Politik Adalah Panggilan : Nasihat Max Weber Untuk Politisi Muda

Makna politik luas sekali, dan setiap orang memaknainya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Politik adalah pengetahuan yang paling egaliter karena dari mulai presiden sampai tukang becak bisa berbicara politik dengan penuh leluasa tanpa ada sebuah penghakiman intelektual benar atau salah atas yang diperbincangkannya. Politik juga menjadi teman ngopi maupun nongkrong para anak muda yang mungkin galau atas situasi politik yang ada. Tapi politik juga bisa menjadi alat perekat sosial yang kadang juga rentan menjadi alat permusuhan sosial jika tidak bisa mengendalikannya. Lalu sebenarnya apa politik itu? Ini pertanyaan yang sudah coba dijawab dan didefinisikan sejak Jaman Yunani Kuno oleh Socrates, Plato, maupun Aristoteles.

Buat Socrates, politik adalah sebuah sumber kebaikan yang diturunkan dari surga, ditempatkan di kota, disebarkan ke rumah-rumah, dan dipraktekan orang-orang agar menjadi sebuah kebajikan umum. Kemudian, Plato dengan karyanya yang terkenal yaitu Republic, bahwa politik adalah bagaimana keadilan mampu ditegakan dalam sebuah masyarakat dan siapa yang berwenang menegakan dan menjaga keadilan di masyarakat. Dari definisi politiknya Plato munculah istilah ‘rezim’, sebagai aktor penjaga keadilan. Lalu, Aristoteles, mengartikan politik secara lebih praktis bahwa kodratinya manusia adalah zoon politicon, manusia adalah hewan politik tetapi yang membedakan manusia dengan hewan, bahwa manusia memiliki intelegensia dan akal budi dan dua hal tersebut yang membedakan manusia dengan hewan. Hal ini menjadi dasar pengetahuannya untuk memaknai politik, bahwa politik berasal dari istilah Yunani ‘polis’, yang artinya perkumpulan. Buku Politic karya Aristoteles menjelaskan lebih gamblang bahwa politik adalah upaya manusia berkumpul (bisa juga dibaca: berorganisasi) untuk menciptakan kebajikan umum melalui sebuah pemerintahan dan konstitusi.

Kita perlu berterimakasih kepada ketiga pemikir politik diatas, tapi apakah politik lambat laun lampaui zaman demi zaman berubah maknanya. Ya tentu saja berubah, sesuai dengan perkembangan kondisi-kondisi materiil masyarakatnya. Tapi esensi penting politik yang sudah diwariskan oleh Socrates (kebaikan), Plato (keadilan), dan Aristoteles (berkumpul) adalah nilai-nilai yang tidak hilang dalam politik, tapi kalau dilangkahi ataupun dilanggar sangat mungkin. Lalu bagaimana agar nilai-nilai esensial politik tersebut tidak hilang dalam politik kita hari ini dan tetap terwariskan untuk anak-anak milenial kita. Pertanyaan tersebut sulit dijawab, karena politik sudah dilihat sebagai dunia penuh kejahatan, korup, dan penuh tipu muslihat.

Serasa utopia mengembalikan esensi politik sebagaimana yang dibayangkan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles tersebut. Dan mungkin akan banyak yang menghujat orang-orang yang berpikiran idealis seperti mereka di jaman pragmatisme sekarang ini. Max Weber melalui karyanya Politic as a Vocation” menjawab dilematisme makna politik yang berdiri di antara dunia idealis dan dunia pragmatis. Weber, sang pemikir politik Jerman kesohor tersebut punya pandangan tersendiri atas pengertian politik, yaitu politik adalah panggilan. Maksudnya? Dalam Bahasa Jerman, panggilan itu terjemahan artinya Beruf dan dalam Bahasa Inggris panggilan itu terjemahan artinya yaitu Profession. Singkat kata Beruf atau Profession/Vocation yang dimaksud Weber adalah profesi yang hampir sama dengan profesi lainnya tetapi yang membedakannya adalah di tiga hal menurut Weber. Satu, hasrat (passion) untuk melayani rakyat. Dua, tanggung jawab untuk melayani rakyat. Dan ketiga, proporsional dalam menjalankan kekuasaan negara. Ketiganya harus ada dalam setiap diri politisi. Weber juga bilang bahwa politisi itu harusnya lebih banyak bekerja dengan otaknya ketimbang bagian tubuhnya yang lain. Politisi yang memiliki tiga syarat profesi politisi dan juga mampu memberdayakan otaknya akan menjadi politisi yang berhasil di era negara modern, itu warisan pengetahuan dari Weber yang perlu dipegang oleh para politisi muda hari ini. Sekian.

Penulis : Muhammad Zuhdan, Kepala Sekolah Politisi Muda (SPM) SATUNAMA

Tinggalkan komentar