FGD Ahli Penyusunan Policy Brief Advokasi Paska Putusan MK

Yogyakarta, 17 Januari 2018  – Pada bulan November 2017 lalu, Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan Judicial Review atas pasal 61 ayat (1) dan (2) serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU 24/2013 tentang Perubahan atas UU 23/2006.

Putusan ini memberi harapan baru bagi masyarakat penghayat kepercayaan untuk bisa mencantumkan keyakinannya pada kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). MK dalam amar putusannya mengabulkan seluruh permohonan dari para pemohon.

Dari hasil putusan MK tersebut menimbulkan beragam problems statement, antara lain: Belum ada kesepakatan mengenai peristilahan: kepercayaan atau agama; Dukcapil di daerah masih menunggu Juklak-Juknis dari pusat (Kemendagri). Hal-hal tersebut disampaikan dalam diskusi FGD penyusunan policy brief sebagai strategi advokasi mengawal putusan yang dilaksanakan Hotel New Saphire Yogyakarta pada Selasa, 9 Januari 2018.

Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan FGD yang sebelumnya juga sudah dilaksanakan pada November 2017 di Gading Serpong dan 13 Desember 2017 di Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri sejumlah saksi ahli yang mewakili empat kluster, yaitu hukum, agama, antropologi-sosiologi, dan kebijakan publik.

Diskusi ini dibagi menjadi dua kelompok yang membahas mengenai substansi policy brief dan juga strategi advokasi yang akan dilakukan. Ketiga isu strategis yang dibahas dalam diskusi ini meliputi siklus adminduk, pelayanan publik, dan kelembagaan.

Salah satu topik pembahasan menarik yang diangkat adalah terkait teknis bagaimana penulisan pada kolom agama. Ada dua yang diusulkan, yaitu dengan ‘Agama/Keyakinan : (nama dari 6 agama plus termasuk juga Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa); Kedua dengan Agama : (nama dari 6 agama plus termasuk juga Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Kedua usulan rekomendasi ini pun memuat sejumlah alasan baik yang mendukung maupun yang menjadi kendala.

“Penting untuk mengangkat mereka yang terstigma. Untuk menghilangkan diskriminasi. Ingin menggunakan perspektif bahwa apa yang dianggap orang agama juga berlaku bagi penghayat (Emik Etik) serta lebih berbasis pada apa yang mereka alami sehari-hari,” ujar Wiwin Siti Aminah, Srikandi Lintas Iman menjawab alasan perlunya pilihan pertama dari dua rekomendasi yang ditawarkan.

Kegiatan ini juga diikuti oleh seluruh mitra pelaksana dampingan Yayasan Satunama Yogyakarta dalam implementasi Program Peduli. (Melya Findi_SATUNAMA)

Tinggalkan komentar