Parpol Harus Memberikan Ideologi & Pengetahuan Pada Rakyat

Surabaya, 2 Oktober 2017. Kelas Politik Cerdas Berintegritas Tingkat Madya 2017 telah memasuki penyelenggaraan kelasnya yang kelima. Bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur di Surabaya, para peserta yang terdiri dari kelompok siswa SMA sederajat, mahasiswa dan anggota berbagai partai politik menjadi peserta selama 4 hari penyelenggaraan.

Pada hari pertama, Senin, (2/10), salah satu topik yang dibahas adalah tentang partai politik dan ideologinya. Semua partai politik memiliki ideologi, yang merupakan cita-citanya yang baik. Meski demikian, pertanyaan yang patut diangkat adalah apakah ideologi itu diterapkan dan direalisasikan dengan baik atau tidak.

Jika ideologi sebuah partai politik tidak jelas, maka itu akan berpengaruh pada arah perjalanan partai politik tersebut. Dalam kiprahnya kemudian, hal tersebut juga akan berimbas kepada program-program yang dijalankan.

“Mereka yang duduk di anggota dewan kalau tidak memiliki ideologi, maka apa yang di programkan juga tidak jelas. Politisi yang ideologis itu membicarakan soal apa yang dipermasalahkan dan apa yang dibutuhkan lalu dianalisis. Beda dengan politisi yang tidak ideologis, dan cuma berpikir soal uang.” Kata Abdul Gaffar Karim, salah satu narasumber kelas siswa di hari pertama.

Gaffar kemudian memberikan contoh politisi yang memiliki ideologi melalui sosok Sukarno. Presiden pertama Indonesia tersebut dipandang memiliki sikap dan perilaku yang berdasarkan ideologi yang kuat.

“Sukarno itu melakukan pidato yang menyebarkan ide nasionalisme. Kenapa dia pertama kali melakukan orasi di Bandung? Karena kala itu Bandung adalah dapurnya nasionalisme. Dari penyebaran nasionalisme di Bandung itulah pada akhirnya ideologi itu menyebar. Jadi partainya bisa bergerak kemana-mana.” Terang Gaffar.

Ini yang membedakan partai politik pada jaman Sukarno dengan partai politik yang ada sekarang. Kebanyakan partai politik saat ini hanya memberikan janji kepada konstituen. “Partai politik saat ini banyak yang memberikan janji kepada konstituen. Dan ini beda dengan pimpinan parpol pada zaman Soekarno. Mereka itu memberikan pengetahuan kepada rakyat. Sementara bagi partai saat ini, massa hanya dianggap sebagai basis pemilih untuk pemenangan.” Tambah pengajar di Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Menanggapi hal tersebut, para peserta siswa menyebutkan bahwa perlu adanya usaha untuk mengukuhkan ideologi partai politik dan kemudian menanamkannya kepada seluruh pengurus partai politik. “Mengubah ideologi pengurus partai misalnya dengan cara kaderisasi yang terstruktur. Kemudian memegang teguh tujuan partai yang berdasar pada UU, agar parpol itu bisa diakses oleh semua kalangan dan tidak boleh pandang bulu.” Kata Ridho Alam Mulia, salah satu peserta.

Siswa peserta lain, Aryo Seno Bagaskoro menyoroti soal bergesernya makna atas politik di Indonesia saat ini. Siswa SMAN 5 Surabaya ini mengungkapkan keprihatinannya soal pemahaman politik yang saat ini dianggapnya sudah tidak sesuai dengan makna politik yang sesungguhnya dan ini berdampak pada pemahaman soal permasalahan dan kebutuhan yang sebenarnya. Padahal itu harus menjadi dasar pemikiran dan kerja politisi yang ideologis.

“Di Indonesia itu ada pergeseran makna atas partai politik. Yang awalnya untuk menampung aspirasi untuk tujuan kepentingan kesejahteraan bersama dan sekarang hanya main uang. Parpol itu harus akuntabel, transparan dan partisispatif. Jadi harus ada peningkatan pengatahuan dari akar sampai ke atas, sehingga kebutuhan yang ada itu dapat diketahui dengan jelas. Langkah taktis yang sesuai menurut kami, adalah mewakili aspirasi kelompok yang mendukungnya. Kemudian partai juga harus inklusif, jadi tidak bisa kalau pendidikan partai itu terbatas. Yang terakhir, harus mendengarkan masukan positif dari pihak-pihak di luar intenal partai.” Ujar pelajar yang akrab dipanggil Seno.

Persoalan keterputusan ideologi dan program dalam partai politik bukanlah persoalan yang sederhana. Meski demikian, sikap optimistis terhadap perubahan yang lebih baik tetap harus dijaga, utamanya dalam diri generasi muda.

“Keterputusan antara ideologi, program dan kapasitas itu adalah persoalan yang terjadi hingga kini pada partai politik. Tapi kita tidak boleh lelah, meski menghadapi banyak masalah. Harus diperhatikan soal mengawal ideologi dan mempromosikan ideologi serta mengkader orang untuk menjadi basis komunitas di parpol, bukan untuk menjadi kandidat pada pemilu. Jadi tujuannya itu adalah untuk menyalurkan ide, sehingga ada kesadaran yang membuat mengerti setiap orang.” demikian Abdul Gaffar Karim.

Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Tingkat Madya 2017 Provinsi Jawa Timur dilaksanakan selama empat hari sejak Senin (2/10) hingga Kamis (5/10). Pelaksanaan terbagi dalam tiga kelas yang masing-masing diikuti oleh peserta siswa SMA sederajat, mahasiswa dan politisi lintas partai politik. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi kelima dari sembilan provinsi yang disinggahi pelaksanaan Kelas PCB Madya tahun ini.

Edukasi politik PCB dilaksanakan dengan menggunakan metode belajar berbasiskan pada pembelajaran melalui pengalaman secara yang partisipatif dan interaktif di mana pengelaman setiap orang menjadi titik sentral dalam proses belajar. (A.K. Perdana/Foto : Ganda Kristianto/SATUNAMA)

Tinggalkan komentar