Analisis Kebijakan Publik, Skil Penting Politisi Muda

Satunama.org – Kebijakan publik merupakan suatu hal yang esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebijkaan publik dapat disebut sebagai keniscayaan sosial. Sebagai produk politik, seringkali ia memberikan dampak luas dan mendalam bagi formasi elite politik dan formasi pendukung dalam suatu sistem politik dan pembangunan.

Pemerintah yang baik diharuskan memiliki kemampuan yang memadai agar mampu menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan lingkungan.  Oleh karena itu, peran kebijakan publik dan perumus kebijakan publik menjadi sangat vital.

Kebijakan publik dibuat sebagai reaksi atas masalah publik yang muncul. Setelah itu, kemampuan menyelesaikan masalah-masalah publik menjadi titik sentral dalam kebijakan publik. Dengan mempertimbangkan urgensi kebijakan publik itu, maka menjadi suatu keniscayaan jika seorang politisi muda haruslah menguasai beragam teori dan keterampilan berkaitan dengan pembuatan dan analisa kebijakan publik. 

Berangkat dari hal tersebut, maka pengelola program Civilizing Politics for Indonesia Democracy (CPID) menyelenggaran Konsolidasi Kaukus Politisi Muda di Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan yang mengambil bentuk Special Course on Public Policy and Political Communication.

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari penyelenggaran Sekolah Politisi Muda V Tingkat 1 yang menggunakan metode daring dan luring. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai dua hal ; pertama, memperdalam pemahaman peserta SPM V Level 1 tentang kompetensi Kebijakan Publik dan Komunikasi Politik, kedua memperluas jaringan/konsolidasi kaukus politisi muda dengan cara turut mengundang alumni CPID dan partai-partai politik yang berpotensi mendukung program CPID.

Signifikansi Analisis Kebijakan Publik

Berbicara tentang kebijakan publik tidak bisa dilepaskan dari peran politisi. Kemampuan untuk melakukan analisis kebijakan publik menjadi sangat krusial dimiliki oleh seorang politisi yang pekerjaannya bersangkut paut dengan kepentingan orang banyak, dalam hal ini adalah masyarakat.

Prof. Purwo Santoso dalam penyelenggaraan Sekolah Politisi Muda V 2021 di Yogyakarta

“Kebijakan adalah menyangkut orang banyak. Maka kebijakan itu menjadi nalar publik. Kalau nalar orang banyak itu tidak sehat maka kebijakannya bisa menjadi tidak sehat.” Demikian disebutkan oleh Prof. Purwo Santoso, salah satu narasumber SPM 5 yang diadakan di Yogyakarta, Rabu, (8/9/21)

Meski begitu, tidak dapat dihindari juga munculnya berbagai isu dalam analisis kebijakan. Menurut Purwo, teori kebijakan lebih memudahkan politisi menjadi eksekutor untuk menarik untung bagi mereka sendiri daripada bagi rakyat. Maka seorang politisi harus keluar dari bias eksekutif dalam teorisasi kebijakan.

“Anggaran kemiskinan itu apakah keseluruhan anggaran negara atau hanya sebagian kecil anggaran yang diberi judul kemiskinan sementara anggaran lain adalah anggaran bukan untuk kemiskinan? Jika keseluruhan adalah anggaran kemiskinan, itu berarti keseluruhan kebijakan itu untuk mengatasi kemiskinan dalam rangka kesejahteraaan. Ataukah yang penting ada judul kemiskinan sehingga ada dananya sehingga orang kaya menikmati dana kemiskinan itu? ini kita sering terjebak di dalam birokrasi.” Tutur Prof. Purwo panjang lebar.

Pemahaman tentang definisi warga negara dan penduduk yang seringkali bias juga menjadi salah satu faktor yang membuat analisis kebijakan publik menjadi kurang tajam. Dalam pandangan paling umum saat ini, warga negara lebih dilihat sebagai penduduk administratif.

“ATM itu alat untuk mengadministrasikan penduduk atau warga negara? Negara lebih percaya kepada administrasi kependudukan. ATM itu instrumen untuk kependudukan. Maka kalau saat ini kita bicara kebijakan publik, publik itu isinya adalah warga negara yang kadung merasa nyaman diplesetkan menjadi penduduk. Kewarganegaraan adalah urusan vital yang telah hilang dari warganegara. Warga negara diubah menjadi sekedar penduduk yang diadministrasikan.” Ujar Prof. Purwo.

Parpol Sebagai Infrastruktur Kebijakan Publik

Selain soal pemahaman tentang warga negara dan kependudukan serta signifikansi kebijakan publik dalam jalinan kehidupan bernegara, Prof. Purwo yang banyak melakukan kajian terkait isu-isu politik dan pemerintahan menekankan pentingnya literasi dan kemampuan analisis kebijakan dimiliki oleh warga negara. Terlebih jika ia adalah seorang aktivis partai politik.

“Partai politik adalah bagian dari penggerak kebijakan. Partai politik itu bagian assesori kebijakan. Bagian pengendali kebijakan. Partai itu bagian dari publik. Kalau partai mau membentuk kebijakan publik maka semangatnya harus semangat kerakyatan.” Tegas Prof. Purwo.

Menurut Prof. Purwo, Sekolah Politisi Muda menyiratkan adanya alih generasi dan lintas generasi, karena ada banyak hal yang harus dilawan dan dibalik. “Maka tugas kita adalah membalik arus secara fundamental atau mendasar. Ini merupakan transformasi lintas generasi untuk membalik arus dalam waktu yang panjang. Agenda sekolah politisi muda sebenarnya adalah itu, transformasi, termasuk dalam memandang isu kebijakan publik.” Tutur Prof. Purwo.

Beliau menjelaskan seringkali pengorganisasian hanya untuk memenangkan kursi dan bukan untuk memenangkan kepentingan rakyat. Padahal konstituen membutuhkan perubahan konkret dan pragmatis. “Maka diperlukan perubahan tentang adanya tim sukses menjadi tim kebijakan. Ketika masyarakat bersikap sinis terhadap partai itu karena partai tak dapat memberikan perubahan soal pemenuhan hak warga negara.” Ujar Prof. Purwo.

Dengan adanya tim kebijakan, dapat dilakukan pengelolaan konsep, wacana dan hal-hal lain terkait dengan kebijakan publik. Menjadi semacam think-tank. “Imajinasi Sekolah Politisi Muda ini adalah juga mengolah wawasan, bukan hanya mengolah skill.” Tegas Prof Purwo.

Berkaca dari hal tersebut, Prof. Purwo memandang bahwa partai politik adalah infrastruktur kebijakan publik. Beliau menyebutkan bahwa jika aspek fundamental dari kebijakan sudah berada di tempat yang tepat, maka struktur-struktur yang lainnya juga akan berkualitas.

“Ketika kita sadar bahwa kita mau membela petani, maka jenis infrastrukturnya harus kita pikirkan, mana yang cocok dan menjawab kebutuhan petani. Infrastruktur harus dibangun dulu. Ini memerlukan imajinasi yang melampaui diri sendiri. Partai harus melampaui diri sendiri dan kepentingannya.” Demikian Prof. Purwo.

Menutup paparannya dalam SPM 5, Prof. Purwo menegaskan bahwa literasi politik dan literasi kebijakan harus terjadi di antara warga negara sehingga hak warganegara dapat ditagih kepada penyelenggara negara dan berusaha dipenuhi.

“Dua manuver yang saya usulkan, pertama, generasi politik ke depan adalah generasi milenial. Wataknya yang cair itu bisa menjadi fasilitator untuk konsolidasi lintas partai. Simpul dari ini semua, semua partai harus bertemu di desa. Bisakah aliansi lintas partai bersepakat mendudukkan desa sebagai muara dari kebijakan? Sehingga desa menjadi subyek yang punya hak menagih kewajiban negara dan partai.”

“Kedua melalui perubahan birokrasi bukan sebagai penguasa melainkan sebagai pelayan rakyat yang kinerjanya dinilai oleh rakyat secara profesional sebagaimana pejabat struktural di kampus bisa naik pangkat jika ada bukti kinerja berupa jurnal atau menulis modul. Politik ide dan politik substansi kebijakan harus menjadi orientasi utama.” Tutup Prof. Purwo. [Penulis : A.K. Perdana / Penyunting : Bima Sakti & Makrus Ali / Foto : Bima Sakti]

Tinggalkan komentar