Mendukung Inklusifitas dan Keberagaman Lewat Film

Kulonprogo menjadi saksi akan lahirnya karya para sineas muda dari kabupaten tersebut yang luar biasa. Pemutaran film yang dilakukan oleh Komunitas Sinema Pinggir Progo menjadi bukti akan lahirnya karya-karya film inspiratif. Sabtu, 10 Agustus 2019 bertempat di Bale Langit Desa Salamrejo, pemutaran dua film berjudul Ojo Turu Sore-sore beserta Di Tepi Kali Progo mengundang antusias yang luar biasa dari para pengunjung.

Ojo Turu Sore-sore menjadi film pembuka dalam kegiatan screening yang dilakukan komunitas Sinema Pinggir Progo. Film jenaka yang mengandung pesan untuk mengingat kembali amanat-amanat masa kecil itu disajikan dengan gambaran masa kini dan kemajuan teknologi.

Menjadi pembuka acara yang mengundang tawa para penontonnya, Ojo Turu Sore-sore juga mendapat respon positif dari para penonton, termasuk Wruhantoro, S.S dari Dinas Kebudayaan Kulonprogo yang juga menjadi salah satu pembicara pada talkshow yang dilakukan dalam acara tersebut.

Wruhantoro  dari Dinas Kebudayaan Kulonprogo (kiri) dan Niken Prabolaras  dari Dinas Pariwisata Kulonprogo (kanan) berbicara dalam pemutaran film yang dihelat oleh Komunitas Sinema Pinggir Progo (Sabtu, 10/08/19)

“Ini menjadi bukti bahwa Kulonprogo terutama Desa Salamrejo, mampu menciptakan karya yang luar biasa. Film-film yang tayang selain memberikan hiburan juga dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan Kulonprogo kepada masyarakat luas”, ujar Wruhantoro dalam Workshop dan Diskusi di sela pemutaran film.

Selain Ruhantoro, terdapat juga Niken Prabolaras yang hadir sebagai penonton sekaligus pembicara dalam screening film yang digelar. Niken menyampaikan apresiasinya terhadap karya yang lahir di Salamrejo tersebut. Selain itu ia juga menyampaikan materi tentang pembangunan desa inklusif di tengah kemajuan teknologi dan informasi masa kini.

“Dengan memanfaatkan penggunaan media sosial seperti contohnya penggunaan teknik fotografi, kita bisa memposting keunggulan dari daerah Kulonprogo ini.”, ujar Niken dari Dinas Pariwisata Kulonprogo.

Ungkapan Niken tersebut selaras dengan apresiasi yang diberikan kepada anak-anak muda Salamrejo. Film ini, menurutnya adalah salah satu cara untuk dapat mengembangkan desa. Dengan teknologi dan teknik pembuatan film yang dilakukan oleh pemuda Salamrejo, secara tidak langsung juga turut menunjukan potensi-potensi yang dimiliki oleh Kulonprogo.

Penghayat Kepercayaan di Tengah Perkembangan Zaman

Sementara film kedua, Di Tepi Kali Code adalah film yang terinspirasi dari keberadaan para penghayat kepercayaan. Film ini mengundang warga sekitar untuk menjadi aktor dan aktris dalam film tersebut. Tiga fragmen yang terdapat dalam film Di Tepi Kali Progo menggambarkan kisah nyata lika-liku yang dialami oleh penghayat kepercayaan. Inspirasi yang didasarkan pada kisah nyata tersebut dibungkus dalam bentuk fiksi menjadi sebuah kesatuan film yang utuh.

Di Tepi Kali Progo berkisah tentang tiga tokoh utama yang sedang berkonflik dengan tokoh lain yang adalah orang di sekitar dan juga keluarganya. Benang merah dari ketiga konflik tersebut adalah suka duka serta tantangan-tantangan yang dihadapi secara nyata oleh penghayat kepercayaan.

“Film ini mengandung pesan untuk menghargai keberagaman yang ada, bahwa ada kelompok-kelompok yang kecil yang berada di sekitar kita perlu mendapatkan perhatian supaya diakui.”, ungkap Indah selaku Asisten Sutradara film Di Tepi Kali Progo.

Keresahan dari para penghayat kepercayaan tersebutlah yang menjadi latar belakang sekaligus pesan yang hendak disampaikan oleh komunitas Sinema Pinggir Progo melalui film yang diputar. Pemilihan setting film yang dilakukan di sekitar Kali Progo dan sekitar Bale Langit Salamrejo pun mengundang antusias yang banyak dari warga sekitar dan beberapa komunitas. Keindahan sungai serta hamparan pepohonan yang masih rindang menjadi salah satu daya tarik visual dalam film.

Pemutaran dan screening film dilaksanakan selain untuk menjadi hiburan bagi warga sekitar, sekaligus sebagai pembuktian bahwa di tengah kemajuan teknologi, film dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan suatu pesan atau ide yang tentunya dapat diterima dengan lebih mudah bagi publik.

Bentuk Inklusifitas Salamrejo

Warga Desa Salamrejo yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan film Di Tepi Kali Progo berfoto bersama dalam event pemutaran film mereka, Sabtu (10/08/19) di Bale Langit, Salamrejo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari warga untuk warga, mungkin hal tersebutlah yang diwujudkan dalam kegiatan screening film di Desa Salamrejo. Memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang adalah warga sekitar, dapat tercipta karya yang luar biasa. Dampak dari kegiatan tersebut yang kemudian menjadi harapan besar dari para warga dalam rangka mengembangkan desa sekaligus Kabupaten Kulonprogo.

Film Di Tepi Kali Progo menjadi representasi inklusivitas yang dilakukan melalui Komunitas Sinema Pinggir Progo. Bentuk nyata yang muncul berupa gotong royong para warga Salamrejo dalam produksi film tersebut.

Hampir seluruh elemen usia masuk dalam pengkaryaan film tersebut. Dari mulai usia anak hingga dewasa turut ambil bagian dalam pembuatan film. Kerja keras yang ditunjukan oleh para warga pun dinikmati buahnya oleh para warga itu sendiri. Bekerja dan berkarya secara inklusif kini menjadi semakin kerap dilakukan di Desa Salamrejo yang merupakan salah satu wilayah mitra komunitas SATUNAMA dalam Program Peduli.  [Berita & Foto : Albertus Novendra/Editor : A.K. Perdana]

Tinggalkan komentar