Hasil Riset Belum Jadi Landasan Kebijakan Sungai

Yogyakarta, Sabtu, 26/08/2017. Muncul dalam seminar sungai terkait kesimpulan umum yang sebenarnya sudah lama berkembang adalah soal defisit kebijakan publik, di mana penelitian dan riset aksi partisipatif belum menjadi energi utama dalam proses pengambilan kebijakan soal sungai.

Penelitian yang digawangi oleh –sebagian besarnya- perguruan tinggi dan lembaga penelitian pada umumnya berbasis bukti, memiliki kekuatan metodologi dan secara terukur mengurai persoalan dan merumuskan rekomendasi.

Dari kiri ke kanan, Endang Rohjiani Ketua Asosiasi Komunitas Sungai Yogyakarta (AKSY), Agus Maryono Akademisi Fakultas Teknik UGM, Raditya Djati Direktur Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Suprapto Diretur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hermono Sigit, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Foto bersama seusai seminar “Membangun Komitmen antar Stakeholder dalam Pengelolaan Sungai” Jambore Sungai ke -2 Yogyakarta, 26/08/2017, Gedung Garuda, Jogja National Museum (JNM). (Foto : Frysa)

Sangat disayangkan dalam sesi seminar Jambore Sungai Indonesia ke -2  yang diselenggarakan di Yogyakarta kemarin, para pemangku kepentingan yang hadir masih dalam kesimpulan bahwa kebijakan publik soal pengelolaan sungai belum berbasis bukti, di mana hasil penelitian dan riset aksi partisipatif belum menjadi energi utama.

“Perguruan Tinggi itu punya kekuatan riset, kami selalu upayakan agar hasil-hasil penelitian dapat bermanfaat untuk kebijakan publik, tapi kami hanya bisa mendorong, tidak bisa memaksa, kami berupaya melakukan komunikasi dengan baik ke pengambilan kebijakan soal sungai”, terang Agus Maryono, akademisi UGM yang menulis artikel tentang Sungai Winongo yang berjudul “Integrated Investigation of Winongo River Profile in Yogyakarta Special Region, Java, Indonesia, tahun 2002.

Informasi yang sama disampaikan oleh Rani Hapsari, Direktur Program on Humanitarian Action (PoHA), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, bahwa belum ada jaminan soal pemanfaatan hasil riset untuk pengambilan kebijakan tentang pengelolaan sungai, khususnya lagi soal air.

“Kami melihat, perlu kita upayakan agar ada peta hubungan, peta engagement (peta pertempuran –red) antara pemangku kepentingan dengan pemerintah terkait kebijakan pengelolaan sungai, karena pemanfaatan hasil riset belum banyak dilakukan untuk pengambilan kebijakan yang berbasis bukti”, tegas Rani yang dekat dengan komunitas sungai dan jaringan masyarakat sipil ini.

Berkaitan dengan riset aksi partsipatif dan hubungannya dengan pengambilan kebijakan soal pengelolaan sungai, Ema Vidiastuti Utami dari SATUNAMA Yogyakarta menyimpulkan bahwa tantangannya adalah bagaimana pola-pola kerja masyarakat sipil yang mengedepankan pengetahuan dan praktik baik oleh komunitas dapat juga diadopsi oleh para pemangku kepentingan lainnya.

“Kalau bicara soal pemanfaatan hasil riset aksi partisipatif, tidak hanya memanfaatkan, tapi tantangan jangka panjangnya adalah agar pola-pola kerja masyarakat sipil yang mengedepankan pengetahuan dan praktik baik oleh komunitas dapat juga diadopsi oleh para pemangku kepentingan lainnya”, tegas Ema. (Prabu Ayunda Sora/SATUNAMA. Foto : Frysa/Fisipol UGM).

Tinggalkan komentar