Aku Juga Anak Indonesia

Sekolah, berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, sekolah berarti “lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran”. Makna sekolahpun akan menjadi luar biasa kayanya ketika dimaknai oleh anak-anak Papua, secara khusus dari Asmat.
Kabupaten Asmat termasuk kabupaten baru (hasil pemekaran). Di beberapa kampung, sangat mudah ditemui anak usia sekolah di jalan atau di kebun atau bahkan di rumah saja saat jam-jam sekolah.

Ada-ada saja kegiatan anak-anak itu. Rasanya tak ada habis-habisnya kegiatan yang dilakukan anak-anak itu. Ceria dan bahagia. Rasanya tak ada konsep ‘masa depan suram’ di kepala mereka. Mungkin juga konsep miskin tidak ada. Alam sudah memberi segalanya, tak ada istilah kelaparan jika mau bergerak ke kebun atau sungai. Alam adalah tempat orang-orang Papua hidup, alam adalah ‘ibu’.
Lalu dimana peran sekolah? Apakah ketika ada anak-anak usia sekolah tidak mau sekolah menjadi salah si anak? Ataukah salah guru ketika tidak mau mengajar karena anak-anaknya dianggap ‘malas’?

Kebiasaan membandingkan sekolah di Jawa dengan sekolah Papua agaknya tidak adil dan bukan hal yang baik pastinya. Awalnya saja beda kok. Ada banyak hal beda dan bukan alasan ‘seragam’ yang sama membuat semua hal disama-samakan.

“Loh tidak sekolah? Ada apakah? Su pulangkah?” pertanyaan itu keluar begitu saja takala melihat seorang murid SMP duduk di depan rumahnya membawa parang. Alasannya sederhana saja. Air sedang tidak bersahabat dan tidak ada perahu. Gedung sekolah si anak ada di sebrang kampung. Tidak setiap pulau (kampung) mempunyai SMP, hanya di pusat Distriklah sekolah itu berada.

Kisah itu bukan gambaran umum dan tidak sedang mengeneralisasikan keadaan. Tidak ada yang tau pasti berapa anak yang tidak sekolah di pedalaman. Tak ada salahnya belajar dari kisah nyata. Keadaan kampung yang terpisah sungai dengan kampung lain membuat alasan pasti, pentingnya memikirkan jalan pas untuk pendidikan anak-anak Asmat. Lewat UUD 1945 Negara berjanji untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan rakyatnya.

Otonomi khusus Papua yang selama ini telah ada tidak serta merta membuat anak-anak merasakan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan yang merupakan hak dasar setiap anak adalah tanggungjawab Negara. Ungkapan anak Papua “Aku juga Anak Indonesia” bukan sekedar iklan layanan masyarakat semata. Pendidikan untuk semua. (Maria Suciningsih)

Satu pemikiran pada “Aku Juga Anak Indonesia”

  1. kondisi ini terjadi sampai di tengah kota Jayapura juga. karena anak – anak di kampung Kayupulau, Tobati dan Enggros masih harus bersusah paya menyeberang ke kota Jayapura dengan perahu motor dan ber dayung, agar dapat melanjutkan sekolah. dan banyak siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi seperti Perguruan Tinggi. bukan karena Perguruan TIngginya ada di luar kota Jayapura atau di kota Wamena yang jauh. namun ada alasan lain, yaitu perhatian pemerintah sejak tingkat sekolah dasar. agar siswa dapat sekolah sesuai dengan usia sekolahnya. banyak siswa yang tinggal/tahan kelas, lebih dari satu tahun. sehingga telah membuat mereka merasa minder ketika sudah berusia sekolah SMP, namun masih di SD. dan usia SMU, namun masih di SMP. dan lain – lain… dan lain – lain….

    Balas

Tinggalkan Balasan ke ALbertino Batalkan balasan