Walhi-Satunama Tumbuhkan Kembali Kekuatan Masyarakat Sipil

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung bersama `Satunama` berkolaborasi untuk mendorong tumbuh kembali kekuatan masyarakat sipil di Provinsi Lampung.

Menurut Hermansyah, Kepala Divisi Advokasi Hutan dan Perkebunan Walhi Lampung, di Bandarlampung, Minggu (2/2), untuk menumbuhkan kembali kekuatan masyarakat sipil yang bersatu seperti saat keberhasilan menumbangkan rezim Orde Baru, Walhi bersama Satunama telah menggelar FGD (Focus Group Discussion) Gerakan Organisasi Masyarakat Sipil di Lampung pada akhir pekan lalu.

Hermansyah menyatakan bahwa saat ini pascareformasi bergulir, pertarungan di ruang publik seringkali didominasi oleh kelompok pengusaha maupun pemilik modal, sehingga rakyat yang diwakili oleh organisasi yang berbasis masyarakat seringkali absen dalam upaya merebut ruang publik.

Jika pun organisasi tersebut ikut dalam perebutan ruang publik, kapasitas dan sumber daya mereka masih lemah sehingga seringkali kalah, katanya.

Kekalahan organisasi masyarakat (OMS/organisasi masyarakat sipil) ini patut menjadi perenungan bersama, ujarnya lagi, berakibat ruang publik sebagai instrumen dalam pembuatan kebijakan dimafaatkan untuk kepentingan para pengusaha.

“Kekalahan OMS dalam merebut ruang publik menjadikan posisi masyarakat semakin rentan,” kata Hermansyah pula.

Dia mengemukakan, pada awalnya, organisasi masyarakat sipil lahir dari kondisi ketidakmapanan yang disebabkan oleh dampak dari kebijakan pemerintah yang keliru.

Guna menyikapinya, ujar dia, organisasi masyarakat sipil lahir sebagai perjuangan di luar struktur dan jalur formal pemerintahan negara.

Sikap untuk berjuang di luar jalur ini yang kemudian menjadi `trade mark` organisasi masyarakat sipil di mata masyarakat, katanya lagi, sehingga organisasi masyarakat sipi menjadi elemen masyarakat sipil yang paling progresif dalam menuntut hak atas pengelolaan sumberdaya alam, hak atas kepemilikan tanah (lahan), hak ekonomi, sosial, politik rakyat, dan lain-lain.

Dalam pelaksanaan FGD di kantor Walhi Lampung pada Sabtu (1/2), Insan Kamil dari Lembaga Satunama menyampaikan bahwa masyarakat sipil merupakan elemen penting dalam penguatan demokrasi.

Eksistensi dan fungsi-fungsi demokratik masyarakat sipil akan membuat demokrasi tidak hanya menjadi prosedur untuk memperoleh kekuasaan melalui mekanisme pemilu, katanya.

Menurut dia, demokrasi hakiki itu, melalui kerja pemberdayaan dan advokasi yang dilakukan masyarakat sipil akan memberikan ruang yang luas bagi muncul kesadaran kewargaan, kontrol rakyat bagi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang menjadi domain publik, menguatnya lembaga-lembaga representasi rakyat, dan kehadiran ruang publik (public sphere) yang adil dan setara bagi semua serta terpenuhi rasa keadilan rakyat dengan penegakan hukum (law enforcement) yang tidak tebang pilih.

Dia menyatakan bahwa OMS (organisasi masyarakat sipil) hidup dan tumbuh di lingkungan masyarakat, sehingga perjuangan organisasi masyarakat sipil sangat membumi dan terkait langsung dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara nyata.

Organisasi masyarakat sipil berperan sebagai pengkritik, penekan dan pengontrol dari sebuah rezim, kata dia lagi.

“Ketika banyak terjadi praktik penyelewengan kekuasaan, kondisi itu yang kemudian merespon organisasi masyarakat sipil untuk memainkan isu-isu sosial politik,” ujarnya pula.

Dalam pengalaman bernegara, kata Insan lagi, Indonesia telah memilih demokrasi sebagai sistem politik setelah puluhan tahun berada dalam kendali pemerintahan otoritarian sentralistik.

“Kita telah menghirup udara kebebasan yang dijanjikan demokrasi lebih dari lima belas tahun yaitu 1998 hingga 2013. Telah banyak kemajuan yang dicapai Indonesia dalam mengembangkan demokrasinya,” katanya.

Menurut konsultan `Satunama` Frans Toegimin, demokrasi Indonesia ini bukan tanpa masalah, ujarnya menyebutkan korupsi, kemiskinan, pengangguran, konflik kekerasan komunal, konflik sumber daya alam adalah beberapa isu yang menjadi tantangan demokrasi.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Satunama, menurut dia, ikut ambil bagian dalam “perekayasaan demokrasi” melalui Program Civic Education for Future Indonesian Leaders (CEFIL).

Frans menjelaskan, sejak 2009, CEFIL yang semula dilaksanakan di Yogyakarta (1997–2008), mulai dilaksanakan juga di daerah-daerah di Indonesia, yaitu Kalimantan Barat, dan bergeser ke Maumere-Nusa Tenggara Timur dan Manado-Sulawesi Utara.

Pada tahun 2014 ini, katanya lagi, CEFIL akan dilaksanakan di Lampung.

Menurut dia, belakangan Lampung dikenal sebagai provinsi dengan berbagai konflik, baik konflik kekerasan komunal yang disemangati oleh sentimen etnisitas maupun konflik agraria.

Dia menjelaskan bahwa gagasan perluasan CEFIL ke daerah merupakan pendekatan baru bagi Satunama untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Selain itu, penyebarluasan CEFIL diharapkan akan memberikan dampak yang signifikan bagi pengembangan demokrasi di daerah dengan segala dinamikanya, ujarnya pula.

Satunama, menurut Frans, menyadari bahwa kehidupan yang demokratis tidak sekali jadi, terkadang dalam pengalaman di daerah-daerah demokrasi hanya digunakan oleh elit ekonomi-politik untuk berkuasa dengan hasrat menjarah sumber daya yang ada di dalam negara yang menjadi hak rakyat.

“Bahkan demokrasi dapat disalahgunakan oleh kelompok-kelompok yang undemocratic. Karena itu, demokrasi membutuhkan `perekayasaan-perekayasaan` terus menerus menuju kematangannya dan memberikan makna bagi kesejahteraan rakyat,” katanya lagi.

Satunama melihat pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat sipil sebagai elemen penting demokrasi yang bermuara pada kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam demokratisasi, demikian Frans.

Acara FGD Satunama-Walhi Lampung dipandu oleh Kurniadi (Lembaga Kawan Tani), dan dihadiri sejumlah aktivis dari berbagai LSM di Lampung, jurnalis, akademisi, dan para pendamping masyarakat di daerah ini.

Senin, 3 Februari 2014 01:31 WIB
Sumber Artikel : goo.gl/kygvJV

Tinggalkan komentar