Membangun Asa Tata Kelola Pemerintahan Desa Strategis di Sumba Barat Daya

Satunama.org. Lahirnya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan wujud nyata dari perubahan paradigma pembangunan yang sebelumnya top down ke bottom up di mana desa diberikan keleluasaan untuk mengelola dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut (Pasal 18 dan 19).

Upaya untuk membangun Indonesia dari desa bukanlah perkara yang mudah dan sederhana mengingat berbagai keterbatasan terutama Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) masih perlu mendapat perhatian serius.

Apalagi dalam era persaingan global saat ini, desa dituntut harus kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan potensi yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan yang ada. Dan karenanya desa kemudian ditunjang dengan dana desa yang sangat besar.

Dalam kondisi demikian, perubahan yang terjadi dalam implementasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut bukan hanya saja pada aspek pembangunan fisik maupun non fisik. Namun  yang signifikan terjadi adalah terbentuknya desa-desa baru dan lahirnya raja-raja kecil di desa dengan kepentingannya sendiri.

Memperebutkan kekuasaan untuk menguasai dan mengurus segala hal yang menjadi kewenangan ataupun hak desa (anggaran, asset dan kuasa untuk menempatkan perangkat) pun menjadi fenomena yang muncul. Desa bahkan terjebak dalam cengkraman kepentingan para elit maupun lembaga tertentu, yang kadang menimbulkan bias pada konflik horisontal di kalangan masyarakat.

Pentingnya Tata Kelola Pemerintahan Desa.

Kondisi yang tergambarkan di atas setidaknya muncul di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini, provinsi ini memiliki 173 Desa. Pemerintah Daerah di Tahun 2021 melalui Dinas PMD-SBD sudah melakukan tahapan untuk memekarkan 71 Desa lagi dengan harapan akan lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di Kab Sumba Barat Daya.

Namun jika kembali pada persoalan di atas, maka pemekaran desa tersebut bisa dianggap hanya sebagai suatu ajang pembagian kekuasaan, jika kualitas SDM sebagai unsur penting dalam Tata kelola Pemerintahan Desa tidak dipersiapkan dengan baik.

Proses demokrasi yang kadang irasional dalam pemilihan kepala desa (faktor keluarga banyak, ditakuti, dll), berujung pada lahirnya pemimpin-pemimpin yang tidak mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan karena keterbatasan kemampuan dalam membuat perencanaan dan pertanggungjawaban, terdapat juga Kepala desa yang tersandung kasus hukum.

Belajar dan mengamati kondisi demikian, sangat diharapkan adanya partisipasi dari semua pihak untuk turut serta dalam mendukung pembangunan di desa. Khususnya dalam hal mempersiapkan kualitas SDM Pemerintahan Desa yang mampu melihat tantangan dan peluang yang ada. Tentunya ini menjadi panggilan kepada lembaga-lembaga pegiat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa khususnya di SBD.

Program SDGs Desa pun diluncurkan oleh Kementriaan Desa dan PDTT dengan target 18 indikator capaian, yang kemudian menjadi arah baru bagi desa dalam penggunaan dana desa mulai di Tahun 2021. Jika merujuk pada aturan Permendesa No.13 Tahun 2021 tentang prioritas Penggunaan Dana Desa, program SDGs Desa dan arah kebijakan pembangunan di Kabupaten SBD – dikenal dengan sebutan 7 jembatan Emas Era masyarakat sejahtera- sebenarnya sudah cukup senada dan bisa saling mewujudkan dalam mencapai mimpi besar SDGs dan 7 Jembatan Emas. Antara lain adalah membangun Desa Tanpa Kemiskinan, Desa sehat dan Sejahtera dan lain-lain.

Namun berbagai persoalan klasik dan kompleks, seperti keterbatasan kemampuan dalam menciptakan perencanaan yang baik, keterbatasan data, pemahaman yang terbatas terhadap target capaian, konflik kepentingan, masih berfokusnya desa pada pembangunan infrastruktur serta lemahnya kapasitas SDM pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Desa, membuat pembangunan saat ini masih jalan di tempat.

Penguatan Kapasitas Pemerintah Desa.

Hadirnya William and Lily Foundation (WLF) di Kabupaten SBD yang bekerjasama dengan Yayasan SATUNAMA dengan Program “Penguatan Kapasitas dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Untuk mencapai Tujuan Pembangunan di Kabupaten SBD” menjadi angin segar bagi Pemerintah Daerah terutama Desa yag menjadi lokasi program.

Program dilakukan sejak tahun 2021 di 5 Desa yang menjadi Pilot Project SATUNAMA yaitu Desa Pogotena Kecamatan Loura, Desa Mangganipi dan Hameli Ate di Kecamatan Kodi Utara, Desa Tanggaba Kecamatan Wewewa Tengah, dan Desa Pada Eweta Kecamatan Wewewa Timur.

Tahapan awal pelaksanaan program bukanlah periode yang mudah untuk dilalui. Usaha SATUNAMA seperti menabrak tembok batu. Penolakan secara halus terjadi. Program tidak mendapatkan kepastian atau respon positif, karena kehadiran SATUNAMA dengan rencana kegiatan program seperti pelatihan RPJMDes, RKPDes, APDes dan lainnya, dianggap akan mendikte Pemerintah Desa dalam pelaksanaan kegiatan.

Namun dengan berbagai upaya dan pendekatan yang dilakukan, SATUNAMA dapat diterima dan mendapatkan apresiasi yang positif. Upaya pendekatan yang dilakukan di lapangan adalah pertama Pendekatan struktural dengan meminta dukungan Pemerintah Kabupaten, dalam ini Bupati, Dinas Terkait dan kecamatan dalam memberikan dorongan kepada desa.

Kedua, Pendekatan Holistik yaitu melibatkan semua pihak yang ada di desa baik lembaga di tingkat desa, pemuda, perempuan dan anak, maupun local champion di masing-masing desa yang mampu memberikan pengaruh dalam upaya mencapai perubahan yang lebih baik.  

Ketiga,Pendekatan Normatif, di mana SATUNAMA berusaha untuk menyampaikan fakta yang harus direspon oleh Pemerintah Desa, bukan yang biasanya dilakukan oleh Pemerintah Desa. Sehingga tujuan mewujudkan desa yang partisipatif dan transparan dapat dicapai dan dirasakan oleh semua pihak. Upaya-upaya lain pun dilakukan untuk menyampaikan pikiran rasional yang dapat membuka ruang berfikir dan pemahaman terhadap tujuan baik program yang akan dilakukan.

Apresiasi dan respon positif terhadap program yang dilaksanakan oleh SATUNAMA di SBD pun mulai muncul, “Program SATUNAMA ini seperti berkat Tuhan untuk kepala desa baru di Desa Mangganipi” demikian Alexander R. Dawa, tokoh masyarakat Desa Mangganipi yang aktif terlibat dalam setiap kegiatan SATUNAMA. Hal tersebut disampaikan olehnya, mengingat kepala desa sebelumnya tidak pernah melakukan kegiatan yang melibatkan semua pihak.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Desa Pada Eweta. “SATUNAMA memberikan pelajaran penting dalam mempersiapkan perencanaan pembangunan melalui pelatihan-pelatihan. Juga telah membantu desa dalam membuat Data Desa Presisi. Hal ini sangat membantu sekali.” Tutur Gregorius Dadongo, sang kades.

Meski demikian, berbagai persoalan dan apresiasi tersebut menjadi tantangan yang lebih besar bagi Yayasan SATUNAMA dan desa-desa yang ada, dalam membangun kemitraan yang baik untuk mewujudkan tujuan bersama melalui program strategis Berbasis SDGs Desa Menuju Era Masyarakat Sejahtera di Tanah “Loda Wee Maringgi Pada Malala”. [Penulis : Ishak Charles/Penyunting : A.K. Perdana/Foto : Dimas Ariyanto]

Tinggalkan komentar