Program Persiapan Menuju Kesejahteraan Masyarakat dan Lingkungan di Asmat Tahap II

Setelah tahun 2009 lalu 3 warga asli Asmat magang di Yogyakarta, SATUNAMA melanjutkan program memandirikan masyarakat melalui serangkaian pendampingan teknis. Kegiatan ini berjalan mulai bulan Januari 2010 hingga April 2011. Program ini berusaha mendampingi masyarakat melalui ketiga tokoh kunci dari Asmat tersebut untuk melakukan serangkaian perubahan yang kelak akan mempengaruhi lingkungan yang lebih luas.

[foto1]

Saat kembali ke Asmat, Yustinus, Rodan, dan Pius mengajak keluarga, kerabat, dan tetangganya untuk mulai memikirkan mengenai kondisi yang mereka hadapi. Di sela-sela pertemuan kampung dan aktivitas bertani, berkebun, dan berdagang di pasar, ketiganya mengajak masyarakat untuk berdiskusi. Mereka mulai menanamkan jika alam tidak lagi cukup untuk hidup penduduk Asmat yang terus bertambah. Masyarakat Asmat harus menjadi tuan untuk semua perubahan yang terjadi. Mereka harus cerdik dan bijaksana dalam menghadapi perubahan. Pertama kali, mereka harus mengubah pola-pola pengelolaan sumberdaya alam.

Pengalaman yang mereka refleksikan saat magang di Jogja kemudian mereka praktekkan di kampung halamannya. Salah satunya adalah pertanian yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Hal tersebut membuat mereka berefleksi mengenai alam dan hak atas tanahnya. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran ini, ketiga rekan tersebut mulai membangun cara berfikir dan kebiasaan baru . Salah satunya dalam mengonsumsi makanan. Mereka mulai mengajak kerabatnya untuk tidak lagi terpesona apalagi tergantung pada makanan ‘ instan’ yang didatangkan dari luar.

[foto2]

Perlahan ketiganya mulai menjadi model di masyarakatnya. Mereka memberi contoh : jika masyarakat mau memanfaatkan lahan secara maksimal , hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, Pius, Yustinus, dan Rodan tidak hanya melakukan kegiatan berkebun. Mereka juga membangun kelombok belajar masyarakat sembari memanfaatkan lahan-lahan kosong di seputaran rumah untuk berkebun, beternak, membuat kolam ikan, dan mengukir. Yustinus, Rodan, dan Pius juga terlibat aktif di berbagai pertemuan baik di tingkat kampung, desa, maupun di kecamatan.
Selama ini, Delsos rajin mengirim orang untuk mengikuti berbagai pelatihan. Namun, kadang tidak ada kelanjutan dari pelatihan tersebut.Bersama Delsos Yustinus, Rodan, dan Pius kemudian berusaha untuk menginventaris dan mengubungkan kembali orang-orang yang pernah mendapatkan pelatihan. Di salah satu kesempatan pendampingan teknis, SATUNAMA melakukan fasilitasi pertemuan para alumni pelatihan. Harapannya, jika para alumni pelatihan ini bisa dikoordinir dengan baik, mereka akan membantu Delsos melakukan program pemberdayaan komunitas.

Akhir program diwarnai oleh suasana duka karena Rodan dipastikan terinfeksi HIV –AIDS. Ia kemudian berobat ke Merauke hingga saat-saat akhirnya. Menarik bahwa kepergiannya memberikan refleksi yang cukup luas terhadap HIV di kampung dan parokinya. Di sisi lain, ia telah menginisiasi kelompok-kelompok yang nanti akan mengembangkan mimpimya mengenai masyarakat kampung di Papua yang berharga.
Setelah tahun 2009 lalu 3 warga asli Asmat magang di Yogyakarta, SATUNAMA melanjutkan program memandirikan masyarakat melalui serangkaian pendampingan teknis. Kegiatan ini berjalan mulai bulan Januari 2010 hingga April 2011. Program ini berusaha mendampingi masyarakat melalui ketiga tokoh kunci dari Asmat tersebut untuk melakukan serangkaian perubahan yang kelak akan mempengaruhi lingkungan yang lebih luas.

[foto1]

Saat kembali ke Asmat, Yustinus, Rodan, dan Pius mengajak keluarga, kerabat, dan tetangganya untuk mulai memikirkan mengenai kondisi yang mereka hadapi. Di sela-sela pertemuan kampung dan aktivitas bertani, berkebun, dan berdagang di pasar, ketiganya mengajak masyarakat untuk berdiskusi. Mereka mulai menanamkan jika alam tidak lagi cukup untuk hidup penduduk Asmat yang terus bertambah. Masyarakat Asmat harus menjadi tuan untuk semua perubahan yang terjadi. Mereka harus cerdik dan bijaksana dalam menghadapi perubahan. Pertama kali, mereka harus mengubah pola-pola pengelolaan sumberdaya alam.

Pengalaman yang mereka refleksikan saat magang di Jogja kemudian mereka praktekkan di kampung halamannya. Salah satunya adalah pertanian yang sesuai dengan kondisi lingkungan. Hal tersebut membuat mereka berefleksi mengenai alam dan hak atas tanahnya. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran ini, ketiga rekan tersebut mulai membangun cara berfikir dan kebiasaan baru . Salah satunya dalam mengonsumsi makanan. Mereka mulai mengajak kerabatnya untuk tidak lagi terpesona apalagi tergantung pada makanan ‘ instan’ yang didatangkan dari luar.

[foto2]

Perlahan ketiganya mulai menjadi model di masyarakatnya. Mereka memberi contoh : jika masyarakat mau memanfaatkan lahan secara maksimal , hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, Pius, Yustinus, dan Rodan tidak hanya melakukan kegiatan berkebun. Mereka juga membangun kelombok belajar masyarakat sembari memanfaatkan lahan-lahan kosong di seputaran rumah untuk berkebun, beternak, membuat kolam ikan, dan mengukir. Yustinus, Rodan, dan Pius juga terlibat aktif di berbagai pertemuan baik di tingkat kampung, desa, maupun di kecamatan.
Selama ini, Delsos rajin mengirim orang untuk mengikuti berbagai pelatihan. Namun, kadang tidak ada kelanjutan dari pelatihan tersebut.Bersama Delsos Yustinus, Rodan, dan Pius kemudian berusaha untuk menginventaris dan mengubungkan kembali orang-orang yang pernah mendapatkan pelatihan. Di salah satu kesempatan pendampingan teknis, SATUNAMA melakukan fasilitasi pertemuan para alumni pelatihan. Harapannya, jika para alumni pelatihan ini bisa dikoordinir dengan baik, mereka akan membantu Delsos melakukan program pemberdayaan komunitas.

Akhir program diwarnai oleh suasana duka karena Rodan dipastikan terinfeksi HIV –AIDS. Ia kemudian berobat ke Merauke hingga saat-saat akhirnya. Menarik bahwa kepergiannya memberikan refleksi yang cukup luas terhadap HIV di kampung dan parokinya. Di sisi lain, ia telah menginisiasi kelompok-kelompok yang nanti akan mengembangkan mimpimya mengenai masyarakat kampung di Papua yang berharga.

Tinggalkan komentar