Gerakan Sungai, Optimalkan Energi Generasi Muda

Yogyakarta, 26/08/2017. Pemerintah sejak tahun 2009, secara resmi memproyeksikan bahwa Indonesia akan memiliki bonus demografi pada tahun 2020-2030, di mana 70% dari total penduduk Indonesia berusia produktif (15-64 tahun).

Dengan kondisi ini, Gerakan Sungai di Indonesia memiliki modal besar yang diiringi dengan tantangan yang besar pula, hal ini terungkap pada sesi seminar “Membangun Komitmen antar Stakeholder dalam Pengelolaan Sungai” dalam Jambore Sungai Indonesia ke -2 di Jogja National Museum.

Raditya Djati, Direktur Deputi Pencegahan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bahwa pihaknya sedang fokus mengembangkan program yang dapat merangkul lebih banyak pihak lagi dengan sasaran utama para generasi muda.

“Soal bonus demografi, kami (BNPB –red) sedang fokus mengembangkan program-program yang dapat menyasar langsung ke generasi muda, soal pengelolaan risiko bencana, memperkuat kader-kader muda, dan kami akan merangkul lebih banyak pihak lagi untuk bekerjasama”, terang Djati.

Para Peserta Jambore Sungai Indonesia ke -2 dalam sesi seminar “Membangun Komitmen antar Stakeholder dalam Pengelolaan Sungai”, Jogja National Museum (26/08). (Foto : Frysa)

Gerakan Restorasi Sungai Indonesia, GRSI juga memiliki fokus yang sama, bonus demografi harus digarap dengan serius. Seperti yang disampaikan oleh Agus Maryono, akademisi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalama paparannya, bahwa GRSI harus menempatkan generasi muda sebagai salah satu sasaran utma dalam gerakan sungai.

“Bonus Demografi ini momentum komunitas dan nasional, kita akan berupaya dengan keras menempatkan generasi muda ini secara strategis dalam jejaring gerakan sungai, mereka harus terdidik, terampil, berdaya secara ekonomi, dan berdaya saing”, ungkap Agus.

Menanggapi hal tersebut, Ema Vidiastuti Sri Utami dari SATUNAMA Yogyakarta menerangkan bahwa semua pihak harus melihat persoalan demografi sesuai dengan wilayahnya, agar pengembangan program tidak menyamaratakan potensi dan tantangan, misal antara kota dan desa, tentu beda kebutuhan, walaupun dalam pengembangan kawasan akan bersentuhan.

“Semua pihak harus mengkaji terlebih dahulu, bonus demografi ini memang peluang dan tantangan bagi generasi muda, beda kebutuhan antara kota dan desa, walaupun tentu nantinya akan satu jaringan dan bersentuhan dalam pengembangan kawasan”, tutur Ema.

Yanto, dari Forum Daerah Sungai Gadjah Wong menerangkan bahwa berdasarkan pengalamannya, pergerakan domisili generasi muda tentu sangat dinamis, khususnya yang bersekolah dan kuliah di luar kota tempat domisili aslinya, menurutnya penting juga untuk dipertimbangkan dalam pengembangan program.

“Generasi muda itu dinamis, tamat SMA (sekolah menegah atas –red) banyak yang kuliah keluar kota, ini kan perlu diperhatikan dalam pengembangan program ke depannya”, terang Yanto. (Prabu Ayunda Sora/SATUNAMA. Foto : Frysa/Fisipol UGM)

Tinggalkan komentar