Harmoni Antar Umat Beragama, Bukan Jargon Belaka

Satunama.org- Relasi yang dimiliki antar sesama manusia di muka bumi menjadi komponen penting dalam menjaga keharmonisan kehidupan. Argo Twikromo, antropolog Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjelaskan bahwa Penghayat Kepercayaan memiliki kemampuan dalam mengelola kehidupan dengan sesame berbasis nilai dan norma yang mereka percaya.

Kepercayaan lokal tidak berupaya menarik masuk umat beragama lain ke dalam agama/kepercayaannya. Hal ini menjadi penjelas atas pertanyaan mengapa konfilk antar kelompok kepercayaan jarang terjadi. Agama lokal memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan ruang dimana mereka dilahirkan.

Selaras dengan penyampaian Umbu Remi, Gariel Sinaga dan Sukma Dewi yang menyatakan bahwa dalam kehidupan keseharian kelompok Penghayat Kepercayaan terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh komunitas agama  disekitarnya. Meski demikian beberapa praktiknya Penghayat Kepercayaan masih mengalami diskriminasi. Kebebasan beragama di satu tempat tidak serta merta dialami penghayat kepercayaan.

Menanggapi fenomena resilensi komunitas Pengahayat Kepercayaan, Noor Sudiyati melihat hal ini sebagai sesuatau yang dipengaruhi kebiasaan warga penghayat untuk mengolah rasa sehingga terbiasa dengan pengendalian diri. Fenomena ini menjadikan para kelompok penghayat lebih mampu mengendalikan perilaku diskriminatif terhadap dirinya atau komunitasnya. Penghayat Kepercayaan terbiasa dengan pengendalian diri, selain itu mereka juga memberlakukan hukum timbal balik maka menjaga keselarasan menjadi nilai yang penting mereka jaga.

Menyelami benak dan pengalaman penghayat kepercayaan dalam mengupayakan “keselarasan” akan membawa rasa kemanusiaan (kita) mengudara, dalam sebuah ruang hampa, ada sebuah refleksi yang kuat dipekikkan dari pengalaman hidup penghayat kepercayaan, sebagai minoritas tentunya.

Bahwa ternyata keharmonisan itu diperjuangkan dengan penuh pengorbanan oleh mereka yang dianggap “berbeda” ini. Harmoni dalam keberagaman bukan hipokrit yang tumbuh remeh di atas slogan-slogan jargonistik. Harmoni adalah sebuah perjuangan mengendalikan diri.

Hal ini ditanggapi oleh Argo bahwa ada banyak kesamaan antara Kepercayaan dan Agama yaitu keduanya bisa jadi penentu dalam baik dan buruk. Menurutnya antara agama lokal dan agama- agama yang diakui di Indonesia seharusnya tidak saling menghakimi. Eksistensi masing- masing seharusnya tidak saling meniadakan, melainkan tumbuh dan berkembang bersama untuk maksud yang lebih besar yaitu kelangsungan umat manusia. [Puti Ayu/Valerianus Jehanu/SATUNAMA]

Tinggalkan komentar