam segala aspek. Dimana dalam setiap subsistem tingkat peran dan kinerja sangat ditentukan oleh kerja sama yang baik oleh para elit-elit politik lokal dan tidak terlepas dari kesejarahan wilayah tersebut. Kenapa demikian? Karena ini akan sangat mempengaruhi lahirnya karakteristik pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah tersebut sesuai cita-cita dan tujuan yang sesuai dengan kultur di wilayah tersebut.

Penguatan politik lokal harus diberi ruang khusus, ini sangat besar dampak ke situasi politik pusat, baik dalam konteks sistem menjalankan dan menerapkan pola roda pemerintahan, pembangunan disegala bidang maupun dalam konteks melaksanakan suatu pemilihan umum atau kontestasi politik baik di tingkat pusat maupun daerah. Seperti Pemilu 2024 yang akan di selenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa peran dominan pusat melalui kebijakan-kebijakan sentralistik secara umum masih dari terpusat di Jakarta. Seperti halnya dalam hal penentuan calon kepala pemerintahan dan latar belakang calon pemerintahan tanpa melihat kultur budaya dan kesejarahan wilayah tersebut. Ini sangat berdampak dalam proses perkembangan dan pembangunan wilayah tersebut. Baik pembangunan masyarakat maupun percepatan pembangunan di sektor lainnya. Itulah mengapa situasi politik lokal harus mendapat perhatian khusus.

Partisipasi Politisi Muda dalam Politik Lokal

Dalam situasi kondisi politik lokal ada elemen penting yang tak kalah berpengaruh yang terkadang tersisihkan, dalam artian nampak namun tidak tersentuh dan tidak terfungsikan dengan baik. Elemen ini memiliki pertumbuhan grafik yang sangat pesat khususnya dalam pemetaan partisipasi politik, yaitu kaum muda yang lebih kita kenal saat ini dengan sebutan generasi milenial (lahir antara 1980-1995) dan generasi zero (lahir 1996). Kaum Muda dan Partisipasi Politik. Ini kalimat yang sudah tidak asing lagi dan saat ini menjadi hal yang seksi dan penting untuk dibahas. Mengapa demikian? Saya selalu menyebut bahwa kaum muda merupakan agen perubahan dalam proses demokrasi. Partai politik tidak lagi bersifat eksklusif, namun telah bertransformasi memberi ruang yang cukup besar dan terbuka kepada kaum muda menjadi seorang politisi muda dalam mengapresiasikan diri, potensi dan bakatnya dalam dunia politik. Ide-ide dan gagasan mereka mengikuti perubahan jaman dan cukup pantas untuk didengar. Partai politik sangat tepat menjadi wadah untuk menampung dan merealisasikan ide-ide mereka dimana fungsi partai politik sebagai pilar dalam mendorong dan melahirkan suatu arah kebijakan. Oleh karena itu kaum muda yang menjadi Politisi Muda merupakan bagian penting dalam barisan demokrasi kita. Khususnya pada program pemerintah dalam membangun anak muda dan revolusi mental, ini merupakan tantangan yang sangat besar dan menarik untuk dikaji. Terutama dalam kaitannya dengan kondisi politik lokal dalam suatu wilayah yang sedang mengadakan kontestasi politik.

Partisipasi politik kaum muda yang kita sebut mereka generasi milenial dan generasi zero suaranya diharapkan mampu mempengaruhi arah kebijakan pemerintah baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung mampu memberikan masukan terhadap pemangku kebijakan dalam implementasi kebijakan publik. Jejak sejarah Bangsa ini merekam peran serta kaum muda sangat besar dalam proses kemerdekaan Negara Republik Indonesia, bukan latah politik yang menjadi fenomena baru. Artinya kaum muda memang mampu menjadi tonggak perubahan dalam dunia politik khususnya dalam proses berdemokrasi, selain itu kaum muda merupakan kelompok demografis potensial dalam pemilu. Sehingga salah satu yang penting bagi seorang politisi muda adalah pendidikan politik, baik yang diselenggarakan di internal maupun eksternal partai. Ini akan menjadi bekal dan senjata dalam menapaki proses di dunia politik. Dalam pendidikan politik politisi muda dapat memeroleh ilmu pengetahuan mengenai ilmu politik dan nilai politik, demokrasi, kepemimpinan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lain sebagainya yang akan menjadi variable penting dalam melahirkan suatu kebijakan publik.

Pemilu merupakan waktu yang tepat bagi politisi muda dalam menunjukkan kapasitas di ruang publik dalam proses merebut kursi kepemimpinan baik di lingkup legislatif maupun eksekutif. Proses perjalan itu tentu tidaklah mudah, begitu banyak tantangan politisi muda untuk berkiprah dalam kanca dunia politik ketika diperhadapkan dalam situasi lokal. Seperti ruang lingkup pemangku kebijakan baik di legislatif, eksekutif maupun unsur pimpinan partai politik, tokoh adat, tokoh agama dan ketokohan dalam suatu daerah serta elite pemodal masih didominasi oleh kaum generasi Boomers (1965-1979). Hal inilah yang membuat regenerasi kepemimpinan tidak berjalan dengan semestinya dan tentu untuk mendobrak semua hal tersebut yang paling penting dilakukan oleh politisi-politisi muda adalah bagaimana cara mensinergikan diri dengan kondisi situasi lokal tersebut. Kaum muda harus lebih matang dan inovatif, hadir sebagai politisi muda yang cerdas, berintegritas dan santun. Tumbuhnya kepercayaan diri mereka sudah mampu memimpin orang yang lebih tua, mereka sudah berani menerobos stigma-stigma sosial bahwa anak muda tidak mampu untuk memimpin. Mereka berpacu dengan waktu dan menetaskan diri sebagai embrio baru yang matang dan siap untuk bertumbuh. Sudah saatnya generasi Boomers memberi peluang dan mempertaruhkan aspirasinya kepada kaum muda yaitu politisi muda. Generasi muda dianggap dapat membawa suatu perubahan yang lebih baik, anak muda bisa melakukan perubahan secara koherensi dan signifikan, serta memiliki bekal public speaking yang baik. Tentunya ini dilandasi dengan pendidikan politik yang baik mewujudkan sistem politik yang baik dan demokratis. Dengan adanya banyak tantangan-tantangan tersebut kita dapat melihat sejauh mana kesiapan untuk masuk kedalam ruang-ruang pemangku kebijakan terkait kondisi lokal.

Politisi muda lebih mudah mendapat ruang untuk masuk ke kaum muda milenial dan generasi zero, karena adanya pola pemahaman yang sama baik dalam berinteraksi maupun dalam aktualisasi dunia digital. Pendekatan ini lebih mudah sesuai dengan dunia anak muda. Kaum muda sifatnya lebih senang berkelompok,berjejaring dengan komunitas-komunitas yang sesuai identitas diri mereka. Komunitas lokal yang paling identik adalah pemuda yang tergabung dalam komunitas berdasarkan perspektif adat dan budaya, komunitas pemuda yang berdasarkan rumpun, komunitas pemuda yang berdasarkan hobi atau kegemaran seperti olah raga dan seni budaya. Berbicara mengenai komunitas di kalangan kaum muda ulasannya akan panjang terkait dalam hal pemilihan dalam kontestasi politik mengenai siapa yang akan menjadi sosok pilihan atau warna dan bendera apa yang akan dipilih dalam menggunakan hak pilihnya/hak suara. Salah satunya yaitu karena begitu kentalnya mereka dengan adat budaya sehingga siapa pun yang akan diusung maka itu akan menjadi satu komando tanpa perlu lagi ada musyawarah dalam artian tidak perlu lagi ada kompromi, serta secara vokal lebih terbuka dan transparan. Sedangkan pemilih yang lainnya lebih bersifat tertutup dan rahasia. Rata-rata pemilih yang sifatnya terbuka justru lebih rasional dibanding yang tertutup dan lebih cenderung pragmatis, karena jumlahnya jauh lebih sedikit.

Cara menyampaikan aspirasi kaum muda saat ini masih menggunakan cara-cara lama tetapi sudah dimodifikasi sehingga ada kesan model baru dengan kata modern. Bagi kaum muda yang tergabung dalam satu komunitas mereka menyampaikan aspirasinya melalui forum-forum diskusi dengan materi bermuatan lokal.  Dalam situasi tertentu mereka juga akan meluangkan waktu dalam forum-forum diskusi terkait isu-isu nasional, namun hanya terbatas saja. Selain menyampaikan aspirasi dalam sebuah forum diskusi publik, tidak sedikit dari komunitas pemuda menyampaikannya dalam bentuk demonstrasi itupun hanya demonstrasi jalanan yang biasanya ada aktor dibalik itu. Mereka bergerak berdasarkan aktor, pesanan, dan kasuistik. Pemilih muda dan pemilih pemula merupakan ladang suara yang sangat menarik untuk digarap pada kontestasi tahun 2024 mendatang apa lagi jika ditarik dalam situasi lokal daerah. Walaupun kita tahu pada kontestasi 2019 kemarin partisipasi pemilih pemula sangat rendah. Pemilih pemula masih alergi dengan dunia politik,  mereka masih menganggap bahwa politik bukan sesuatu yang menarik dan tidak dapat menghasilkan uang secara tetap dan cepat. Mereka lebih senang mengamati atau sedikit tertarik ikut dan hadir dalam ruang diskusi publik, namun tidak berminat tergabung ke dalam politik praktis. Hal ini terjadi karena minimnya edukasi politik serta sosialisasi yang kurang. Dalam kepengurusan internal partai politik lima tahun terakhir ini telah terisi hampir setengah dari bidang kepengurusan oleh kaum muda dan tidak sedikit diantaranya yang menjadi politisi muda yang dipersiapkan untuk maju dalam perhelatan kontestasi politik di tahun 2024 mendatang. Partai juga menyiapkan wadah seperti sekolah politik baik yang diselenggarakan di internal partai maupun di eksternal partai untuk meningkatkan kapasitas potensi diri bagi seluruh kader. 

Kesimpulan

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengalami perubahan situasi politik lokal dari waktu kewaktu tergantung dari situasi politik pusat, partai yang memerintah dan latar belakang pemimpin di setiap kabubaten dan kota di tiap wilayah tersebut. Perubahan sistem politik sangat membawa perubahan yang signifikan disetiap daerah di Provinsi Sulawesi Selatan sesuai warna politik pusat dan lokal, yang harusnya mampu mengafirmasi keberagaman dan potensi di setiap daerah.

Situasi politik lokal yang sehat dapat menyediakan wadah dalam mengedukasi masayarakat baik masayarakat lokal maupun pelaku politik dan media massa dalam setiap iklim politik yang terjadi baik di pusat maupun di seluruh daerah, karena akan saling berhubungan dan menjalankan peran masing-masing secara efektif.   

Segalah sesuatu tentu tidaklah mudah namun perlu bersungguh-sungguh diupayakan untuk melahirkan kerangka logis terkait situasi politik lokal daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Maka dari itu kita perlu melakukan :

  1. Penguatan pemahaman akan situasi lokal yang terjadi
  2. Hubungan harmonis antara seluruh elemen pemerintahan
  3. Meningkatkan hubungan harmonis antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat
  4. Perlunya mengawal dan memfasilitasi regulasi yang terkait situasi politik lokal
  5. Memperkuat peran serta kelembagaan-kelembagaan lokal dan masyarakat terhadap kultur budaya di setiap daerah.
  6. Mendorong lahirnya regenerasi politik yang mampu merangkul situasi iklim politik di setiap kabupaten/kota.
  7. Meningkatkan peran kaum muda dalam dunia politik yang bersifat demokrasi.

Perempuan Politik:
Jalan Terwujudnya Kesejahteraan Berkeadilan Gender

Titi Patiha
DPW PKB Yogyakarta

Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap kebijakan berprespektif gender. Pelbagai kebijakan belum mampu merespon masalah utama perempuan dan isu kesetaraan gender. Inilah pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia.

Partisipasi perempuan Indonesia masih di bawah 30%. Masih jauh jika dibandingkan dengan suara perempuan yang lebih banyak dari suara laki-laki dalam pemilu 2019 yakni sebanyak 92.929.422 pemilih perempuan dan 92.802.671 pemilih laki-laki (katadata.co.id).

Upaya dan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan gender dengan terus untuk mengupayakan kuota 30% perempuan di parlemen serta mengikis ketimpangan gender dalam politik yang masih didominasi oleh laki-laki.

Tujuannya dari peningkatan keterwakilan perempuan dalam partisipasi politiknya. Peningkatan kualitas perempuan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan politik baik diparlemen maupun dilembaga-lembaga lain juga menjadi urgen guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender.

Peningkatan keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif terdapat dua metode. Pertama berbasis pendidikan politik melalui peningkatan kapasitas politisi perempuan, serta mendorong perempuan berperan aktif di kepengurusan partai dan politik elektoral sebagai calon anggota legislatif. Metode ini sudah dilakukan melalui skema kemitraan, contohnya adalah program politik Sekolah Politisi Muda (SPM) dan Sekolah Politisi Perempuan (SPP) yang diselenggarakan Yayasan Satunama. Kedua, metode berbasis sosialisasi dengan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya keterwakilan perempuan dengan berbagai saluran secara konvensional tatap muka maupun digital, di lembaga-lembaga legislatif maupun eksekutif.

Mengapa peningkatan partisipasi perempuan dalam politik sangat penting? Keterlibatan perempuan penting dalam pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan substansial. Selain itu, menjamin penguatan demokrasi melalui produk undang-undangan yang berpihak pada kesejahteraan perempuan dan anak. Oleh karena itu perlu di dorong penyelesaian rancangan Perpres tentang Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif. Keterwakilan perempuan yang diatur untuk lembaga legislatif, keterwakilan perempuan tidak hanya di Lembaga legislatif tetapi juga eksekutif dan yudikatif. Diharapkan memberikan akses perempuan untuk berpartisipasi setara dalam pembangunan. Sebagaimana di cantumkan dalam RUU Kesetaraan Gender yang di gagas oleh pemerintah.

Pemberdayaan Perempuan untuk Kemajuan Bangsa

Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Sebagaimana prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020-2035, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jumlah penduduk produktif berusia 15-64 tahun lebih besar jika dibandingkan dengan usia tidak produktif berusia di atas 64 tahun. Penduduk usia produktif diperkirakan akan mencapai 67,9% dari total jumlah penduduk yang kira-kira akan mencapai 305,6 juta jiwa, terdiri atas 151,3 juta jiwa perempuan dan 154,3 juta laki-laki. Adapun persentase anak usia 0-14 tahun diprediksi mencapai 21,5% atau setara 65,7 juta jiwa. Ini artinya pada tahun 2035, persentase perempuan dan anak mencapai kurang lebih 71% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah perempuan dan anak yang cukup besar ini merupakan tantangan dalam menentukan arah dan kebijakan yang berkeadilan gender dan ramah anak. Mengingat posisinya sebagai pelaku, sekaligus pemanfaat hasil pembangunan. Dengan persentase mencapai 71% dari total jumlah penduduk, sudah sewajarnya pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak menjadi prioritas dalam setiap tahap pembangunan. (mediaindonesia.com; 2021)

Urgensi pemberdayaan perempuan dalam kehidupan berbangsa sudah seharusnya menjadi kepentingan bersama. Ini menjadi pekerjaan besar bagi semua elemen bangsa. Perempuan tidak hanya menjadi obyek, namun bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan skala nasional hingga tingkat lokal di desa-desa. Kesejahteraan sebuah masyarakat bangsa semestinya dimulai dari kesejahteraan perempuan dan anak.

Inti dari pemberdayaan perempuan sebagai jalan kemajuan bangsa adalah pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan begitu erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa. Pembangunan perempuan akan memastikan keberlanjutan pembangunan sekaligus penopang dalam kemajuan bangsa di masa yang akan datang.

Saat ini pemerintah Indonesia sedang membidik empat sektor utama yang menjadi target pemberdayaan perempuan, yakni di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta terkait pencegahan kekerasan. Selain tentu saja perlunya disiapkan langkah strategis untuk mengatasi isu pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, sekaligus mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s), terutama tujuan kelima yaitu kesetaraan gender.

Sejauh ini perempuan sudah mampu membuktikan keikutsertaannya di dalam proses pembangunan. Namun demikian kesempatan yang lebih luas perlu diberikan bagi perempuan di masa yang akan datang, baik oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan seluruh stakeholder terkait agar kontribusi yang diberikan dapat lebih optimal. Berbagai upaya pemberdayaan perempuan penting dilakukan untuk terus meningkatkan kapasitas perempuan agar semakin tumbuh kepercayaan diri sehingga kaum perempuan dapat ikut berpartisipasi serta berkiprah dalam semua lini pembangunan di Indonesia.

Perempuan Politik Sebagai Aset Bangsa

Sudah seharusnya perempuan berpartisipasi aktif membangun bangsa dan negara melalui jalur politik. Oleh karena itu, perempuan politik merupakan aset besar milik bangsa yang harus terus memajukan diri secara kuantitas maupun kualitas. Perempuan harus melek politik sehingga pada saatnya nanti akan mampu berjuang bersama-sama laki-laki di jalur politik bukan bersaing tapi bersanding bersama-sama untuk memajukan bangsa. Bukan plitik subordinat tapi untuk di politik kesataraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perempuan dalam politik bukan menjadi ancaman bagi laki-laki tapi rekanan yang memberikan warna dalam dunia politik dan pengambilan keputusan politik di ruang public. Angka 30% ini didasarkan pada hasil penelitian PBB yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30% memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga publik.

Sebagai salah satu aset bangsa perempuan saat ini memang masih perlu diasah kemampuan, perlu upaya serius untuk meningkatkan kompetensi dan integritas perempuan yang terjun politik praktis. Salah satunya lewat pelatihan kepemimpinan dan peningkatan kapasitas perempuan dalam dunia politik. Pelatihan-pelatihan kepemimpinan perempuan, advokasi, dan lain-lain seperti yang dilakukan Yayasan Satunama. Pelibatan perempuan di dalam kebijakan publik, perlu konsisten untuk mewadahi gerakan perjuangan perempuan politik dalam membuat setiap gerakan. Memberikan pemahaman bahwa kehadiran perempuan politik sangat penting. Anggapan perempuan hanya berada di wilayah domestik sudah tidak relevan.

Harus ada apresiasi dan penghargaan serta penghormatan atas keberanian perempuan untuk terjun di dunia politik. Dan harus ada upaya secara luas dalam memberikan pemahaman kepada perempuan untuk berani tampil ke publik menyumbangkan pikiran positifnya untuk membangun bangsa. Partai politik saat ini sudah saat nya memberi ruang terhadap kader perempuannya ke ranah yang lebih luas dan publik. Karena perempuan yang berani tampil di dunia politik merupakan perempuan hebat yang berhasil membagi waktu antara karier dan keluarga. (Nurhasanah, 2020)

Anomali itu bernama Politik Dominasi

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Indonesia memiliki ratusan kelompok etnis, dan setengah dari populasinya adalah perempuan. Namun penelitian menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia didominasi oleh politikus laki-laki yang mayoritas berasal dari pulau Jawa. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar kandidat yang terpilih selama pemilihan umum (Pemilu) tahun 2014 adalah pria Muslim yang berstatus menikah dan berusia antara 40 hingga 60-an tahun. Mereka sebagian besar tinggal di Jawa dan mengenyam pendidikan tinggi (universitas).

Kecenderungan ini telah membuat perempuan enggan memasuki politik karena sistem cenderung memprioritaskan laki-laki. Dan sistem politik yang masih didominasi oleh laki-laki membuat perempuan masih memiliki representasi yang rendah dalam parlemen. Hal lain yang menjadikan kelanggengan politik dominasi ini adalah sistem parlemen yang kurang inklusif juga mengakibatkan laki-laki dalam rentang usia tertentu dan dari suku tertentu yang dimulai dari sejak pencalonan anggota legislatif.

Politik dominasi ini tentu saja merugikan perempuan, kalau dicermati rasio keterwakilan perempuan di parlemen nasional di Indonesia masih berada di bawah dari kebijakan kuota 30%. Kebijakan yang diperkenalkan pada tahun 2004 mengharuskan partai politik untuk mencalonkan perempuan setidaknya 30% dari total kandidat. Kecilnya jumlah kursi perempuan di DPR menunjukkan bahwa kebijakan kuota gender tidak efektif mendongkrak tingkat keterpilihan perempuan.

Beberapa elit partai membela keputusan mereka yang mencalonkan lebih banyak pria daripada perempuan dengan alasan bahwa kandidat perempuan berkualitas saat ini semakin sulit ditemukan. Elektabilitas perempuan yang relatif rendah.

Pilihan ini terlihat ketika partai-partai cenderung menempatkan kandidat laki-laki di nomor urut teratas di kertas suara, sementara calon legislatif perempuan ditempatkan di nomor-nomor yang lebih rendah. Secara statistik, bisa dilihat bahwa semakin rendah seorang kandidat ditempatkan di kertas suara, semakin kecil kemungkinannya untuk menang. Setiap satu nomor lebih rendah dari puncak daftar calon legislatif, peluang untuk menang merosot sebanyak 63,5%.

Realitas menunjukkan bahwa dari keseluruhan kandidat perempuan yang terpilih dalam pemilu 2014, 47% dicalonkan sebagai kandidat nomor satu. Dari kandidat laki-laki yang terpilih, 65% menempati nomor urut satu. Karena partai politik cenderung mencalonkan politikus laki-laki di posisi teratas, ini menciptakan kerugian yang signifikan bagi politisi perempuan.

Tren lain yang patut dicermati adalah sebagian besar kandidat perempuan terpilih memiliki keterkaitan dengan petahana. Hampir setengah dari mereka menikah atau memiliki hubungan keluarga dengan para pemimpin politik (laki-laki). Ini mengindikasikan bahwa laki-laki masih mengendalikan dan mendominasi politik dan banyak perempuan tidak bisa menang tanpa dukungan dari politisi laki-laki. Indikasi ini sebanarnya bukan dijadikan alasan untuk masih mendominasi tapi untuk membuka kesempatan yang lebih luas terhadap perempuan karena perempuan mampu untuk menjadi pemimpin yang tentu saja bekerjasama dengan laki-laki saling memberikan support positif dalam pengambilan keputusan publik.

Hal ini tidak hanya merusak partisipasi perempuan dalam politik, tetapi juga dapat meneguhkan oligarki politik dominasi. Oligarki politik adalah sistem politik di mana sejumlah kecil elit partai dan keluarganya mendominasi proses pengambilan keputusan di DPR. Karena mayoritas elit partai adalah laki-laki, hal ini dapat semakin merusak partisipasi perempuan dalam sistem politik negara (Ella S. Prihatini;2019).

Oleh karena itu dominasi politik laki-laki sudah harus segara disingkirkan perlu niat baik berbagai pihak untuk mengeliminasi politik dominasi ini dari Bangsa Indonesia dan digantikan menjadi politik yang lebih mengedepankan kesetaraan, inklusif dan terbuka bagi partisipasi perempuan secara lebih luas dan masif.

Dalam kacamata politisi seringkali dianggap politisi perempuan adalah “musuh” bagi laki-laki sehingga pelanggengan dominasi menjadi syah bagi politisi laki. Frame seperti sudah seharus nya diubah bahwa perempuan dan mitra kerjasama dalam pengambilan keputusan publik yang memberikan warna yang indah di setiap keputusan yang diambil.

Partisipasi Politik Perempuan untuk Kemajuan Bangsa

Partisipasi perempuan Indonesia dalam Parlemen masih sangat rendah. Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.

Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.

Keterwakilan perempuan Indonesia masih di bawah 30%. Pentingnya peningkatan keterwakilan dan partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan substansial. Selain itu, menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik. Penyelesaian Rancangan Perpres tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif harus segara di dorong untuk menjadi aturan yang baku.

Tujuan utama dari Rancangan Perpres Grand Design tersebut agar dapat meningkatkan keterwakilan perempuan dalam partisipasi politiknya. Peningkatan kualitas perempuan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan politik di parlemen guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan gender. Rancangan Perpres Grand Design tersebut menjadi kabar baik dan angin bagi para perempuan yang ingin berpartisipasi dalam dunia politik yang ingin langsung mewakili aspirasi dari kaum perempuan. 

Ada beberapa metode pelaksanaan dari Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan yaitu berbasis pendidikan politik dan sosialisasi. Dalam pelaksanaan Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif terdapat dua metode yaitu berbasis pendidikan politik dengan melibatkan perempuan berperan aktif di kepengurusan partai dan pemilu sebagai calon anggota legislatif. Sedangkan metode berbasis sosialisasi yaitu Kementerian dan Lembaga melakukan sosialisasi mengenai pentingnya keterwakilan perempuan dengan berbagai saluran secara konvensional tatap muka maupun digital terhadap para elit partai politik yang masih didominasi oleh laki-laki.

Perempuan Tangguh Berdaya untuk Indonesia Maju

Jargon diatas bukan tanpa makna dan perjuangan yang merupakan pilihan tema dalam pada peringatan Hari Ibu sebagai gambaran dari perempuan tangguh di Indonesia yang diperingati setiap pada 22 Desember setiap tahunnya. Peringatan tersebut didasari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 yang juga bertepatan dengan ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia. Dipilihnya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu bukan tanpa alasan. Hal tersebut mengacu pada hari pertama Kongres Perempuan Indonesia I, yaitu 22 Desember 1928.

Hari Ibu merupakan momen peringatan pergerakan perjuangan perempuan Indonesia yang ditandai dengan Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut menjadi tonggak perjuangan kaum perempuan untuk kembali mengukuhkan semangat dan tekad bersama dalam mendorong kemerdekaan Indonesia. Tema sentral pembahasan yang diangkat adalah memperjuangkan hak perempuan dalam perkawinan, melawan perkawinan anak dibawah umur, poligami, dan pendidikan perempuan.

Dalam sejarah dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.

Jadi bukan sekedar sebagai pendukung, kaum perempuan terlibat aktif, baik di belakang, di tengah, bahkan di garda terdepan untuk terus berjuang. Tenaga, pikiran, darah, bahkan hingga nyawa telah disumbangkan. Tidak ada kata lelah, para perempuan hebat ini terus berkorban bukan saja bagi dirinya sendiri, melainkan demi kepentingan keluarga, lingkungan, masyarakat, bahkan bangsa dan Negara.

Partai politik yang demokratis dan inklusif adalah sebuah keniscayaan. Dalam dunia politik para elit politik sudah saat nya untuk membuka kran-kran perubahan yang niscaya, untuk kemajuan internal partai politik itu sendiri bukan individu-individu dari elit politik. Partai politik yang merupakan mesin demokrasi harus memulai untuk menjalankan partainya secara demokratis, inklusif, modernis, dan efektif dalam menghadapi perubahan yang terjadi di luar partai. Sudah seharus partai politik sebagai pilar demokrasi yang harus menjalan sistem yang demokratis, memberikan kesempatan yang seluas-luas nya dalam kesetaraan gender. Tidak akan ada Demokrasi tanpa demokrasi internal partai (Abdul Ghafar Karim).

Inklusifitas partai politik membuka selebar-lebarnya partisipasi perempuan baik dalam pengambilan keputusan internal partai maupun dalam membuat kebijakan publik di parlemen. Pemerintah saat ini juga sudah membuka kesempatan itu kalau kita lihat beberapa lembaga Negara yang sudah mulai membuat pengarusutamaan gender dalam aktifitas kerja lembaga-lembaga eksekutif melibatkan perempuan di beberapa tingkatan pejabat-pejabat Negara. Ke depan diharapkan lebih memberikan ruang yang luas bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik sehingga politik dominasi bisa hilang dari Bangsa Indonesia untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama Bangsa.

Masihkah Suporter Sepak Bola
Menjadi Kendaraan Mewah Politik Praktis?

Wedar Febi Cahyana
DPD Partai Nasdem Situbondo

Kita sangat tahu dan paham benar bahwa sepak bola adalah salah satu olahraga yang paling digemari di penjuru dunia. Bahkan di beberapa negara sepak bola sudah dianggap sebagai “agama” sampai-sampai masyarakatnya lebih memilih menonton sepak bola daripada harus beribadah. Sepak bola sangat menghipnotis penggemarnya, terbukti banyak sekali kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi karena sepak bola.

Bagaimana dengan Indonesia? Di negara tercinta kita ini, sepak bola merupakan olahraga paling digemari dan menjadi olahraga paling populer. Sepak bola selain menjadi hobi juga merupakan hiburan murah meriah bagi masyarakat. Baik dari lapisan masyarakat biasa sampai tokoh masyarakat bahkan artis menggemari olahraga ini. Kegemaran mereka bisa karena memang suka sepak bola ataupun karena bisnis yang menggiurkan di dunia sepak bola. Yang terbaru, banyak artis dan pengusaha berbondong-bondong melirik bisnis sepak bola tanah air sebagai salah satu dari rangkaian bisnis mereka.

Sebegitu seksikah sepak bola nasional? Secara bisnis harusnya memang seksi apabila dikelola secara benar. Apakah jika dikaitkan dengan politik praktis juga begitu seksi? Jawaban iya, sepak bola dan suporternya masih menjadi salah satu “biduan seksi” yang sangat digemari. Sudah banyak penulis yang membahas keseksian dunia sepak bola bagi politikus, dan banyak juga kritik-kritik yang akhirnya muncul akibat janji-janji politik yang kemudian tidak dapat ditepati oleh calon-calon yang terpilih.

Sepak Bola Dan Politik Praktis

Sepak bola dan politik praktis adalah dua dunia yang berbeda, bahkan dari segi aturan pun. Federasi sepak bola dunia  (FIFA) melarang politisasi dalam sepak bola. Bahkan FIFA melarang anggotanya mendapatkan intervensi dari pemerintah negaranya dalam pengelolaan organisasi. Sehingga anggota FIFA bisa lebih independen dan mengikuti semua aturan FIFA sebagai organisasi internasional.

Akan tetapi masih banyak peristiwa-peristiwa di dunia sepak bola internasional yang berhubungan dengan politik yang akhirnya berujung tindakan hukuman kepada pelakunya, baik pesepak bola maupun klub atau bahkan negara (tentunya yang terdaftar sebagai anggota FIFA). Sebagai contoh, kejadian provokatif defender Kroasia Domagoj Vida yang video rekamannya berisi kalimat dukungan kepada Ukraina, dia mengucapkan “Kemenangan untuk Ukraina”, pada saat itu kondisi Rusia-Ukraina sedang memanas. Contoh lain Banned yang diterima oleh PSSI yang tidak dapat mengikuti kompetisi level tim nasional dan klub akibat intervensi pemerintah  dalam penetapan ketua umum PSSI.

Dalam perjalanan sepak bola dunia, sejak klub tertua Sheffield FC berdiri pada tahun 1857 di South Yorkshire, Inggris. Sepak bola tidak lepas dari pergerakan-pergerakan, baik pergerakan ekonomi, sosial, budaya bahkan pergerakan politik. Kampanye-kampanye solidaritas sering muncul dalam pertandingan-pertandingan sepak bola. Terdengar sangat kontradiksi memang dengan statuta FIFA sebagai federasi tertinggi sepak bola di dunia. Aksi solidaritas suporter Indonesia kepada Palestina sebagai contoh, atau cuitan Mezut Ozil tentang diskrimasi China terhadap Uighur. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Larangan FIFA itu bertujuan menjaga independensi organisasi dan pertandingan sepak bola dari intervensi pihak lain atau bahkan negara. Tujuan FIFA adalah untuk menjaga sportifitas pertandingan sepak bola sebagai olahraga dan juga sebagai hiburan bagi masyarakat umum.

Di Indonesia sendiri, sepak bola merupakan alat pergerakan perjuangan. Tan Malaka memiliki pendapat bahwa sepak bola adalah sebuah alat perjuangan, dan beliau menganalogikan sebuah pertandingan sepak bola sebagai cara untuk mengenali sebuah kelompok atau golongan. Berdirinya PSSI pada 19 April 1930, yang di komandoi oleh Ir Soeratin Sosrosoegondo merupakan bentuk upaya perjuangan politik menentang penjajah, yang pada saat itu sudah memiliki organisasi sepak bola di Indonesia Bernama NIVB (Nederlandsch Indische Voetbal Bond). Berdirinya PSSI pada tahun tersebut dikarenakan keinginan masyarakat pribumi untuk mendapat hak yang sama dalam pertandingan sepak bola, karena pada masa itu sepak bola merupakan olahraga yang dikuasai oleh Belanda dan tidak semua penduduk pribumi diperbolehkan untuk bergabung dalam klub sepak bola Belanda. Selain itu, berdirinya PSSI juga bertujuan untuk mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia yang cinta dan menggemari sepak bola.

Dalam dunia politik praktis, sepak bola juga memiliki peranan yang cukup penting, contoh nyata seperti Perdana Menteri Italia periode tahun 1994-1995 dan berlanjut tahun 2001-2005 Silvio Berlusconi yang juga merupakan pemilik klub AC Milan (sejak 1986 sampai 2004) menggunakan kekuatan sepak bola yang dia bangun untuk dapat meraih simpatisan partai yang dia pimpin (Forza Italia) hingga membawanya menjadi perdana Menteri Italia. AC Milan dia pimpin sejak tahun 1986 dan menjadi klub paling ditakuti di Italia bahkan eropa selama kekuasaan Silvio. Trio Belanda (Gullit – Van Basten – Rijkaard) lahir pada masa jabatannya. Contoh yang lain, bintang AC Milan tahun 90an yang berasal dari Liberia, George Oppong Weah saat ini menjadi presiden terpilih Liberia, salah satu faktornya adalah popularitasnya di dunia sepak bola. Weah dianggap pahlawan bangsa karena menjadi satu-satunya orang Afrika yang bisa memenangkan Ballon D’or (penghargaan paling prestisius bagi pesepak bola).

Di Indonesia, banyak sekali contoh-contoh nyata keterlibatan sepak bola di dalam dunia politik. Edy Rahmayadi (mantan Ketua Umum PSSI), dalam pencalonannya sebagai Gubernur Sumatera Utara, menggandeng PSMS Medan. Sejak tahun 2016 Edy Rahmayadi tercatat sebagai Dewan Pembina PSMS Medan. Ery Cahyadi, Walikota Surabaya, sampai perlu bertemu dengan presiden persebaya Surabaya selama masa kampanye untuk dapat menarik simpati bonek. Anies Baswedan, mengunjungi kelompok suporter Persija dan Persitara dan memberikan janji untuk memfasilitasi sepak bola Jakarta lebih baik, salah satunya yaitu dengan pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Dan masih banyak contoh lain termasuk di daerah, keterlibatan sepak bola dalam dunia politik.

Presiden Joko Widodo selama masa kampanyenya juga menjadikan sepak bola sebagai salah satu alat kampanye. Statement beliau tentang sepak bola nasional dan harapannya agar tim nasional Indonesia masuk ke piala dunia berpengaruh terhadap massa pemilih yang berasal dari suporter sepak bola. Pada masa jabatan pertama 2014-2019 Presiden Joko Widodo begitu mendukung pembangunan sepak bola nasional, presiden berjanji akan membangun kantor PSSI dengan fasilitas yang lebih bagus. Bahkan bukan hanya permasalahan pembangunan kantor saja, Presiden juga berjanji dalam peningkatan infrastruktur sepak bola, pengembangan pembinaan usia dini dan juga pemenuhan pelatih berlisensi. Dan sampai akhirnya Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional, yang dikeluarkan pada tanggal 25 Januari 2019. Yang menjadi pertanyaan apakah semua itu terlaksana dengan baik? Tentu perlu kajian lebih mendalam, karena secara kasat mata belum ada sesuatu yang terlihat dari semua apa yang diinginkan dan diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sepak bola dan politik, Keduanya memang bersinggungan dan saling membutuhkan. Apalagi dengan masih banyaknya klub sepak bola di Indonesia yang masih menyusu kepada APBD. Tentunya ini menjadi hal yang sangat “seksi” untuk para calon pemimpin. Karena pendukung sepak bola menginginkan prestasi yang lebih tinggi lagi dari klub yang didukungnya. Kepentingan calon pemimpin politik  adalah massa suporter di Indonesia yang sangat besar, klub sepak bola di Indonesia saat ini jelas memiliki basis pendukung fanatik yang sangat memungkinkan untuk dijadikan basis suara pemenangan calon pemimpin.

Dari sisi supporter sendiri, tidak semua kelompok supporter mau dijadikan kendaraan politik bagi calon pemimpin. Contohnya Bonek  yang mengambil sikap tegas melarang komunitas mereka dijadikan issue Calon Walikota Surabaya Ery Cahyadi selama masa kampanye. Mereka menyatakan sikap menolak segala kegiatan Ery yang mengatasnamakan Bonek. K-conk mania, sebagai kelompok suporter Madura United, menyatakan sikap kekecewaannya setelah tercatut mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Menurut mereka, sikap mereka jelas, memisahkan komunitas suporter yang mereka bangun dengan politik praktis. Berbeda dengan sekelompok orang yang mengaku perwakilan dari bobotoh, suporter fanatik Persib Bandung. Mereka mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden saat itu, Ma’ruf Amin, untuk menyatakan dukungan terhadap pasangan calon tersebut.

Kembali muncul pertanyaan, apakah semudah itu suporter sepak bola nasional ditarik untuk kepentingan electoral? Adakah faktor yang memengaruhi suporter untuk masuk ke dalam kompetisi electoral?

Secara nyata tentu tidak mudah untuk menarik suporter sepak bola untuk mendukung salah satu calon pemimpin, seperti sudah disebutkan diatas, ada beberapa kelompok suporter yang tidak ingin disangkutpautkan dengan kompetisi electoral. Sebenarnya desain structural pengelolaan klub sepak bola menjadi kunci. Kembali lagi ditegaskan, masih banyak klub-klub sepak bola yang menyusu kepada APBD. Ini terjadi di klub semi profesional yang berlaga di kompetisi kasta kedua dan ketiga nasional atau dibawahnya. Structural ini memungkinkan seorang calon kepala daerah atau calon legislatif untuk menggerakan massa suporter mendukung dirinya dengan janji politik pembangunan sepak bola di wilayahnya dengan terlibat langsung dalam structural pembinaan sepak bola di wilayahnya. Seperti contoh diatas, jabatan Edy Rahmayadi sebagai dewan pembina PSMS dan prestasi yang didapat PSMS pada masa itu lolos ke liga 1, menjadi nilai plus seorang Edy Rahmayadi di mata suporter PSMS. Dan masih banyak lagi contoh seorang calon kepala daerah atau calon legislatif menjadi bagian dari structural pembinaan sepak bola di wilayahnya ataupun menjadi pemilik klub lokal. Loyalitas suporter ini yang menjadi sasaran bagi calon kepala daerah atau calon legislatif untuk dapat mendulang suara dalam pemilihan umum. Meskipun tidak semua kelompok suporter mau ditarik lebih dalam ke ranah politik praktis, tetapi praktek ini sudah menjadi lumrah dilakukan calon kepala daerah dan calon legislatif untuk mendapat dukungan dari kelompok suporter sepak bola.

Pilpres 2024 dan Suporter Sepak Bola

Bagaimana dengan Pilpres 2024, apakah masih ada daya Tarik suporter sepak bola yang dapat dimainkan oleh calon-calon presiden nanti, melihat prestasi tim nasional Indonesia saat ini masih banyak ruang yang dapat dimainkan oleh calon-calon presiden nantinya untuk dapat menarik simpati suporter sepak bola. Dengan prestasi tertinggi sebagai 6x runner up piala AFF, tentunya supporter menginkan prestasi yang lebih tinggi. Jika melihat statuta FIFA tentunya tidak ada ruang untuk pemerintahan mencampuri kegiatan sepak bola nasional, tetapi masih ada celah yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mendukung program kerja PSSI.

Yang diinginkan oleh suporter sepak bola tanah air sebenarnya sangat sederhana, tim nasional sepak bola dan klub dapat berprestasi di tingkat Asia Tenggara dan Asia, banyak pemain yang bermain di luar negeri. Hanya sesederhana itu, akan tetapi hal sederhana ini tidak akan dapat terwujud apabila peran dari organisasi, dalam hal ini PSSI dan pemerintah tidak dapat berkolaborasi untuk meningkatkan prestasi tersebut.

Apa yang bisa dilakukan oleh calon presiden nantinya untuk dapat menarik simpati suporter? Tentunya dengan peningkatan prestasi tim nasional di kancah lebih tinggi, melalui pembinaan yang lebih baik, standarisasi manajemen klub, fasilitas pertandingan yang memadai, naturalisasi pemain keturunan untuk pemenuhan prestasi jangka pendek, dan masih banyak lagi hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah nantinya. Pendekatan-pendekatan yang bertujuan kepada prestasi tim nasional dan klub di level asia tentunya dapat menarik simpati suporter sepak bola.

Melihat prestasi sepak bola nasional sampai dengan tahun ini, tentunya kelompok suporter sepak bola masih merupakan primadona yang bisa dijadikan lumbung suara pilpres 2024. Minimnya prestasi dan perkembangan kompetisi yang “begitu-begitu saja” tentunya memerlukan penanganan yang lebih dari kandidat calon presiden untuk memperoleh simpati suporter sepak bola di tanah air. Kolaborasi dengan induk organisasi sepak bola nasional bisa dibangun mulai tahun ini. Tahun 2022, tim nasional masih harus mengikuti beberapa agenda event tingkat asia, seperti kualifikasi Piala Asia baik kelompok umur maupun tim senior, dan beberapa tahun kedepan tentunya kalender event sepak bola masih akan terus berlangsung. Langkah-langkah yang bisa ditempuh saat ini oleh kandidat calon presiden bisa melalui pendekatan struktural di PSSI, pengembangan pelatih dan wasit di tingkat nasional dan juga bisa dengan membantu memperlancar proses naturalisasi beberapa pemain keturunan Indonesia yang sudah dengan jelas menyatakan diri ingin membela tim nasional Indonesia. Dan yang sangat sering dilupakan oleh banyak orang adalah keterlibatan suporter dalam peningkatan prestasi sepak bola nasional itu sendiri, dengan loyalitas suporter dalam mendukung tim tentunya memiliki kekuatan yang dapat diorganisir untuk membantu pengembangan sepak bola nasional, dan hal ini yang sering tidak disentuh oleh kandidat, yaitu kebutuhan dari suporter. Dan selanjutnya pasti dengan program-program kerja yang lebih jelas lagi tentang peningkatan pembinaan dan peningkatan prestasi sepak bola nasional di semua kelompok umur dan senior dan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh suporter sepak bola. Melihat dari apa yang dilakukan calon presiden dan wakil presiden pada masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya, tentunya hal ini masih relevan untuk kembali dilakukan oleh calon presiden dan wakil presiden yang akan datang. Harapan semua suporter di Indonesia adalah berprestasinya tim nasional di tingkat Asia Tenggara bahkan di tingkat Asia, yang kemudian mampu berbicara lebih banyak lagi untuk kualifikasi Piala Dunia dan kualifikasi Olimpiade (tim nasional usia 23th). Apabila program-program kerja yang ditawarkan oleh Calon Presiden nantinya relevan dan bisa dijalankan dengan baik, bukan tidak mungkin kekuatan suporter sepak bola nasional akan dengan sepenuh hati mendukung pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut. Karena sejatinya suporter sepak bola nasional membutuhkan langkah nyata dari pemerintah untuk dapat membantu PSSI dalam pengembangan prestasi sepak bola nasional.

Politik Yang Ternoda

Taufik Hidayat
DPC PKB Pangandaran

Kondisi politik hari ini di Indonesia sudah banyak yang tercederai yang mengakibatkan masyarakat semakin anti terhadap politik. Terbukti pada susahnya dalam melakukan rekrutmen kader partai, mereka selalu berasumsi bahwa menjadi anggota partai politik akan merugikan  dirinya sebab tidak bisa lagi mempunyai peluang pekerjaan pada instansi tertentu. Selain itu mereka juga berpikir bahwa berpolitik hanya berupaya menjadikan seseorang menjadi pemimpin, meraih kekuasaan semata namun pada akhirnya lupa terhadap konstituennya. Ada juga memang dari calon pemimpin yang memang sengaja menghalalkan segala cara untuk dapat memenangkan kontestasi politik. Politik uang, jual beli jabatan, hingga korupsi politik.  Dari permasalahan tersebut akhirnya pola pikir masyarakat menjadi bergeser dari politik ideologi menjadi politik pragmatis. Hal ini terjadi karena memang rendahnya pengetahuan masyarakat tentang Politik.

Indonesia belum menerapkan pendidikan politik bagi  masyarakatnya sehingga tidak memiliki pemahaman tentang politik yang berbasis nilai dan integritas. Sehingga wajar ketika masyarakat berpolitik dengan cara-cara yang diasumsikan mereka sendiri sendiri. Ada yang berpolitik karena memang senang terhadap politik, ada yang karena dipaksa oleh tokoh di wilayahnya untuk berpolitik, ada juga yang berpolitik karena seru seruan saja. Ini menjadi bukti bahwa Pendidikan politik di masyarakat sangat rendah.

Beberapa negara menerapkan wajib militer bagi warganya dengan tujuan agar mereka paham tentang politik dan cinta tanah air, maka pola pikir masyarakatnya pun menjadi lebih baik ketika berkaitan dengan politik dan kenegaraan. Ini patut ditiru oleh negara Indonesia supaya kondisi politik di Indonesia kedepan menjadi lebih baik. Masyarakat yang memahami tentang politik di Indonesia sekarang ini hanya berpusat pada :

  1. Mahasiswa jurusan Politik
  2. Kader partai yang sudah diberikan Pendidikan politik
  3. Anggota Dewan

Selebihnya mereka memahami politik berdasarkan informasi media, informasi dari teman dan ajakan partai tertentu, belum lagi kalau yang melakukan rekrutmennya menjelekan partai lain maka pemahaman politiknya menjadi dangkal. Sangat memprihatinkan jika melihat fakta seperti ini, maka wajar jika politik di Indonesia belum mengarah pada politik yang berdasarkan pada ideologi bahkan sebaliknya politik di Indonesia masih diidentikan dengan politik pragmatis yang mana masyarakat hanya akan memilih calon apabila ada iming iming berupa materi atau dijanjikan jabatan dan program tertentu.

Menjadi tugas yang berat bagi politisi hari ini untuk memperbaiki kondisi politik yang sudah tercederai dengan berbagai masalah dan kepentingan ini. Maka diperlukan konsistensi dan kegiatan yang terencana dan terukur untuk dapat memulihkan kondisi ini.

Adapun Langkah-langkah yang bisa kita lakukan hari ini adalah;

  1. Sosialisasi tentang pentingnya politik
    Masyarakat perlu diberikan penjelasan bahwa berpolitik itu sangat penting dan menguntungkan, karena setiap kebijakan yang ada tidak terlepas dari politik
  1. Pendidikan Politik
    Masyarakat perlu mengetahui bahwa berpolitik itu harus didasarkan pada tujuan ideologi  supaya jelas apa yang akan mereka perjuangkan

Dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas agar bisa terlaksana, maka sebagai politisi muda mulai-lah bergerak untuk melakukan perubahan politik yang lebih baik. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan hari ini kapan lagi. Maka lakukan dari mulai hari ini oleh kita untuk Indonesia yang lebih baik.

Tinggalkan komentar