Nilai, Visi Dan Model Kepemimpinan Masa Depan

Oleh : Hartoyo

48 orang yang berasal dari 13 propinsi di Indonesia hadir di Yayasan Kesatuan Pelayanan Kerjasama (SATUNAMA), Sleman, Yogyakarta, 29/1-5/2/2012. Mereka sedang mengikuti pelatihan “Managemen Organisasi Dan Kepemimpinan” yang di selenggarakan oleh Association for Community Empowerment (ACE), sebuah lembaga sosial yang fokus untuk pemberdayaan masyarakat bagi perempuan dan kelompok marginal. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok, yang satu pelaksanaannya di SATUNAMA sedang yang lainnya di Rifka Annisa, Yogyakarta. Walau tempat berbeda, materi pelatihan sama dan fasilitator oleh team SATUNAMA.

Peserta berasal dari berbagai latar belakang, dari mulai berbeda suku, agama, budaya dan juga perbedaan fokus kerja. Hal ini dinyatakan oleh Titik Hartini, selaku direktur eksekutif ACE ketika pembukaan pelatihan, bahwa isu yang berbeda-beda dari peserta tentu menjadi tantangan sendiri dalam pelaksanaan pelatihan kali ini. Dari mulai isu pertanian, nelayan, buruh migran, perempuan sampai isu HIV dan AIDS, hak-hak Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender (LGBT) serta isu prostitusi. Tentu ini menjadi kesulitan sendiri dalam merancang program pelatihan . Tetapi perbedaan itu justru menjadi unik sebuah tantangan sendiri, ungkap Ani, salah seorang fasilitator pelatihan. Karena perbedaan fokus yang sangat jauh menjadi saya berpikir bagaimana menggali pengalaman setiap orang agar dapat berbagi, tegas Ani disela-sela pelatihan.

Untuk sesi kepemimpinan terdiri dari beberapa tahap:

Tahap pertama; menggali dan mengidentifikasi identitas diri (20 tahun kebelakang) dengan menggunakan media gambar melalui koran, buletin dan majalah. Identitas diri itu meliputi; simbol diri terhadap alam, buku bacaan atau media lain yang memberikan pengaruh dalam hidup, orang-orang yang memberikan inspiratif, pengalaman berharga dalam hidup dan yang terakhir mimpi diri untuk “mengubah” dunia dimasa depan.

Prosesnya, setiap peserta diminta menggunting, menempel dan menghias simbol dan pengalaman diri melalui gambar yang ada dikoran dan majalah. Kemudian hasilnya dipresentasikan dan dipajangkan kepada peserta lainnya.

Kemudian hasil simbol diri yang telah menjadi media gambar “dirumuskan” oleh fasilitator (Metha), menghasilkan : Simbol identitas diri meliputi; Nilai, Visi dan Aset dari setiap orang. Apa yang terjadi pada diri kita sekarang dipengaruhi oleh insipirator dari pihak lain. Menurut Metha, bahwa seorang inspirator harus mempunyai prasyarat antara lain; dapat menerima semua pihak, mendukung, mengajak/bergerak, mengayomi, panutan/keteladanan, kontrakdisksi (anti kemapanan). Yang paling penting mampu melakukan pemberdayaan bagi kelompoknya, bukan menjadi ketergantungan seperti yang terjadi pada tokoh yang dikultuskan. Itulah yang membedakan antara inspirator dengan pengkultusan. Walau sikap mengkultuskan pada waktu tertentu mengandung hal yang positif dalam perubahan. Tetapi pengkultusan mengandung unsur ketergantungan dan cenderung tidak terjadi kontradiksi, kurang dibangun dialog yang lebih setara.

Setelah selesai tahap pertama yang diselingi beberapa permainan menari dan berjoget bersama peserta. Kemudian masuk tahapan selanjutnya, fasilitator memberikan tugas kepada peserta untuk mencari artikel koran dan majalah tentang ciri dan model kepemimpinan. Setelah itu dituliskan oleh peserta model kepemimpinan seperti apa yang ada dalam artikel tersebut. Kemudian hasilnya dibagikan dengan kelompok kecil (5 orang/kelompok). Pelatihan ini selain bergembira dengan berjoget tetapi juga menggunakan dengan cara diskusi kelompok kecil untuk memungkinkan setiap orang untuk berpendapat, tidak ada yang mendominasi satu sama lain. Setelah masing-masing orang berbagi dikelompok kecil, kemudian artikel dikelompokan pada “cluster” tertentu berdasarkan isi berita. Sehingga terbagi menjadi : Kelompok korupsi dan ekonomi, kelompok pendidikan dan kebudayaan, kelompok kebangsaan, kelompok pemberdayaan perempuan dan kelompok bencana alam.

Setiap kelompok membuat majalah dinding dari masing-masing artikel dan kemudian membahas ; Visi dan Misi, Nilai kepimpinan, model dan gaya kepemimpinan yang terdapat dalam gabungan artikel tersebut. Hasil kelompok berupa majalah dinding kemudian dipresentasikan kepada semua peserta. Itulah yang dibahas pada hari kedua (6 jam efektif). Sedangkan pada hari pertama membahas konsep alur, perkenalan dan aturan selama pelatihan selama pelatihan (3 jam). Untuk hari ketiga, membahas soal ciri-cir kepemimpinan ideal menurut pandangan masing-masing peserta. Prosesnya dengan membagi kelompok (5 orang), kemudian menuliskan dan meyepakati apa ciri dari seorang pemimpin yang ideal. Setelah masing-masing kelompok meyepakati, dibahas bersama oleh kelompok lainnya. Ditahap proses ini banyak terjadi perdebatan, terutama ketika ada satu kelompok menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai garis keturunan kepemimpinan. Ciri itu ditolak oleh peserta lainnya. Sesi selanjutnya di hari ketiga membahas bagaimana membangun kerjasama dalam team. Fasilitator meminta peserta untuk membuat bangunan dari “pipet atau sedotan” plastik. Peserta dibagi menjadi dua kelompok (12 orang), tugasnya membangun setinggi mungkin bangunan pipet tanpa bantuan benda dan alat lain. Setelah selesai, peserta merefleksikan dan membahas bagaimana pola kerjasama antara anggota sehingga sebuah bangun pipet bisa berdiri kokoh. Para peserta tentu menceritakan dari mulai proses awal sampai terjadi bangun kepada peserta lainnya. Point penting yang dapat diambil dari permainan itu adalah; kerjasama, saling percaya, perencanaan dan saling mendukung satu sama lain.

Tahapan selanjutnta membahas soal bintang kehidupan yang dituangkan dalam bentuk segitiga sama kaki. Memang dalam pelatihan kepemimpinan kali ini banyak berbagi pengalaman dikelompok kecil tetapi juga banyak penggalian personal. Identitas diri. Ada dua segitiga, pertama segitiga yang membahas ; Nilai, pengetahuan, keterampilan dan ditengahnya semangat baru apa yang didapat selama pelatihan kepemimpinan (1,5 hari). Segitiga kedua membahas soal; fokus isu organisasi, jaringan, situasi sosial/politik/budaya/ekonomi dan ditengahnya motivasi diri apa yang menggerakan untuk berjuang. Sedangkan yang ketiga adalah gabungkan antara kedua segitiga tersebut. Hasil refleksi diri masing-masing peserta itu, kemudian dituangkan dalam kertas berwarna yang dibuat seindah mungkin. Tahapan terakhir hari ketiga adalah membuat “Tangga Perubahan”. Prosesnya setiap peserta menuliskan hal-hal apa yang menjadi ; 1. Mantra gerakan sosial, 2.Identitas/Simbol gerakan, 3. Sistem Komunikasi, 4. Strategi Komunitas, 5. Strategi Advokasi dan 6. Visi atau mimpi untuk mengubah dunia. Tangga perubahan ini kemudian akan dilihat dengan sesi awal tentang identitas diri, apakah mimpi personal sinergis dengan mimpi gerakan yang akan dicapai? Ini point dari sesi ini.

Caranya masing-masing peserta menggali dan merefleksikan sendiri (30 menit) dari masing-masing tahapan itu dan setiap tahapan dituliskan dalam kartu yang berbentuk indah (seperti bentuk buah, binatang ataupun daun). Contoh yang dibuat oleh penulis; 1. Hak LGBT adalah HAM (Mantra), 2. Setiap LGBT adalah agen perubahan (Simbol), 3. Membangun media informasi sebanyak mungkin tentang LGBT (Strategi Komunikasi), 4. Membangun jaringan dengan kelompok pluralisme, perempuan, HAM, pro demokrasi dan LGBT (Strategi Komunitas), 5. Membuat pendidikan alternatif melalui media sosial tentang isu LGBT (Strategi advokasi), 6. Adanya kebijakan afirmatif bagi kelompok LGBT di Indonesia.

Masing-masing peserta meletakkan satu demi satu kartu dalam “tangga perubahan” yang telah dibuat diatas lantai menggunakan isolasi kertas. Kemudian masing-masing tangga diletakan dua lilin yang dinyalakan. Saat setiap peserta meletakkan kartu sekaligus membacakan kartu-kartunya, kemudian panitia mematikan lampu ruangan belajar. Sepertinya sesi ini dibuat sedemikian rupa untuk lebih terasa reflektif dan hening suasananya. Setelah setiap orang meletakan kartu, kemudian diiringi dengan lagu “Lilin-Lilin Kecil- Chrisye”. Setiap peserta berdiri dan berjalan mengelilingi tangga perubahan , tentunya sambil bernyanyi bersama dan bergandengan tangan. Tahap ini mengakhiri tema pembahasan kepemimpinan dalam pelatihan.

*Peserta Pelatihan Kepemimpinan Dan Managemen Organisasi SATUNAMA ** Ringkasan dan Refleksi pelatihan Kepemimpinan dan Managemen Organisasi di SATUNAMA Yogyakarta, 29 Januari – 5 Februari 2012.

Oleh : Hartoyo

48 orang yang berasal dari 13 propinsi di Indonesia hadir di Yayasan Kesatuan Pelayanan Kerjasama (SATUNAMA), Sleman, Yogyakarta, 29/1-5/2/2012. Mereka sedang mengikuti pelatihan “Managemen Organisasi Dan Kepemimpinan” yang di selenggarakan oleh Association for Community Empowerment (ACE), sebuah lembaga sosial yang fokus untuk pemberdayaan masyarakat bagi perempuan dan kelompok marginal. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok, yang satu pelaksanaannya di SATUNAMA sedang yang lainnya di Rifka Annisa, Yogyakarta. Walau tempat berbeda, materi pelatihan sama dan fasilitator oleh team SATUNAMA.

Peserta berasal dari berbagai latar belakang, dari mulai berbeda suku, agama, budaya dan juga perbedaan fokus kerja. Hal ini dinyatakan oleh Titik Hartini, selaku direktur eksekutif ACE ketika pembukaan pelatihan, bahwa isu yang berbeda-beda dari peserta tentu menjadi tantangan sendiri dalam pelaksanaan pelatihan kali ini. Dari mulai isu pertanian, nelayan, buruh migran, perempuan sampai isu HIV dan AIDS, hak-hak Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender (LGBT) serta isu prostitusi. Tentu ini menjadi kesulitan sendiri dalam merancang program pelatihan . Tetapi perbedaan itu justru menjadi unik sebuah tantangan sendiri, ungkap Ani, salah seorang fasilitator pelatihan. Karena perbedaan fokus yang sangat jauh menjadi saya berpikir bagaimana menggali pengalaman setiap orang agar dapat berbagi, tegas Ani disela-sela pelatihan.

Untuk sesi kepemimpinan terdiri dari beberapa tahap:

Tahap pertama; menggali dan mengidentifikasi identitas diri (20 tahun kebelakang) dengan menggunakan media gambar melalui koran, buletin dan majalah. Identitas diri itu meliputi; simbol diri terhadap alam, buku bacaan atau media lain yang memberikan pengaruh dalam hidup, orang-orang yang memberikan inspiratif, pengalaman berharga dalam hidup dan yang terakhir mimpi diri untuk “mengubah” dunia dimasa depan.

Prosesnya, setiap peserta diminta menggunting, menempel dan menghias simbol dan pengalaman diri melalui gambar yang ada dikoran dan majalah. Kemudian hasilnya dipresentasikan dan dipajangkan kepada peserta lainnya.

Kemudian hasil simbol diri yang telah menjadi media gambar “dirumuskan” oleh fasilitator (Metha), menghasilkan : Simbol identitas diri meliputi; Nilai, Visi dan Aset dari setiap orang. Apa yang terjadi pada diri kita sekarang dipengaruhi oleh insipirator dari pihak lain. Menurut Metha, bahwa seorang inspirator harus mempunyai prasyarat antara lain; dapat menerima semua pihak, mendukung, mengajak/bergerak, mengayomi, panutan/keteladanan, kontrakdisksi (anti kemapanan). Yang paling penting mampu melakukan pemberdayaan bagi kelompoknya, bukan menjadi ketergantungan seperti yang terjadi pada tokoh yang dikultuskan. Itulah yang membedakan antara inspirator dengan pengkultusan. Walau sikap mengkultuskan pada waktu tertentu mengandung hal yang positif dalam perubahan. Tetapi pengkultusan mengandung unsur ketergantungan dan cenderung tidak terjadi kontradiksi, kurang dibangun dialog yang lebih setara.

Setelah selesai tahap pertama yang diselingi beberapa permainan menari dan berjoget bersama peserta. Kemudian masuk tahapan selanjutnya, fasilitator memberikan tugas kepada peserta untuk mencari artikel koran dan majalah tentang ciri dan model kepemimpinan. Setelah itu dituliskan oleh peserta model kepemimpinan seperti apa yang ada dalam artikel tersebut. Kemudian hasilnya dibagikan dengan kelompok kecil (5 orang/kelompok). Pelatihan ini selain bergembira dengan berjoget tetapi juga menggunakan dengan cara diskusi kelompok kecil untuk memungkinkan setiap orang untuk berpendapat, tidak ada yang mendominasi satu sama lain. Setelah masing-masing orang berbagi dikelompok kecil, kemudian artikel dikelompokan pada “cluster” tertentu berdasarkan isi berita. Sehingga terbagi menjadi : Kelompok korupsi dan ekonomi, kelompok pendidikan dan kebudayaan, kelompok kebangsaan, kelompok pemberdayaan perempuan dan kelompok bencana alam.

Setiap kelompok membuat majalah dinding dari masing-masing artikel dan kemudian membahas ; Visi dan Misi, Nilai kepimpinan, model dan gaya kepemimpinan yang terdapat dalam gabungan artikel tersebut. Hasil kelompok berupa majalah dinding kemudian dipresentasikan kepada semua peserta. Itulah yang dibahas pada hari kedua (6 jam efektif). Sedangkan pada hari pertama membahas konsep alur, perkenalan dan aturan selama pelatihan selama pelatihan (3 jam). Untuk hari ketiga, membahas soal ciri-cir kepemimpinan ideal menurut pandangan masing-masing peserta. Prosesnya dengan membagi kelompok (5 orang), kemudian menuliskan dan meyepakati apa ciri dari seorang pemimpin yang ideal. Setelah masing-masing kelompok meyepakati, dibahas bersama oleh kelompok lainnya. Ditahap proses ini banyak terjadi perdebatan, terutama ketika ada satu kelompok menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai garis keturunan kepemimpinan. Ciri itu ditolak oleh peserta lainnya. Sesi selanjutnya di hari ketiga membahas bagaimana membangun kerjasama dalam team. Fasilitator meminta peserta untuk membuat bangunan dari “pipet atau sedotan” plastik. Peserta dibagi menjadi dua kelompok (12 orang), tugasnya membangun setinggi mungkin bangunan pipet tanpa bantuan benda dan alat lain. Setelah selesai, peserta merefleksikan dan membahas bagaimana pola kerjasama antara anggota sehingga sebuah bangun pipet bisa berdiri kokoh. Para peserta tentu menceritakan dari mulai proses awal sampai terjadi bangun kepada peserta lainnya. Point penting yang dapat diambil dari permainan itu adalah; kerjasama, saling percaya, perencanaan dan saling mendukung satu sama lain.

Tahapan selanjutnta membahas soal bintang kehidupan yang dituangkan dalam bentuk segitiga sama kaki. Memang dalam pelatihan kepemimpinan kali ini banyak berbagi pengalaman dikelompok kecil tetapi juga banyak penggalian personal. Identitas diri. Ada dua segitiga, pertama segitiga yang membahas ; Nilai, pengetahuan, keterampilan dan ditengahnya semangat baru apa yang didapat selama pelatihan kepemimpinan (1,5 hari). Segitiga kedua membahas soal; fokus isu organisasi, jaringan, situasi sosial/politik/budaya/ekonomi dan ditengahnya motivasi diri apa yang menggerakan untuk berjuang. Sedangkan yang ketiga adalah gabungkan antara kedua segitiga tersebut. Hasil refleksi diri masing-masing peserta itu, kemudian dituangkan dalam kertas berwarna yang dibuat seindah mungkin. Tahapan terakhir hari ketiga adalah membuat “Tangga Perubahan”. Prosesnya setiap peserta menuliskan hal-hal apa yang menjadi ; 1. Mantra gerakan sosial, 2.Identitas/Simbol gerakan, 3. Sistem Komunikasi, 4. Strategi Komunitas, 5. Strategi Advokasi dan 6. Visi atau mimpi untuk mengubah dunia. Tangga perubahan ini kemudian akan dilihat dengan sesi awal tentang identitas diri, apakah mimpi personal sinergis dengan mimpi gerakan yang akan dicapai? Ini point dari sesi ini.

Caranya masing-masing peserta menggali dan merefleksikan sendiri (30 menit) dari masing-masing tahapan itu dan setiap tahapan dituliskan dalam kartu yang berbentuk indah (seperti bentuk buah, binatang ataupun daun). Contoh yang dibuat oleh penulis; 1. Hak LGBT adalah HAM (Mantra), 2. Setiap LGBT adalah agen perubahan (Simbol), 3. Membangun media informasi sebanyak mungkin tentang LGBT (Strategi Komunikasi), 4. Membangun jaringan dengan kelompok pluralisme, perempuan, HAM, pro demokrasi dan LGBT (Strategi Komunitas), 5. Membuat pendidikan alternatif melalui media sosial tentang isu LGBT (Strategi advokasi), 6. Adanya kebijakan afirmatif bagi kelompok LGBT di Indonesia.

Masing-masing peserta meletakkan satu demi satu kartu dalam “tangga perubahan” yang telah dibuat diatas lantai menggunakan isolasi kertas. Kemudian masing-masing tangga diletakan dua lilin yang dinyalakan. Saat setiap peserta meletakkan kartu sekaligus membacakan kartu-kartunya, kemudian panitia mematikan lampu ruangan belajar. Sepertinya sesi ini dibuat sedemikian rupa untuk lebih terasa reflektif dan hening suasananya. Setelah setiap orang meletakan kartu, kemudian diiringi dengan lagu “Lilin-Lilin Kecil- Chrisye”. Setiap peserta berdiri dan berjalan mengelilingi tangga perubahan , tentunya sambil bernyanyi bersama dan bergandengan tangan. Tahap ini mengakhiri tema pembahasan kepemimpinan dalam pelatihan.

*Peserta Pelatihan Kepemimpinan Dan Managemen Organisasi SATUNAMA ** Ringkasan dan Refleksi pelatihan Kepemimpinan dan Managemen Organisasi di SATUNAMA Yogyakarta, 29 Januari – 5 Februari 2012.

Tinggalkan komentar