Ekspresi Kesan Peserta Pelatihan Advokasi Anak di SATUNAMA

Yayasan SATUNAMA mengadakan Pelatihan Advokasi Anak pada Sabtu-Minggu 7-8 Maret 2015 lalu. Pelatihan yang diadakan di Balai Pelatihan SATUNAMA ini melibatkan 4 kelompok anak yaitu Sanggar ONENAME dari Duwet, Desa Sendangadi, Sleman dan Ngablak, Desa Sitimulyo, Bantul, Komunitas anak KOPER dari Desa Kadilajo, Klaten, dan Sanggar Joyo Mukti dari Desa Keningar, Magelang. Ada banyak hal bisa dibagikan dari pelatihan ini. Berikut adalah secuil kisah dibalik pelatihan advokasi yang dituliskan oleh Ruri Putri salah satu pengurus KOPER.

Kami mendapat undangan mengikuti pelatihan advokasi anak di SATUNAMA. Dengan senang hati, saya datang dengan 4 orang teman yaitu Ririn, Ayik, Sigit, dan Ais. Mas Danang berjanji akan menjemput kami tepat pukul setengah tiga sore. Namun keadaan belum memungkinkan untuk tepat waktu. Singkat cerita, jam setengah tiga mobil sewaan baru keluar dari sarangnya. Lepas dari itu, di kota Klaten sedang hujan deras sederas-derasnya, sehingga Mas Danang harus menyetir dengan perlahan dan sangat hati-hati.

Pukul tiga sore Mas Danang datang dengan Ais dan Sigit. Aku dan Ayik masuk mobil dan duduk di kursi tengah. Kami menuju rumah Ririn yang berbeda dukuh untuk menjemputnya. Di dalam mobil kami semua ramai membicarakan SMS Mas Danang yang berbunyi “sepuluh menit mengkas yo dik,” (sepuluh menit lagi ya, dik) namun satu jam kemudian dia baru datang. Jalan lika-liku yang tajam juga menghambat perjalan kami. Mas Danang menjalankan mobil dengan amat sangat pelan. Huuh! Lengkap sudah perjalanan ini.

Pukul setengah empat sore kami sudah berada di Jalan Kaliurang, di perempatan terakhir sebelum belok kiri menuju SATUNAMA. Kemacetan yang tiada henti membuat kami membutuhkan waktu hingga satu jam untuk sampai di sana. Mbak Maria selalu berkicau dalam handphone menanyakan kami sudah sampai mana, dan jawaban yang keluar selalu sama; jakal (Jalan Kaliurang).

Sesampainya di pelataran SATUNAMA, dalam keadaan hujan, kami semua berlarian mencari tempat berteduh. Semua peserta sudah menunggu di kelas besar. Hanya kami yang terlambat. Tapi pembagian kamar dan diskusi aturan main juga baru dimulai. Itu artinya, kami tidak benar-benar terlambat.

8. Pelatihan Advokasi anak
Pelatihan Advokasi Anak dikemas dengan berbagai permainan yang mendidik dan menginspirasi. [Foto: Maria Sucianingsih/SATUNAMA]
Pelatihan yang berjalan dua hari satu malam itu meninggalkan banyak sekali ilmu dalam hati kami. Pengupasan tuntas tentang hak anak, kasus kekerasan, advokasi, hingga tindak lanjut acara ini. Ketika Mak Nunung yang bertindak sebagai salah satu fasilitator pelatihan mulai bicara tentang hak anak, semua peserta tergerak untuk bertanya banyak hal; pelanggaran, dukungan, kasus.

Pendek kata, jika 20 anak dari 4 desa saja bisa bercerita tentang berbagai kasus yang ada, bertanya dan meminta jawaban bagaimana menanganinya, padahal banyak desa di Indonesia ini, hitung saja berapa banyak yang bisa diungkapkan. Kita harus melebarkan sayap, membuka mata dan telinga, hati dan pikiran bahwa masih banyak kekerasan di luar sana. Masih banyak anak dan orang dewasa yang menjadi pelaku kekerasan, namun tidak menyadarinya. Pengaruh lingkungan, kebiasaan-kebiasaan buruk yang diamini khalayak umum dianggap sah untuk dilakukan.

Saya selalu bertanya-tanya, apakah ada sebuah negeri yang hidup damai tanda kekerasan? Dengan anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan nyanyian masa kecil, bukan lirik “bukak sithik, joss!” atau cinta-cintaan ala sinetron, pembiasan gender, pengesahan bullying atau penindasan pada yang lemah. Kapan didikan buat belajar? Sedangkan orang tua tidak selalu ada dan membimbing anak saat menonton televisi.

Kenyataan yang ada sungguh memprihatinkan. Untungnya masih ada anak yang peduli dengan lingkungan, dengan teman sebaya, menjadi pendengar dan penasihat yang baik. Dengan usainya pelatihan yang sangat singkat itu, mungkin setiap anak sudah bercerita dan berbagi ilmu pada yang lain. Sungguh agung apa yang dinamakan kebaikan, kepedulian menyatukan kami dalam satu naungan; bersama untuk tahu, bersama untuk berbagi.

Sekadar informasi, di Kadilajo, perpustakaan keliling yang sebelumnya hanya ada di Dukuh Tegalrejo, Ndelajo, dan Kalikajar, sekarang sudah merembet di Sepuloh dan Nggrenjeng. Setiap orang harus mampu berkata dalam hatinya, “Hari ini aku akan memulai”.

Penulis : Ruri Putri  (Pengurus KOPER Kadilajo-Klaten)
Editor : Maria Sucianingsih

Tinggalkan komentar