Media Sosial, Strategi Marketing Politik Zaman Now

Satunama.org – Sistem Demokrasi dalam perpolitikan Indonesia sudah disepakati sejak dulu pasca reformasi dimana mekanisme rekruitmen politik juga bersifat demokratis. Masyarakat secara bebas baik pemilih atau dipilih menentukan strategi politik sesuai keinginannya. Sementara rekruitmen politik diselenggarakan melalui pemilihan umum (pemilu) baik di tingkat nasional seperti pemilu legislatif dan pemilu presiden atau di tingkat daerah seperti pilkada.

Karena inilah marketing politik sangat dibutuhkan. Konsepsi marketing politik akan memberikan kontribusi dalam menyajikan seperangkat teknik dan metode yang tepat dalam dunia politik.

Tujuan utamanya ialah untuk memahami, menganalisis kebutuhan, keinginan pemilih serta membangun hubungan antara yang dipilih dan pemilih. Kepercayaan pemilih sangat menentukan karena kemenangan suatu partai politik diperoleh dengan mendapatkan suara mayoritas dalam pemilihan umum.

Pemasaran Politik

Ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh suatu strategi marketing dalam berkompetisi di bidang politik. faktor tersebut terhimpun dalam teori pemasaran politik dimana bagiannya yaitu, segmentasi, targeting, dan positioning.

Marketing politik dasarnya adalah serangkaian aktifitas yang sudah terencana, strategis, tetapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan ide, gagasan, visi dan misi kepada para pemilih. Feedback yang diharapkan dari pemilih adalah dukungan dari berbagai bentuk, khususnya menjatuhkan pilihan pada kandidat tertentu.

Segmentasi dalam marketing politik mempunyai empat tujuan, pertama untuk mendesain substansi tawaran partai atau kandidat secara lebih responsif terhadap segmen yang berbeda. Substansi tawaran partai dikembangkan dari analisa rinci dari segmen-segmen yang diproyeksikan untuk menjatuhkan pilihan pada kandidat yang dipasarkan.

Kedua menganalisa preferensi pemilih, dengan pemahaman karakter pemilih memungkinkan pemasar mengetahui kecenderungan pilihan politik para pemilih. Ketiga, menentukan peluang perolehan suara dengan mengetahui preferensi pilihan di setiap segmen dan kekuatan kompetitor sehingga pemasar dapat menemukan peluang yang lebih efektif dan efisien.

Segmentasi memiliki beberapa aspek, seperti Demografi, geografi, psikografi,. Pada aspek demografi pemilih dikategorikan berdasarkan umur, jenis kelamin , pendapatan, Pendidikan, pekerjaan, dan kelas sosial. Pada aspek geografi pemilih dikategorikan menurut domisili. Pada aspek psikografi segmentasi pemilih dijatuhkan pada kebiasaan dan perilaku pemilih terkait isu isu politik.

Targeting adalah Langkah selanjutnya setelah dilakukannya segmentasi. Targeting dilakukan guna menyeleksi, memilih dan menjangkau para pemilih yang akan ditetapkan sebagai sasaran marketing politik.

Sementara positioning adalah strategi komunikasi untuk menananamkan citra tertentu kepada satu atau beberapa kelompok pemilih. Tujuannya ialah menanamkan bentuk image ke dalam sistem kognitif pemilih. Konsepnya semakin tinggi image yang ditanamkan kepada pemilih, maka semakin mudah pemilih mengingat kandidat atau partai politik tersebut.

Saat ini, segmentasi politik didasarkan pada generasi yang popular di ranah marketing yang lebih dekat kepada segmentasi demografi dan psikografi. Pemilih di segmentasikan berdasarkan generasi, seperti generasi Z (15-24 tahun), milenial (25-35 tahun), generasi X (36-45 tahun) dan baby boomer (46-55 tahun).

Hal ini didasari atas interaksi tiap generasi pada perkembangan teknologi digital terutama teknologi informasi. Dengan seperti itu strategi akan lebih mudah dirancang dengan menentukan media atau platform yang digunakan dan konten informasi yang akan disebarkan.

Tantangan Penggunaan Media Baru.

Media baru seperti media sosial baik berbasis teks atau visual telah digunakan secara massif untuk merespon adanya segmentasi saat ini. Pada lapangan politik, media sosial sukses meningkatkan partisipasi politik generasi muda mengingat mayoritas pengguna media sosial adalah kaum muda. Namun dibalik kesuksesannya, media sosial juga memiliki dampak negatif yaitu menyebarnya informasi palsu atau hoax sehingga mengganggu stabilitas isu politik.

Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan  Informatika (Kemenkominfo) pada 2020 pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Dengan persentase ini melakukan kampanye melalui media sosial menjadi solusi guna menciptakan strategi yang efektif dan efisien dalam memenangkan politik di tengah perkembangan teknologi saat ini.

Efektifitas media sosial bukan hanya terletak pada penggunanya yang masif. Karakteristik media sosial sendiri menjadi kekuatan. Media sosial bisa menjadi sarana untuk komunikasi dimana antar pengguna media sosial dapat saling mempengaruhi seperti adanya influencer dan buzzer.

Membangun branding politik di media sosial sudah lazim digunakan para politisi saat ini. Bahkan banyak partai politik menggunakan media sosial sebagai ruang komunikasi publik untuk menyampaikan ide atau gagasan yang sedang diusung partai politik dan mengenalkan kader kadernya kepada netizen. Berbeda dengan media

Di sisi lain kampanye politik di media sosial perlu regulasi yang jelas dan komprehensif. Karena bebasnya akses di media sosial sangat mungkin menyebabkan kecurangan atau potensi pelanggaran lainnya. Media sosial juga dapat menjadi solusi mengatasi ketidakadilan kampanye yang dilakukan di media sebelumnya seperti televisi yang sekarang ini sudah tidak bisa mempertahankan independensinya.

Perusahaan penyiaran televisi sekarang ini sudah banyak dimiliki dari aktor politik. Kondisi ini menyebabkan penyiaran televisi akan condong kepada preferensi politik sang pemilik. Karenanya urgensi media sosial diharapkan menjadi penyeimbang kegiatan politik sehingga tercipta politik yang jujur dan adil di Indonesia.

Muhammad Alvi Maarif (Mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta, SATUNAMA Internship Student 2021)

Tinggalkan komentar