SATUNAMA Selenggarakan Pelatihan Patroli Hutan dan Mitigasi Konflik.

Dalam rangka memperkuat kapasitas lembaga pengelola hutan agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya, SATUNAMA didukung oleh IFAD menyelenggarakan Pelatihan Patroli dan Mitigasi Konflik yang juga difasilitasi oleh Tim Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, Jambi.

Selain bertujuan untuk memperkuat lembaga pengelola hutan, pelatihan ini dilakukan mengingat secara umum di Indonesia, masih terdaoat konflik berlatar pengelolaan sumber daya alam, terutama hutan. Baru-baru ini kasus yang cukup mencuat adalah konflik antara masyarakat adat Kinipan dengan perusahaan sawit yang berbuntut penangkapan pimpinan masyarakat adat.

Pelatihan dilakukan pada Rabu – Jumat, 16-18 September 2020 di Royal Hotel, Bangko, Merangin, Jambi dan di Arboretum Dusun Mudo, Bangko bersama fasilitator Suharsih dari SATUNAMA serta M. Zuhdi dan Dedi Gustian dari Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi. Sementara peserta pelatihan adalah Pemerintah Desa dan personil Lembaga Pengelola Hutan Desa dan Hutan Adat. Pelatihan patroli dan mitigasi konflik diharapkan dapat meningkatan pengetahuan dan skill lembaga pengelola hutan maupun pemerintah desa dalam menghadapi tantangan dan ancaman yang dihadapi dalam pengelolaan hutan.

Pelatihan dimaksudkan untuk memberikan penguatan kapasitas bagi Lembaga Pengelola Hutan Desa dan Adat serta Perangkat Desa

Menjawab tantangan pengelolaan hutan dalam konteks lokal desa. Demikian maksud dari penyelenggaraan pelatihan ini. Beberapa tantangan yang selama ini dihadapi oleh desa, yaitu perambah yang masuk ke dalam kawasan hutan, maraknya kegiatan penambangan emas di sekitar kawasan kelola, masuknya perusahaan yang mengancam kelestarian ekosistem, adanya ancaman kebakaran hutan yang datang setiap tahun, dan potensi bencana alam.

Para peserta mengaku menjadi semakin paham hal-hal yang butuh dilakukan dalam cara mereka mengelola hutan. “Saya sekarang tahu bagaimana harus bersikap jika ada perambah yang masuk ke hutan kami.” Ujar Mansur, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa dan Hutan Adat Desa Bukit Mujo, Desa Tiaro. Sembari menyebutkan bahwa negosiasi tanpa kekerasan, pelaporan ke pemerintah dan pentingnya menyusun SOP Patroli adalah hal-hal yang bisa dilakukan dalam konteks menghadapi perambah hutan.

Pendampingan lanjutan juga diharapkan muncul untuk semakin memperkuat pengetahuan dan keterampilan para pengelola hutan adat. “Pendampingan jelas dibutuhkan. Misalnya tentang bagaimana menggunakan GPS dalam patroli.” Kata Rahman Y, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa dan Hutan Adat Desa Lubuk Beringan.

Menanggapi hal tersebut Suharsih dari SATUNAMA menyebutkan bahwa rencana pendampingan memang tengah digodok untuk dilaksanakan. “Pasca pelatihan akan dilakukan pendampingan pada Tim Patroli di tiap desa untuk memastikan pengetahuan dan skill yang didapat selama pelatihan dapat dipraktikan di lapangan.” Ujarnya.

Tiga Desa Sudah Dapat SK Pengelolaan Hutan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan SK Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada 3 (tiga) Lembaga Pengelola Hutan Desa mitra Yayasan SATUNAMA pada 4 Desember 2017. Ketiga desa tersebut mendapatkan luas areal HPHD sesuai dengan SK masing-masing.

Desa Lubuk Beringin berdasarkan SK Nomor: SK.6566/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2017 mendapatkan hak kelola seluas 2.712 hektar. Desa Lubuk Birah berdasarkan SK Nomor: SK.6575/MENLHKPSKL/PKPS/PSL.0/12/2017 mendapatkan 4.638 hektar dan Desa Birun berdasarkan SK Nomor: SK.6574/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2017 mendapatkan 2.788 hektar. Sedangkan 1 (satu) desa, yaitu Tiaro saat ini sedang dalam proses mengajukan pengakuan Hutan Adat.

Pelatihan yang diadakan juga menjadi signifikan karena salah satu aktor kunci dalam mengelola kawasan hutan adalah Lembaga Pengelola Hutan. Lembaga pengelola hutan memiliki hak dan kewajiban yang secara jelas tercantum di dalam SK HPHD yang diterima.

Ada 8 (delapan) hak yang diperoleh oleh Lembaga Pengelola Hutan, salah satunya adalah mendapat perlindungan dari gangguan perusakan dan pencemaran lingkungan atau pengambilalihan secara sepihak oleh pihak lain dan melaksanakan usaha pemanfaatan sesuai dengan kearifan lokal.

Sedangkan kewajiban lembaga pengelola hutan ada 9 (sembilan), antara lain menjaga arealnya dari perusakan dan pencemaran lingkungan, memberi tanda batas areal kerjanya, menyusun Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) dan Rencana Kerja Tahunan HPHD, menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan HPHD kepada pemberi HPHD, melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan di areal HPHD, melaksanakan tata usaha hasil hutan, membayar provisi sumber daya hutan, mempertahankan fungsi hutan, mempertahankan fungsi hutan, dan melaksanakan perlindungan hutan.

“Dalam konteks itulah pelatihan ini diadakan. Semoga ke depan para Lembaga Pengelola Hutan Desa dan Hutan Adat serta para Perangkat Desa ini dapat semakin baik dalam mengelola hutan mereka.” Demikian Suharsih.  (Foto & Berita : A. Kasiruta. Editor : A.K. Perdana)

Tinggalkan komentar