Penanganan Kesehatan Jiwa Patut Dilakukan Lintas Sektoral

Satunama.org – Proses pemulihan ODGJ/ODDP adalah sebuah proses panjang. Diawali saat ODGJ/ODDP menjalani rawat inap sampai fase reintegrasi di masyarakat. Permasalahan yang sering terjadi saat kembali dari rawat inap dan perlu menjalani reintegrasi di masyarakat adalah belum adanya kesiapan dari keluarga dan masyarakat.

Riwayat masa lalu ODGJ/ODDP dengan perilaku yang dianggap “buruk atau membahayakan” sebelum mendapatan perawatan di rumah sakit menjadi salah satu alasan penolakan oleh keluarga dan masyarakat. Stigma tentang kondisi ODGJ/ODDP yang beredar di masyarakat juga sangat kuat melekat.

Hal ini karena belum teredukasinya masyarakat dengan baik terkait pengelolaan masalah kesehatan jiwa. Akibatnya, untuk mewujudkan layanan kesehatan jiwa yang berkelanjutan menjadi sulit karena membutuhkan peran serta lintas sektor dan seluruh elemen masyarakat.

Inilah salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan pemerhati serta pekerja di layanan kesehatan jiwa, dalam mewujudkan kesetaraan dalam pemenuhan hak bagi ODGJ/ODDP guna menjalani pemulihan dengan optimal.

Berkaca dari hal tersebut, Yayasan SATUNAMA Yogyakarta bekerjasama dengan RSJ Grhasia DIY mengadakan penyadaran isu pentingnya dukungan sosial untuk mewujudkan kesetaraan dalam pemenuhan hak bagi ODGJ/ODDP di masa pemulihan melalui webinar yang sekaligus memperingati Hari Kesehatan Jiwa se-Dunia 2021 dengan tema Mental Health in an Uniqual Word yang diadakan pada Kamis, 7 Oktober 2021 secara daring dan disiarkan di channel Youtube SATUNAMA.

Peserta webinar adalah lembaga pemerintah yang terkait dalam pelayanan terintegrasi bagi ODGJ /ODDP, Praktisi/Pemerhati Kesehatan Jiwa, NGO, Panti rehabilitasi psikososial, Relawan/Kader Kesehatan Jiwa dan Masyarakat umum.

Garis besar makna tema ini adalah masyarakat sipil diajak untuk berperan aktif dalam mengurangi ketidaksetaraan pemenuhan hak, melalui upaya pelayanan kesehatan yang terintegrasi, komprehensif dan berkesinambungan.

Peran Pemerintah

Berbicara tentang pemenuhan hak masyarakat, tentu tidak bisa dilepaskan dari peran berbagai pihak, tak terkecuali pemerintah sebagai penyelenggara negara yang tugas utamanya adalah menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat secara adil.

Dasar hukum hal tersebut juga telah tertuang dalam Undang–Undang Kesehatan No. 18 Tahun 2014 Pasal 3 Tentang Tujuan Upaya Kesehatan Jiwa yang menyebutkan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) sebagai warga negara Indonesia mempunyai kesetaraan untuk memperoleh haknya, melalui upaya pelayanan kesehatan yang terintegrasi, komprehensif dan berkesinambungan.

Eva Rahmi Kasim, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia yang menjadi salah satu narasumber dalam webinar menyampaikan bahwa jumlah penyandang disabilitas, termasuk penyandang disabilitas psikososial (ODGJ/ODDP) di Indonesia tidak bisa disebut sedikit dan membuthkan penanganan secara menyeluruh tidak hanya penanganan medis.

“Data Susenas 2020 menyebutkan ada sebanyak 22.970.000 penyandang disabilitas di Indonesia dengan berbagai ragam disabilitas, termasuk disabilitas psikososial. Pandemi juga mengakibatkan bertambahnya penyandang psikososial. Maka penanganan isu ini harus lintas sektoral, tidak bisa hanya di sektor medis. Tapi juga di sektor, ekonomi, sosial dan budaya termasuk peran masyarakat.” Kata Eva.

Menurut Eva, beberapa isu yang muncul dalam konteks ODGJ/ODDP antara lain adalah keterlantaran, pemasungan, minimnya pengetahuan dan langkah cepat penanganan. Biasanya yang terjadi dalam lingkup keluarga, ODGJ/ODDP cenderung diabaikan karena dianggap sebagai beban. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan tentang penanganan ODGJ/ODDP.

“Pemasungan menjadi salah satu hal yang kerap dilakukan karena anggota keluarga tidak tahu bagaimana merawat Orang Dengan Gangguan Jiwa. Terlebih juga karena sarana prasarana untuk perawatan ODGJ belum merata di semua daerah.” Demikan Eva.

Upaya pemerintah dalam hal ini, menurut Eva, misalnya dengan adanya pencanangan Indonesia Bebas Pasung sejak tahun 2016. “Kementerian Sosial juga sudah menginisiasi upaya kolaborasi pelibatan antara pemerintah dengan berbagai lembaga seperti Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan untuk ikut serta dalam upaya menghentikan pasung.” Beber Eva.

Beberapa strategi yang dilakukan pemerintah sejauh ini adalah dengan upaya pencegahan melalui regulasi antara lain Permensos No. 12 Tahun 2018 Tentang Pencegahan dan Penanganan Pemasungan. Pemerintah juga melakukan upaya perlindungan sosial melalui pemberian bantuan kebutuhan dasar bagi ODGJ. Selain itu penguatan dan akreditasi lembaga termasuk Lembaga Kesehatan Sosial (LKS) yang diinisiasi masyarakat melalui Badan Akreditasi lembaga kementerian Sosial juga dipandang penting.

Karenanya, keberadaan dan fungsi balai menjadi penting sebagai pusat penguatan kelembagaan dan juga pengembangan model layanan. “Ada sebanyak 41 balai di seluruh Indonesia. Tentunya kami juga berupaya mengoptimalkan fungsi dan standar layanan di balai-balai yang diinisiasi oleh komunitas atau masyarakat. Karena layanan yang dilakukan harus memenuhi standar-standar HAM, kesehatan dan juga standar kesejahteraan sosial.” Kata Eva.

Layanan ATENSI yang dilakukan pemerintah dalam konteks ini juga mengusung substansi yang sama, di mana layanan terintegrasi tersebut dilaksanakan dengan berbasis keluarga, berbasis komunitas dan juga berbasis residensial.

“ATENSI dilakukan secara langsung di balai-balai Kementerian Sosial, melalui pemenuhan kebutuhan hidup yang layak, perawatan sosial, dukungan keluarga, terapi psikososial, mental dan spiritual, kebutuhan aksesibilitas dan juga pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan.” Lanjut Eva.

ATENSI juga didesain untuk mendorong pembentukan Layanan Rumah Antara di daerah yang pada intinya dilaukan untuk mempersiapkan ODGJ/ODDP dan masyarakat, baik dalam fase rehabilitasi maupun fase integrasi dalam lingkungan keluarga dan sekitarnya paska parawatan.

Kerjasama Multipihak

Pemerintah memiliki peran strategis dalam memberikan akses terhadap hak para penyandang disabilitas dan juga ODGJ/ODDP, khususnya dalam mendesain dan mengimplementasikan kebijakan yang inklusif dan mendorong pemenuhan hak warga negara bagi ODGJ/ODDP.

Webinar ini diharapkan dapat memberikan penyadaran isu kesetaraan pelayanan bagi ODDP/ ODGJ. Selain itu, peserta juga mendapatkan informasi tentang upaya kesetaraan pelayanan kesehatan jiwa bagi ODGJ/ODDP, memahami permasalahan dalam menciptakan kondisi yang setara bagi ODGJ /ODDP, mendapat informasi kebutuhan ODGJ/ODDP saat menjalani masa pemulihan, sekaligus mendapatkan ide praktek baik (good practice) untuk mendukung program pemerintah dalam upaya mewujudkan kesetaraan pelayanan bagi ODGJ/ODDP.

Karenanya, pemerintah dan lembaga non pemerintah harus terus mengupayakan kehidupan yang setara bagi ODGJ/ODDP di tengah masyarakat. Kerjasama multipihak dan lintas sektoral memang mutlak dibutuhkan dalam merespon isu kesehatan jiwa. Harapannya, ODGJ/ODDP akan dapat hidup setara dengan warga negara Indonesia lainnnya. [Penulis : A.K. Perdana/Penyunting : Bima Sakti/Gambar : Bima Sakti]

Satu pemikiran pada “Penanganan Kesehatan Jiwa Patut Dilakukan Lintas Sektoral”

  1. Stigma tentang kondisi ODGJ/ODDP yang beredar di masyarakat juga sangat kuat melekat.

    Hal ini karena belum teredukasinya masyarakat dengan baik terkait pengelolaan masalah kesehatan jiwa

    Saya belum menangkap makna TEREDUKSINYA, dalam konteks kalimat tersebut. Atau karena salah tulis

    Balas

Tinggalkan komentar