Hak Digital Bagi Pengguna Rentan

Belum lama ini sebuah konferensi tingkat internasional RighsCon Silicon Valley dilangsungkan pada 30 Maret-1 April 2016 di Mission Bay Conference Centre, San Francisco, Amerika Serikat. Konferensi yang diselenggarakan oleh Access Now, sebuah lembaga yang konsen terhadap pembelaan dan perluasan hak digital bagi pengguna rentan di seluruh dunia melalui kebijakan inovatif, keterlibatan pengguna, dan dukungan teknis,  ini membahas mengenai hak-hak asasi manusia yang kaitannya dengan dunia digital atau internet.

IMG-20160407-WA0007
Sesi Penutupan RightsCon Silicon Valley 2016 di Mission Bay Conference Centre, San Francisco, Amerika Serikat (1/4).

Valentina Wijiyati dari SATUNAMA berkesempatan menghadiri dan mengikuti konferensi ini sekaligus menjadi salah satu pembicara sesi dalam ajang konferensi tersebut. Kesempatan ini adalah kali kedua Wiji terlibat dalam konferensi yang sama, meski sebelumnya hanya sebagai peserta. Kali pertama Wijji terlibat adalah tahun 2015 di mana konferensi saat itu berlangsung di Manila, Filipina. Hasil konferensi di Manila kemudian mendalangi gagasan mengenai program Talkshow Melek Media SATUNAMA yang kini rutin diadakan setiap hari Kamis pukul 09.00 wib-10.00 wib di Radio Satunama 855 Am. Program talkshow ini dipandu oleh Kuncoro dan Wiji sendiri sebagai narasumber setiap minggunya.

Beberapa hal yang mungkin masih asing bagi kita namun menjadi isu yang dibahas dalam RightsCon 2016, diantaranya adalah mengenai hak untuk dilupakan. “Misalnya ketika seseorang terkena tuduhan kasus korupsi namun di persidangan dia tidak terbukti bersalah, sementara pemberitaannya di dunia digital masih ada dan terus ada jika sumber pemberita tidak menghapus pemberitaan tersebut. Maka melalui forum dalam konferensi ini merasa perlu adanya kewajiban bagi orang yang melakukan pemberitaan tersebut untuk mencabut atau menghapus berita yang telah ia muat dan diedarkan di dunia maya, hal ini kemudian juga menyangkut pengembalian nama baik bagi orang yang diberitakan.” Ujar Wiji dalam acara Talkshow Melek Media Radio SATUNAMA, Kamis (07/04).

“Lalu ada lagi mengenai surveillance atau dalam bahasa yang sederhana dapat kita maknai sebagai aktifitas pemantauan terhadap seseorang dengan berbagai cara. Dalam konferensi ini hal  tersebut juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi dan privacy seseorang sebagai manusia dan warga negara yang bebas dan merdeka.”tutur Wiji lagi.

Sebagai pembicara dalam salah satu sesi yaitu sesi ID302 di ajang konferensi hak asasi manusia terkait dengan dunia digital ini, Wiji mengusung tema mengenai penyandang disabilitas. Terkait dengan hal itu Wiji mengusung gagasan bagaimana agar hak-hak mereka dalam mengakses dunia digital ikut diperhatikan dan bagaimana kemudian membangun dunia digital yang inklusif juga terhadap para penyandang disabilitas.

Wiji kemudian menceritakan tentang Haben Girma, seorang pengacara lulusan Harvard yang juga seorang penyandang disabilitas dengan keterbatasan dalam penglihatan dan pendengaran. “Siapapun yang ingin berkomunikasi dengannya, akan mengetik di keyboard portable yang terhubung dengan mesin ketik braille sehingga apapun yang diketik maka akan terbaca olehnya melalui braille.” Kata Wiji.

Menurut Wiji, kehadiran Haben yang juga menjadi pembicara di sesi yang sama dengan Wiji serta isu yang diusung  mengenai hak-hak asasi manusia bagi para kaum disabilitas di dunia digital dianggap paling berkesan dan menyentuh. Diharapkan di masa mendatang, kaum difable akan semakin mudah dalam mengakses dan memanfaatkan dunia digital seperti layaknya orang kebanyakan.

RightsCon Silicon Valley 2016 merupakan sebuah konferensi yang dihadiri oleh perusahaan-perusahaan internet seperti Twitter, Google dan Facebook, para programer, kaum akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari seluruh dunia yang membahas isu-isu mengenai perlindungan anak dari para fedofil, perdagangan manusia, pelecehan terhadap kaum perempuan, ujaran kebencian, hak atas privacy, dan semua itu kaitannya dengan dunia digital. []

Penulis : Bella (Mahasiswa magang dari Unversitas Atma Jaya Yogyakarta)
Editor : Ariwan K Perdana

Tinggalkan komentar