Politisi Muda Harus Punya Kekuatan Melayani

Rangkaian  Sekolah Politisi Muda Program Civilizing Politic For Indonesia Democracy (CPID) SATUNAMA Angkatan ke-2 membahas tentang pengarusutamaan gender dan politik pada Kamis (19/5). Dr. Chusnul Mar’iyah selaku narasumber dalam pelatihan ini sangat percaya bahwa pengarusutamaan gender dalam politik adalah salah satu bukti diberlakukannya Hak Asasi Manusia, di mana manusia dewasa harus mendapat akses dalam politik bernegara. “Akses politik tidak hanya satu arah berupa hak untuk memilih, namun juga hak agar gagasannya diakomodir dan perempuan bisa menjadi wakil untuk dipilih.” Ujarnya.

Chusnul memaparkan lebih lanjut, keterlibatan perempuan dalam politik tidak hanya berupa kepedulian perempuan tentang masalah yang spesifik seperti kesehatan reproduksi dan kekerasan dalam relasi saja, tetapi menempatkan kesadaran dan pengalaman perempuan sebagai kesadaran dan pengalaman manusia yang utuh sehingga tercermin dalam capaian-capaian pembangunan seperti akses sumber daya dan upah kerja yang setara. “Tidak bisa kita memundurkan sebuah kelompok, karena ide dari mother founding kita bahwa Indonesia adalah negara yang pluralis dan inklusif. ‘Mencerdaskan kehidupan bangsa’ berarti juga mencerdaskan perempuan dan anak-anak” tambahnya.

Salah satu permasalahan yang diungkap oleh peserta pelatihan adalah bahwa tidak banyak figur perempuan yang berkualitas walaupun kesempatan sudah dibuka oleh partai. Adalah fungsi partai untuk mengkader dan membina anggotanya alih-alih hanya merekrut figur yang sudah jadi. “Mengkader anggota partai tidak sama dengan membuka lowongan kerja.” Sanggah Chusnul.

Dari pengamatanya, Chusnul masih melihat bahwa figur perempuan berpolitik masih ditempeli dengan stigma negatif. “Perempuan bekerja di ruang publik saja sudah dianggap perempuan gak bener, apalagi kalau ada perempuan yang maju, biasanya kehidupan pribadinya akan disangkut-pautkan”.

Selain terus menggaungkan 30% keterlibatan perempuan, Chusnul mendorong semua peserta baik laki-laki maupun perempuan untuk menciptakan iklim berpartai dan berpolitik yang tidak seksis dan tidak rasis. Dengan sistem politik yang nyaman tentu visibilitas perempuan dalam ranah publik akan meningkat. Sementara laki-laki tidak perlu takut, karena yang diperjuangkan bersama adalah hak sipil.

“Perempuan  hanya dapat 30% dan kuota ini belum terpenuhi. Mengapa laki-laki yang mendapat 70% justru takut? Padahal keterlibatan perempuan masih dimulai dari politik dinasti.” demikian Chusnul.

Untuk menghilangkan rasa takut tersebut, Chusnul meminta semua peserta untuk tidak berpikir maskulin. Selama ini perpolitikan masih diacapai dengan cara power over yaitu saling menguasai. Sudah saatnya politisi muda berfikir dalam kerangka power to do yaitu kekuatan untuk melayani.

Rangkaian Sekolah Politisi Muda Program Civilizing Politic For Indonesia Democracy (CPID) SATUNAMA angkatan ke-2 diadakan sejak Senin (16/5) dan akan berakhir pada Sabtu (21/5). Program ini dihelat sejak 2015. Tahun ini peserta Sekolah Politisi Muda berjumlah 21 orang yang berasal dari lintas partai di beberapa provinsi di Indonesia. []

Penulis : Ajeng Herliyanti
Editor : Ariwan K Perdana

Tinggalkan komentar