Persahabatan Anak-anak Kadilajo dan Keningar

SATUNAMA bermitra dengan kelompok anak di beberapa wilayah di Provinsi DIY dan Jawa Tengah yaitu di Duwet-Sleman, Ngablak–Bantul, Kadilajo-Klaten & Keningar-Magelang. Kelompok anak yang difasilitasi SATUNAMA ini berjaringan sejak tahun 2014.

Pelatihan teman sebaya, pelatihan advokasi, dan cross visit adalah beberapa kegiatan yang mempertemukan anak-anak di beberapa tempat ini. Kegiatan-kegiatan ini menjadi ajang persahabatan yang saling menginspirasi satu dengan yang lain. Sebuah pertemanan yang didasarkan pada kepedulian untuk perubahan sosial khususnya kepedulian terhadap perlindungan anak.

Berikut sedikit kisah yang dituturkan oleh Ruri Putri dari Desa Kadilajo. Ruri berkisah tentang persahabatannya dengan Entin dari Desa Keningar, kesannya terhadap Desa Keningar dan pengalamannya hadir dalam acara Salaman Art Day di Magelang. 

****

Ai, ai, ai! Akhirnya bisa menulis lagi setelah sekian lama terpenjara mood yang buruk. Saya akan berkisah tentang pertemanan antara Kadilajo dan Keningar. Yuk mulai!

Entin, begitu kupanggil namanya. Anak kecil yang masih menginjakkan kaki di lantai SMP. Pertama berjumpa kesanku padanya adalah lugu, pendiam, kalau diajak bicara hanya senyum-senyum,  ketika menjawab pertanyaan selalu menggunakan Bahasa Jawa yang halus dan sopan.

Pertemuan kedua dengannya adalah saat aku bermain ke Keningar dan berbagi sedikit cerita tentang Hak Anak dengan  teman-teman Keningar. Saat itu, setiap melihat Entin,  aku selalu membatin, “ah, semoga kau lekas sembuh dengan keterbukaan dan tawa. Dunia butuh manusia cerdas dan ceria, Ntin!”

Lama tak berjumpa, akhirnya kami dipertemukan kembali dalam acara cross visit anak-anak desa pada 8 Februari 2015 lalu. Kami dari Kadilajo dengan dua buah mobil meluncur menuju Keningar. Tak kusangka, di sana kudapati Entin si manusia cupu itu dengan luwes mengikuti segala pementasan yang digelar, dari main gamelan, tari tunggal hingga tari kelompok. Heuh! Aku memuji alam semesta yang membuatnya bermetamorfosa begitu cepat menjadi perempuan pengorganisasi sebaya. Ya, dia telah memulai.

Kami bertemu lagi waktu acara Salaman Art Day di Magelang pada 21-22 Maret 2015. Mungkin terasa aneh Kadilajo bela-belain datang membawa rombongan satu mobil untuk menyemangati Entin dkk. Tapi kami memang kagum dengan Keningar; mereka mudah dikoordinir, solidaritasnya yahud, dan maju dalam hal kesenian.

Mobil kami melaju ke kantor SATUNAMA, kemudian berangkat bersama teman-teman Duwet. Di Magelang sudah menunggu Mas Bimo dan Mbak Stella dan semua orang yang datang. Yang berbeda kali ini adalah, Kadilajo datang dengan skuad lengkap dari anak kecil kelas Play Group, SD, hingga SMA.

Salaman art day
Kebersamaan dan persaudaraan begitu terasa dalam persahabatan anak-anak Desa Kadilajo dan Desa Keningar. [Foto: Istimewa]
Setelah sampai di Salaman, kami menunggu sangat lama untuk dapat menyaksikan Kelompok Keningar beraksi. Mereka mempersembahkan tari Cakar Lele. Patut diketahui bahwa pementas-pementas sebelumnya rata-rata adalah orang dewasa. Hanya Keningar yang mayoritas anak-anak (SD dan SMP). Meski hujan, para penonton tetap mengeluarkan kamera atau telepon genggam untuk mengabadikan momen tersebut. Betapa mulia mereka yang turut serta mencatat sejarah tentang mereka yang berdiri di  panggung ini sebagai pencerita handal, pencerita kesenian. Iin bercerita dengan tulisan, Abib bercerita dengan gambar, Brian bercerita dengan bersepeda, dan Keningar bercerita dengan tarian.

Selesai acara, kami menghampiri Mas Brewok yang aktif mengorganisir kawan-kawan di Keningar dan meminta waktu untuk berfoto bersama. Dengan spontan Mas Brewok yang sedang berada di atas panggung merespon “yo ayo, nang kene wae! Munggah!” (Ayo,  di sini saja, naik!). Kami semua lalu naik ke atas panggung dan menempatkan diri dengan rapi. Tapi sayangnya saat semua sudah siap untuk sesi foto, fotografernya malah menghilang entah kemana. Ya, Mas Eko sang fotografer menghilang begitu saja entah ke mana. Padahal kamera yang dibawanya adalah yang dianggap paling yahud untuk berfoto. Ah!

Tapi ternyata semua orang kemudian mengeluarkan kamera atau telepon genggam untuk mengambil gambar kami. Ya, semua! Banyak orang yang mengabadikan sesi ini. Benar-benar serasa seperti manusia mulia yang patut dikenal dunia. Sampai akhirnya kameramen panitia menyuruh kami semua untuk menjadi model video Salaman Art Day dengan berteriak lantang “Salaman Art Day 2015, Yess!”. Dan semua orang bertepuk tangan dengan riang.

Tak terasa, senja semakin tua, menegur kami untuk segera pulang. . Ketika sampai di mobil, bertemulah kami dengan Mas Eko yang ternyata menghilang untuk….pipis. Duh! Dia meminta maaf pada kami, dan kami hanya tertawa.

Sebenarnya ayah dan ibu di rumah sudah menyiapkan makanan di meja makan dan menanti kehadiran kami. Namun apalah daya karena perjalanan pulang yang panjang, terpaksa kami tidak bisa ikut makan malam bersama keluarga tercinta. Dalam perjalanan pulang, indahnya lampu jalanan membuat Zahra yang masih duduk di kelas 2 SD melontarkan kekaguman tiada henti, dan bicara pada kami semua, “Setelah sampai rumah, akan kutulis semua pengalaman hari ini” ujarnya sembari menambahkan bahwa hari itu dia lupa membawa bolpen dan kertas.

Bagiku, ini semua adalah awal kisah yang baik untuk memulai melakukan hal-hal yang berguna bagi kami semua dan juga bagi masyarakat di sekitar kami. Kita memang harus berani memulai.

Penulis : Ruri Putri (Pengurus KOPER Kadilajo)
Editor : Maria Sucianingsih & Ariwan K Perdana

Tinggalkan komentar