Pengembangan Usaha untuk Pelaku Usaha Kecil

From 2004, SATUNAMA in collaboration with BP Tangguh LNG has developed a welfare improvement program to develop small enterprises for two communities in Bintuni Bay, Papua. This program includes stimulation funds in 9 kampongs, each receiving funds between 10 to 25 milion rupiah. SATUNAMA also gives assistance to the group meetings every month. This promotes enterpreunership in kampongs such as Mogotira, Tomu, Rejosari, Taroy, and Ekam. The program also promotes several enterprises such as fisheries product processing, organic farming, abon, beef jerky, and sago cracker.

While managing their enterprises, most communities didn’t take account of all expenses. Sometimes this meant they set prices lower than the production costs. To improve this, SATUNAMA held small enterprise courses for the communities. This activity aims to improve participants skills in managing resources in their circumstances, and improve participants knowledge and understanding about small enterprise management.

This course was held from 17 to 22 November, 2009 in Fak-Fak Hotel, West Papua facilitated by SATUNAMA staff members Kantri Sekar Wandasari, assisted by Edy Purwaka. The first day started with introductions from participants that came from Weriagar, Tomu, Taroy, Sebyar, Ekam, and Mogotira kampongs. Then there was a pretest to establish the existing level of participants’ knowledge about small enterprise management. 15 participants, all women, said that their business failures resulted from unpayed bills and theft.

On the second day, the facilitator asked participants to recognize the potential of their enterprises. Participants could easily absorb the information because the facilitator used a case story about a busineswoman, Susi Pudjiastuti, fish business owner from Pangandaran, West Java. Susi’s hard work and concern for production quality meant that after a few years she could buy two planes to export her fish.

On the third day, participants got tips on how to choose the business. A business should recognize the available resources in their neighbourhood. A small scale enterprise should not depend on outside resources. On the fourth and fifth days, participants practiced simple bookkeeping. Some participants were not familiar with financial terms such as debit, credit, and balance. On the sixth day, participants received materials about debt. The facilitator and the participants analyzed sustainable debt. In general, the training activity went well because the participants could absorb the materials.Sejak 2004 SATUNAMA bersama dengan BP Tangguh LNG mengembangkan program peningkatan kesejahteraan dalam bentuk pengembangan usaha kecil dan mikro bagi masyarakat di Teluk Bintuni, Papua. Kegiatannya antara lain penyaluran dana stilmulan di 9 kampung, masing-masing mendapatkan dana bervariasi antara 10 sampai 25 juta. SATUNAMA juga memberikan pendampingan berupa pertemuan kelompok setiap bulannya. Hal tersebut kemudian memunculkan embrio kewirausahaan di kampung Mogotira, Tomu, Rejosari, Taroy, dan Ekam. Program juga mempromosikan berbagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan keluarga seperti pelatihan pengolahan hasil perikanan, pertanian berkelanjutan, pembuatan abon, dendeng rusa, dan krupuk sagu.

Saat mengelola usaha, sebagian besar masyarakat belum melakukan perhitungan secara terperinci terhadap pengelolaannya. Kadang hal ini mengakibatkan harga jual produk lebih rendah daripada biaya produksinya. Untuk memperbaiki hal tersebut, SATUNAMA mengadakan kegiatan pelatihan usaha kecil bagi para pelaku usaha kecil. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengelola sumber daya di lingkungannya, juga untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta tentang pengetahuan dasar manajemen usaha kecil.

Pelatihan berlangsung pada tanggal 17 hingga 22 November 2009 di Hotel Fak-fak, Fak-fak,Papua Barat dengan fasilitator Kantri Sekar Wandasari dibantu oleh co.Fasilitator Edy Purwaka, keduanya staf SATUNAMA. Acara hari pertama berupa kegiatan pra kondisi berupa perkenalan peserta dari 6 kampung, yaitu: Weriagar, Tomu, Taroy, Sebyar, Ekam, dan Mogotira. Acara kemudian berlanjut dengan tes awal untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap manajemen usaha kecil. Dalam kesempatan tersebut ke-15 mama-mama yang menjadi peserta mengungkapkan jika kegagalan usaha mereka didominasi permasalahan usaha yang di bon, baik untuk kepentingan saudara, pribadi maupun kepentingan kampung, dan pencurian.

Hari kedua, fasilitator mengajak peserta mengenal potensi diri sebagai wirausaha. Peserta mudah menerima materi mengenal diri karena fasilitator menggunakan bantuan contoh mengenai sifat-sifat wirausaha yang seharusnya ia miliki. Cerita yang dipakai mengenai Susi Pudjiastuti, juragan ikan asal Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat yang mempunyai sifat tekun, mementingkan kualitas produksi dan percaya diri. Setelah bekerja keras akhirnya ia mampu membeli dua pesawat yang digunakan untuk angkutan ekspor ikan

Pada hari ketiga, peserta mendapatkan materi tentang pemilihan usaha. Ketersediaan sumberdaya di daerah merupakan syarat memilih usaha yang baik. Sebuah usaha kecil sebaiknya tidak perlu mengandalkan sumberdaya dari luar daerah. Hari keempat dan kelima, peserta bersama-sama melakukan praktek pembukuan sederhana. Kendala yang dihadapi adalah istilah keuangan yang dirasakan belum terlalu familiar. Banyak peserta yang kurang memahami istilah-istilah seperti debit, kredit, dan neraca. Hari keenam, peserta mendapatkan materi pilihan berupa hutang. Fasilitator mengajak peserta menganalisis pilihan berhutang yang baik dan hutang yang buruk melalui kegiatan membandingkan dua buah cerita.

Secara umum, kegiatan pelatihan usaha kecil berjalan dengan lancar. Peserta mampu menyerap hal-hal yang disampaikan dalam pelatihan. Kendala utama yang dijumpai dalam kegiatan tersebut adalah perbedaan penggunaan istilah. Misalnya jika fasilitator menyebutkan harta, peserta sering memaknai kata tersebut sebagai mas kawin. Sedangkan untuk materi lainnya, tidak ada kendala yang cukup berarti.

Tinggalkan komentar