Inkonsistensi Peraturan Pemerintah dengan Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH NO 43 DAN NO 60 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UU DESA
Inkonsistensi antara Peraturan Pemerintah dengan Undang-Undang

Oleh Sri Purwani

Undang-Undang Desa no 6 Tahun 2014 disahkan sebagai proses mengembalikan kepercayaan negara kepada desa yang selama ini menjadi objek pembangunan dan kawasan “bebas area untuk proyek-proyek sektoral” baik dari kabupaten maupun pusat. Asas recognisi dan subsidiaritas merupakan upaya konkret dalam mewujudkan kemandirian desa tersebut. Tetapi tidaklah mungkin UU dilaksanakan tanpa disertai sebuah Peraturan Pemerintah yang menyertai pelaksanaannya, maka pada bulan Mei dan Juli 2014 ditetapkanlah PP no 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no 6 / 2014 tentang Desa dan PP No 60/ 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari APBN.

Bertolak belakang dari proses terbuka dalam penyusunan UU no 6 / 2014 yang sungguh melibatkan partisipasi berbagai komponen desa dan masyarakat di seluruh Indonesia, proses kelahiran PP 43 dan 60 tahun 2014 ini hampir tidak ada pelibatan dalam pembahasan di tingkat publik. Oleh karena hal itulah diperlukan banyak catatan dan input dari berbagai pihak untuk mencermati substansi 2 PP di atas. Inilah yang mendasari Forum Pengembangan dan Pembaharuan Desa / FPPD menyelenggarakan Lokakarya “ Bedah Peraturan Pelaksana Implementasi UU Desa “ dengan mengambil tempat di ruang seminar STPMD “APMD” pada tanggal 8 September 2014 diikuti oleh sekitar 100 orang dihadiri anggota Forum FPPD yang terdiri dari Pemerintah Desa, NGO, Peneliti dan Perguruan Tinggi serta beberapa Pemda.

Lokakarya didahului dengan pemaparan materi dari para narasumber yang terdiri dari 1) Bpk. Sutoro Eko (staf ahli Regulasi tentang Desa), membahas tentang arah besar pembangunan desa di Indonesia berdasar UU Desa dan posisi PP 43 dan 60 sebagai sarana implementasinya, 2) Bpk. Sunaryo Staf Khusus tentang Desa Provinsi Jawa Tengah dengan pokok bahasan Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Mendukung Implementasi UU Desa serta 3) Bpk. HA. Choliq Arif Bupati Wonosobo pokok materi Kebijakan Wonosobo Mengawal Implementasi UU Desa. Proses dipandu oleh Bpk. Farid dari FPPD selaku moderator.

Pemaparan dilanjutkan dengan tanya jawab seputar materi diantaranya tentang : a) Konsep Kartu Petani, b) Model Capacity Building untuk Masyarakat, bagamana tahapan strength Based Approach, c) Perlindungan terhadap TKI di provinsi Jateng d) RPJMDes yang satu pintu, bagaimana sinkronisasinya dan e) Pola pendampingan oleh fasilitator. Proses tanya jawab berakhir dengan jawaban dari ketiga narasumber dan disimpulkan oleh moderator dalam 4 poin hasil yakni:
1. PP 43 / 2014 dan PP 60/2014 merupakan kelahiran kembali “Birokratisasi Desa”
2. Lahirnya PP no 60/2014 ini mengakibatkan “ matinya” Kreativitas Desa, karena di sebagian besar pasalnya selalu mengacu pada “Peraturan Menteri” dalam setiap proses perencanaan maupun pelaksanaan.
3. Proses pendampingan apabila dimodel berdasar mekanisme seperti dalam PP 60, mengakibatkan proses pendampingan 1) “ala mandor” seperti yang selama ini menjadi catatan kritis program fasilitator model PNPM, 2) pendamping adalah pengelola proyek, sehingga hasil dan prosesnya harus seragam. Hal ini perlu dikawal agar tidak membahayakan paradigma fasilitator dalam proses pendampingan
4. Apabila desa selalu tergantung pada Peraturan Menteri, maka hal ini akan melahirlakn paradigma centralistis yang baru untuk pengembangan desa-desa di seluruh Indonesia

Ke-empat kesimpulan di atas menjadi bahan dasar dalam diskusi kelompok yang dilaksanakan seusai istirahat siang yang dibagi dalam 3 kelompok: 1) membedah soal Catatan PP dan Rekomendasi Persiapan Daerah 2) Persiapan Implementasi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa bagi Daerah dan Desa 3) Capacity Building dan Pemberdayaan Desa.

Diskusi kelompok yang berakhir pada pukul 16.00 ini menghasilkan beberapa rekomendasi dan catatan kritis dari kelompok-kelompok diantaranya Kelompok Dana Desa yang mencermati PP no 60 tahun 2014 dengan beberapa catatan diantaranya: A) BAB I KETENTUAN UMUM : tidak memuat penjelasan tentang Dana Cadangan B) BAB II TENTANG PENGANGGARAN: a) koreksi adanya inkosistensi di pasal 8 dengan pasal 2 Ketentuan Umum b) Pasal 7 tidak sesuai dengan semangat kemandirian. C) BAB III TENTANG PENGALOKASIAN: a) untuk Pasal 12 ayat 7 sebaiknya dihilangkan saja, karena bisa mengakibatkan model proyek bagi update data tahunan ala BPS, sedangkan desa selama ini selalu bersumber dari data kependudukan. D) BAB IV TENTANG PENYALURAN: apabila desa telah memberikan laporan ke kabupaten tepat waktu dan kabupaten terlambat mengirimkan ke pusat yang berdampak pada keterlambatan penyaluran dana desa termin berikutnya, langkah desa sebaiknya memberikan tembusan laporan ke pusat. E) BAB V TENTANG PENGGUNAAN: sebaiknya pasal 21 dan 22 di drop atau dihilangkan apabila kedua pasal tetap akan digunakan sebaiknya sifatnya pendelegasian. BAB VI TENTANG PELAPORAN: a) Pasal 24 lebih diperjelas dengan…. menyampaikan laporan realisasi dan Laporan Perubahan Silpa b) agar tidak terjadi proses penundaan transfer dana dari pusat yang diakibatkan oleh kesalahan ditingkat kabupaten/kota maka setiap desa juga membuat laporan tembusan ke pusat BAB VII TENTANG PEMANTAUAN DAN EVALUASI: tidak ada catatan.

Inilah beberapa hal yang masih menjadi perjuangan SATUNAMA sebagai lembaga yang mempunyai komitmen terhadap proses kemandirian desa bersama dengan teman-teman di FPPD maupun forum-forum penguatan desa di seluruh Indonesia.

Satu pemikiran pada “Inkonsistensi Peraturan Pemerintah dengan Undang-Undang”

  1. Saya pernah menjadi pengelola PNPM MP di kecamatan dan catatan sy dr 9 desa yg kami dampingi tak ada satupun desa yg membuat perencanaan sesuai dg UU, PP, Permendagri, MUSREBANGDES & KEC hanya formalitas belaka. Pertanyaan sy bagaimana memastikan kegiatan perencanaan/Musrebangdes/Kec berjalan sebagaimana mestinya
    Selain itu LPJ Kades selama ini hanya disampaikan ke Bupati dan dlm UU yg baru wajib disampaikan ke publik.
    Ada sangsi hukumnya tidak jika LPJ tahunan/habis masa jabatan Kades tdk ditempel pd papan informasi desa? saya tidak melihat ini dan jika tdk ada sama saja dg UU terdahulu dan jika ada sangsi jg akan menambah potensi konflik baru. Adakah ini jd perhatian?

    Balas

Tinggalkan komentar