Menyigi Metode Appreciative Inquiry sebagai Basis Rencana Strategis Organisasi

Satunama.org.- Salah satu tantangan untuk bisa menjadi sebuah organisasi yang baik adalah harus memiliki perencanaan yang bersifat jangka panjang atau biasa disebut juga sebagai strategic plan ‘rencana strategis’ organisasi. Pasalnya, ibarat sebuah kereta yang akan melaju dari kota satu ke kota yang lain, rencana strategis berperan sebagai jalur rel keretanya.

Artinya, rencana strategis menjadi roadmap  bagi organisasi untuk bergerak menuju arah dan tujuan yang telah disepakati bersama, setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Di sisi lain, rencana strategisberdimensi pada akar masalah atau ide, berjangka panjang, berpengaruh luas, dan berorientasi pada dampak bukan pada kegiatan semata.

Senada dengan itu, Methodius Kusumahadi, DCM., pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Yayasan SATUNAMA mengungkapkan bahwa pentingnya strategic plan, salah satunya untuk mewadahi isu jangka pendek yang harus updating atau terbaharui. Hal ini bertolak dari situasi di mana sikap aktisipastif ‘perilaku kini mengarah ke masa depan yang melandasi saat ini’.

“Dalam struktur strategic plan terdapat peta jalan untuk mewadahi isu jangka pendek, yang tidak menutup kemungkinan akan mengalami pembaharuan, sehingga lima tahun yang akan lewat, lalu akan ada isu baru, mestinya kita sudah memprediksi lima tahun ini dalam strategic plan yang matang,” ungkap Methodius Kusumahadi dalam giat Sekolah Politisi Muda (SPM) IV tingkat-2 SATUNAMA, Senin (14/12/2020).

Oleh sebab itu, perlu sebuah metode yang tepat sebagai basis perencanaan strategis organisasi, yakni metode Appreciative Inquirydisingkat AI. Menurut pria yang akrab disapa Pak Meth, AI merupakan metode yang baru berumur 15 tahun, namun saat ini populer di seluruh dunia.

Perencanaan Berbasis Pemikiran Positif.

Melansir dari data yang dihimpun dalam buku yang berjudul “Appreciatve Inquiry Handbook for Leaders of Change”, AI telah digunakan oleh berbagai jenis organisasi dunia, diantaranya McDolald’s, NASA, United Nations, Save the Children, USAID, Roadway Express, GTE Telecommunications, dan sejumlah organisasi bisnis, pemerintah, komunitas, dan non-profit termasuk Yayasan SATUNAMA.

“AI sangat berbeda dengan metode lain, ia berfokus pada ‘positive thinking planning’ untuk menghasilkan potensi dan kemungkinan-kemungkinan di masa depan,” tutur Pak Meth. Sehingga, menurutnya, dengan cara ini organisasi akan terus melakukan penghargaan dan pengakuan terhadap berbagai hasil positif yang telah dicapai, sembari berupaya menggali potensi organisasi secara koletif dan kreatif untuk kemudian dijadikan sebagai learning oganizantion.

Selain itu, AI bersifat konstruksionis. Maksudnya, AI mampu memotivasi setiap anggota organisasi untuk saling bergotong royong, sehingga kesadaran benar-benar dikonkritkan di dalamnya. “Sifat konstruksionis yang ujungnya adalah menumbuhkan sikap komitmen setiap aktor dalam menjalankan kesepakatan ini yang tidak ada di model lain,” tambah Pak Meth.

Dalam implementasinya, Pak Meth memaparkan ada empat elemen dasar dalam AI yang kemudian ia sebut sebagai 4-d Cycle. Pertama, “discovery” yakni mengumpulkan fakta-fakta yang dianalisis untuk merumuskan apa yang ingin dicapai. “Setelah kita melakukan analisis sosial, discovery adalah hasil dari analisis itu yang berupa analisis proses, dukungan, kecenderungan yang bersifat positif,” jelas Pak Meth.

Kedua, “dream” tentang tahap merumuskan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Satu yang menjadi catatan oleh Pak Meth bahwa di dalam dream itu, rumusan manajemennya adalah visi atau keadaan ideal keadaan yang ingin dicapai, yang mana juga terdapat nilai dan prinsip. “Strategi adalah implementasi dari misi ke arah yang lebih detail dan operasional. Ada juga nilai dan prinsip. Nilai itu yang akan dicapai, sementara prinsip itu merupakan pembatasan-pembatasan,” ujarnya.

Selanjutnya, yang ketiga, menyoal tentang pembuatan program yang berisi tujuan jangka panjang, jangka pendek, outcome, milestone atau indikator, dan outputs. Tahap ini dinamakan “Design”. Beberapa hal yang dapat direfleksikan penyusunan Design, diantaranya soal pewartaan, liturgi, persekutuan, pelayanan, tata telola, aspirasi masyarakat. Kesemuanya itu tetap mempertimbangan asumsi dan risiko. Pak Meth mengatakan, semua Design yang telah disusun harus direplikasikan di tingkat masyarakat.

Keempat, yaitu “destiny” yang meliputi implementasi dan model untuk keberlanjutan dari lingkungan pembelajaran apresiatif yang telah dibangun sebelumnya. “Tahap ini akan ditemukan status di mana Anda memproduksi sesuatu, sehingga Anda menempati posisi tertentu dalam struktur masyarakat,” imbuh Pak Meth. Dapat dicermati bahwa Destiny ini merupakan tahap di mana nasib masyarakat ditentukan berdasarkan hasil realisasi program yang direncanakan saat tahap Design.

“Sesungguhnya, hanya empat itu yang menjadi basis utama, namun terus terang saya menambahkan satu yang tak kalah penting, yakni Delivery,” ucap Pak Meth. Menurutnya, Delivery diartikan sebagai usaha untuk mempertahankan segala yang baik, agar tetap menjadi baik. Elemen ini diusulkannya, karena memiliki korelasi dengan ciri khas AI yang simultan dan konstruksionis.

Penerapan di Partai Politik.

Lantas, untuk memperjelas penerapan dari metode AI dalam perencanaan strategis, Pak Meth mencontohkannya dalam ranah organisasi partai politik (parpol) di Indonesia. Beliau berpijak pada tahap “Discovery” yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang dapat direfleksikan oleh parpol untuk merancang strategic plan. Misalnya, terkait dengan sistem mekanisme kerja dan relasi parpol.

“Yang perlu ditimbang lebih dalam dalam sistem mekanisme kerja parpol adalah adalah optimalisasi roh utama yang menggerakkan partai, misalnya PDIP-P menggunakan semangat nasionalisme,” ujar Pak Meth sembari berdiskusi dengan para peserta SPM. “Selain itu, ada modal utama yang paling diandalkan partai; apakah orang, skill, pengalaman, uang, relasi, dan atau bila perlu melakukan amalgamasi partai,” ujarnya lagi.

Kendati demikian, Pak Meth dalam simpulannya menyampaikan bahwa terlepas dari banyaknya manfaat dari rencana strategi yang diterapkan berbasis AI, pelaku organisasi juga perlu melihat instrumen-intrumen lain yang juga mendukung, misalnya soal kultur budaya dan kerja disiplin organisasi. “Kita harus selalu berfikir positif dan selalu menyatakan ide serta pendapat untuk mencapai suatu hasil dan perubahan, terlebih melalui gerak organisasi sebesar partai politik, nafas kerakyatan harus diutamakan,” pungkasnya. [Penulis: Haris Setyawan (Media Intern/UGM Yogyakarta)/ Penyunting: A.K. Perdana/ Foto: Annisa Dani (Media Intern/ISI Surakarta]

Satu pemikiran pada “Menyigi Metode Appreciative Inquiry sebagai Basis Rencana Strategis Organisasi”

Tinggalkan komentar