Parpol Bukan Lahan Cari Nafkah

Hari ini partai politik acapkali mendapat citra yang tidak terlalu positif. Berbagai persoalan yang terjadi dalam pengelolaan institusi partai politik ikut menyumbang kesan bahwa parpol selalu bermasalah. Oleh karenanya, memahami dan memaknai kembali tentang partai politik dan fungsinya menjadi satu hal yang patut dilakukan.

Hal itulah yang muncul dalam perhelatan Kelas Politik Cerdas Berintegritas di Provinsi Sumatera Utara, Senin (7/8) di Emerald Garden International Hotel, Medan. Bersama narasumber Prof. Syamsuddin Haris dari LIPI, para peserta kelas mahasiswa PCB Sumut menjalani sebuah proses permenungan dan pemahaman tentang di mana seharusnya politisi meletakkan partai politik dalam kiprah politiknya.

“Ada satu jawaban yang saya kira penting untuk kita pahami. Saat ini parpol sudah berubah dari tempat mengabdi menjadi tempat mengambil. Padahal, dulu bapak-bapak bangsa kita menjadikan parpol sebagai wadah memperjuangkan bangsa, untuk meningkatan kesejahteraan. Tapi kemudian dalam perjalanan politik bangsa kita, parpol menjadi tempat mencari nafkah.” Ujar Prof. Haris.

Menurutnya, kasus-kasus korupsi yang muncul dan melibatkan para anggota parpol sangat terkait dengan pemaknaan yang salah terhadap partai politik sebagai tempat mencari nafkah. “Sebagian besar adalah politisi yang mengambil yang bukan menjadi haknya. Yang niatnya sejak awal sudah tidak benar. Kalau kita masuk parpol dari awal niatnya sudah tidak benar, kiprahnya juga nanti akan salah.” Katanya, sembari menambahkan nasihat kepada para peserta.

“Jangan jadikan parpol sebagai alat menambah kekayaan. Kegiatan (PCB) ini dimaksudkan agar kita dapat mengembalikan marwah parpol pada tempatnya.” Tegasnya.

Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah mewujudkan tata kelola parpol yg baik termasuk di dalamnya adalah tata kelola konflik, keuangan, SDM, dan sebagainya.  Soal kaderisasi misalnya. Prof Haris menuturkan bahwa system kaderisasi parpol yang jelas dan terarah butuh dirumuskan dan diterapkan secara tegas.

“Sistem kaderisasi yang baik itu seperti apa ? Yaitu yang tidak diskriminatif, memiliki jenjang yang jelas, transparan dan berbagai ukuran lain. Seperti Kelas PCB ini kan mulai dari pratama, naik madya dan nanti utama. Ya semacam itulah. Konteks kaderisasi itu harus jelas. Kaderisasi tingkat I misalnya untuk caleg macam apa yang mau dihasilkan dan itu didesain utk pencalonan di DPRD kab kota. Kemudian level II untuk pusat. Kemudian level utama utk calon presiden. Misalnya begitu. Jadi tata jenjang itu musti ada.” Terang Prof Haris.

Dengan adanya kaderisasi yang jelas, akan bisa dipetakan para caleg yang memang punya kapasitas dan kompetansi yg bisa maju dalam pemilu. “Dengan demikian pecalonan itu tidak berdasarkan kepemilikan uang atau popularitas.” Tambahnya.

Melalui Kelas Politik Cerdas Berintegritas, diharapkan akan muncul para aktor politik masa depan yang mampu memperbaiki keadaan negara Indonesia melalui kiprah politik yang bersih, jujur, inovatif dan menjunjung keadilan dan kesejahteraan.

“Kalau kelak teman-teman semua menjadi anggota parpol, jangan memulai dengan niat yang salah. Jangan sama dengan yang ada sekarang. Dampaknya sudah kita lihat semua. Teman-teman semua harus mengubah parpol menjadi alat untuk mengabdi, bukan mengambil. Menegakkan cita-cita keadilan sosial dan kesejahteraan.” Demikian kata Prof Haris.

Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Provinsi Sumatera Utara mulai digulirkan sejak Senin (7/8) dan berlangsung hingga Kamis (10/8). Sebanyak 29 peserta yang terbagi dalam dua kelas, siswa (14 orang) dan mahasiswa (15 orang) berproses bersama dua fasilitator, I Gede Edi Purwaka dan Triwahyu KH. (A.K. Perdana/Foto-foto: Izzul Albab dan Valerianus B. Jehanu/SATUNAMA)

Tinggalkan komentar