Pilkada 2020 dan Pandemi – Momentum Penting Digitalisasi Partai Politik

Satunama.org – Konteks Pilkada 2020 tentu saja partai politik, kontestan pilkada, tim sukses, lembaga penyelenggara pemilu, dan lembaga pengawas pemilu tentu saja mengalami disrupsi mendadak akibat pandemi yang diluar perkiraan rasional sebelumnya. Ada pilihan-pilihan mendesak dan juga pilihan-pilihan alternatif untuk tetap dapat menyelenggarakan Pilkada 2020 dengan segala konsekuensinya di tengah dilematisme masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan akibat pandemi ini. Partai-partai politik, kontestan pemilu, dan tim sukses pilkada 2020 nampak banyak mengalami disrupsi terutama dalam hal metoda berkampanye dari kampanye konvensional ke arah kampanye digital sebagaimana yang dianjurkan oleh pemerintah melalui PKPU No 13 Tahun 2020.

Kampanye digital sebenarnya sudah menjadi salah satu bagian dari program digitalisasi politik yang menjadi agenda lama partai-partai politik bahkan dalam musyawarah ataupun rapat kerja nasional (mukernas) beberapa partai politik berharap adanya modernisasi partai politik di era digital. Selain itu, para pimpinan partai politik di Indonesia juga berharap adanya modernisasi partai politik menghadapi era digital.

Misalnya saja, M. Hassanudin Wakhid (2019) yang merupakan wakil ketua DPP Partai Kebangkitan (PKB) mengatakan Sistem kepartaian parpol harus terus-menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan teknologi. Dalam rekrutmen kader, misalnya, parpol tidak bisa lagi menggunakan cara manual, tetapi harus berbasis digital. Database partai harus memuat data dan potensi setiap kader. Langkah tersebut sangat efisien dan mempermudah merapikan sistem administrasi partai Masih menurut Wakhid, wujud dari parpol yang modern dan mengikuti perkembangan teknologi juga bisa dilihat dari partisipasi kader memainkan media sosial (medsos) untuk menyosialisaikan program dan aktivitas politik secara konsisten. Selain itu, Wakhid juga memberikan gambaran bahwa media sosial (medsos) tidak hanya dipakai pada momentum kontestasi politik, tetapi juga menjadi dinding informasi bagi publik untuk mengetahui ideologi dan gerakan politik. Dengan begitu, publik akan menilai bahwa kehadiran parpol tidak hanya saat berkepentingan, tetapi juga hadir dalam setiap kehidupan sehari-hari ((jawapos.com,16/09/19).

Kemudian, Hasto Kristiyanto (2020) yang merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) juga dengan tegas menyampaikan bahwa kegiatan partainya tidak berhenti meskipun pandemi masih terjadi. Hasto juga menyebut rapat DPP partai selalu dilakukan sepekan dua kali secara daring. Hasto juga menyebut pengumuman calon kepala daerah (Cakada) 2020 pun secara daring. Bahkan, dalam waktu dekat, PDI Perjuangan juga akan meresmikan sejumlah kantor partai dengan cara yang sama. Hasto menilai teknologi justru membuka ruang yang begitu luas bagi kader partai dalam menjalani semangat gotong royong, termasuk dalam hal pendidikan kepada kader partai (republika.id, 13/11/20).

Selain itu, ada juga partai politik yang baru masuk dalam kancah politik Indonesia dan calon kontestan Pemilu 2024 yaitu Partai Gelora, ingin menjadi partai politik yang menjadi perintis partai politik berbasis digital di Indonesia. Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta (2020) mengaku, pihaknya ingin menjadi pelopor sebagai partai digital. Meskipun baru tahun ini resmi menyandang status parpol di Indonesia, Gelora menawarkan metode baru perekrutan kader melalui sebuah aplikasi yang bisa diunduh di Apps Store dan Play Store. Calon kader hanya butuh mengunduh aplikasi Partai Gelora Indonesia lalu mendaftar melalui aplikasi tersebut. Dengan proses seperti itu, dia berharap dapat menampung banyak kader Partai Gelora, khususnya dari kalangan milenial.Anis menandaskan bahwa partainya jadi pelopor dalam bidang ini menjadi partai digital dan dia percaya shifting teknologi adalah suatu keniscayaan (republika.id, 13/11/20).

Jika dilihat dari adanya kesadaran dan arahan para dewan pimpinan pusat partai politik sebagaimana diatas, maka sebenarnya di era digital yang bebarengan dengan era pandemik ini partai-partai politik bisa memaksimalkan salah satu fungsinya yaitu fungsi komunikasi politik. Djoko Waluyo (2019) dari Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan bahwa proses komunikasi politik dewasa ini telah mengalami perubahan yang mendasar. Dia juga menggambarkan bahwa era globalisasi dengan hadirnya internet telah memungkinkan masyarakat dunia untuk mengakses dan menggunakan jaringan internet untuk keperluan komunikasi politik yang lebih massif. Faktor dominan yang motor perkembangan dan perubahan sosial yaitu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (DJoko Waluyo, 2019).

Sejumlah kelebihan yang dimiliki media internet, antara lain: (1) menembus batas wilayah, ruang,dan waktu; (2) memperluas akses memperoleh informasi global;(3) meningkatkan kemampuan untuk berserikat secara bebas; (4) mengancam tatanan yang telah mapan, seperti pemerintahan otokrasi; (5) memiliki kecepatan perkembangan dan penyebaran yang sulit diatasi. Dengan demikian, proses komunikasi politik melalui media internet tentunya akan sangat kuat menyebarkan informasinya ke pelosok dunia, tanpa halangan yang berarti (DJoko Waluyo, 2019).

Adanya media internet dan beragam platform media sosial sangat membuka peluang makin mudahnya partai politik melakukan transformasi komunikasi politik, kampanye politik digital, digitalisasi partai politik digital, marketing politik digital, kaderisasi partai politik berbasis aplikasi digital, maupun pendidikan politik melalui media sosial. Beragam platform media sosial tersebut telah membuka ruang demokrasi digital yang lebih egaliter dan luas. Demokrasi digital telah memecah kanal-kanal informasi sehingga tak terpusat di media arus utama. Peran media arus utama sebagai penjaga gawang (gatekeper) berhasil dijebol. Walhasil, partai lebih leluasa membangun citra diri yang diinginkan, tak seperti berita-berita di media arus utama yang akan di-framing sana-sini. Dengan demikian, partai yang mengeluh diberitakan negatif di media arus utama adalah partai malas. Beragam kanal media sosial bisa menjadi ruang untuk menepis pelbagai berita negatif tersebut. Aneka peristiwa yang muncul beberapa tahun belakangan juga menunjukkan bahwa isu yang diangkat di media sosial bisa mendominasi ruang berita di media arus utama.

Kembali dalam konteks Pilkada 2020 yang diterpa mendadak oleh kejadian pandemi ini yang mengharuskan partai politik mau melakukan perubahan cara pandang dan cara kerja politik dari konvensional ke arah cara kerja politik digital. Adanya PKPU No 13 Tahun 2020 mengharuskan para kontestan Pilkada 2020 merubah metoda kampanyanye. Kampanye pilkada yang dulunya harus mengumpulkan massa dalam satu ruangan yang sama berdesak-desakan, tetapi bisa diarahkan ke arah kampanye pilkada digital yang meminimalkan resiko penyebar wabah Covid-19. Tentu saja hal tersebut tidak mudah dilakukan oleh partai politik, tapi momen pilkada 2020 ini menjadi momen yang tepat untuk mendisrupsi cara kerja partai politik dari konvensional ke arah digital. Hal tersebut salah satu opsi yang paling memungkinkan untuk partai-partai politik dalam kampanye pilkada 2020 ini agar tidak melanggar beragam regulasi pemerintah tentang protokol kesehatan dan kedisiplinan di era pandemi.

Penulis : Muhammad Zuhdan, Kepala Sekolah Politisi Muda (SPM) Satunama

Tinggalkan komentar