Peran Kader Kesehatan dalam Penanganan ODGJ

Menurut (Funk dan Drew, 2011), di seluruh dunia orang dengan gangguan jiwa mendapat pelayanan yang berkualitas rendah, dan stigma yang terjadi dalam masyarakat bawa orang dengan gangguan jiwa berbahaya, sehingga menimbulkan banyak deskriminasi, pengucilan, penolakan serta marginalisasi dalam masyarakat, selain itu masalah ekonomi dan pendidikan juga mepengaruhi perawatan pada orang dengan gangguan jiwa.

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) termasuk salah satu kelompok masyarakat yang marginal, yang seringkali mendapat pemiskinan secara sosial maupun system. Akibatnya kelompok ini seringkali tidak bisa menikmati hasil pembangunan, bahkan untuk dilibatkan dalam perencanaan pembangunan di skala kecil saja seperti di Desa tidak diperhitungkan atau dilupakan.

Perawatan dalam pelayanan kesehatan jiwa di Negara berkembang tidak diperhatikan[1]. Terbatasnya infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia dengan kualitas yang kurang, sementara pelayanan kesehatan yang baik harus diterima oleh seluruh masyarakat. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan di Puskesmas, serta kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menangani masalah kesehatan jiwa, akan berdampak serius dalam upaya pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat.

Kesehatan jiwa menurut Undang–Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya.

Penanganan masalah kesehatan jiwa saat ini telah bergeser dari hospital based menjadi community based psychiatric services. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa sehingga pelayanan tidak hanya berfokus terhadap upaya kuratif tetapi lebih menekankan upaya proaktif yang berorientasi pada upaya pencegahan (preventif) dan promotif (WHO, 2013).

Berpedoman dari pernyataan WHO mengenai pelayanan terhadap masalah kesehatan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa saat ini tidak lagi difokuskan dalam upaya penyembuhan klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa dan pencegahan dengan sasaran selain klien gangguan jiwa. Klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat juga menjadi sasaran dalam upaya preventif (Stuart, 2016).

Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa di komunitas (Winahayu, Keliat, & Wardani, 2014). Pemulihan merupakan suatu proses interaksional yang dinamis dan berkelanjutan antara kekuatan, kelemahan, sumber daya lingkungan, dan lain-lain.

Bagaimana individu mengatasi tantangan setiap harinya, untuk mandiri dan berkontribusi terhadap masyarakat serta adanya harapan, keyakinan, dan kekuatan pribadi dalam menentukan nasibnya sendiri (Suryani, 2013). Dalam proses recovery orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) membutuhkan kerjasama dengan masyarakat seperti kader dan tokoh masyarakat. Kader berperan sebagai salah satu pelaku utama dalam program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (Winahayu, Keliat, & Wardani, 2014).

Kiprah Kader Kesehatan.

Program Kesehatan Jiwa oleh Yayasan SATUNAMA bertujuan ingin mengangkat harkat dan martabat sekelompok masyarakat yang berada dalam kondisi gangguan kejiwaan dengan menggunakan dua pendekatan, yakni berbasis masyarakat dan berbasis pusat rehabilitasi. Pendekatan berbasis masyarakat menitikberatkan pada sinergi dari masyarakat sendiri supaya lebih peka dan berperan secara aktif terhadap kondisi gangguan kejiwaan.

Sedangkan pendekatan berbasis pusat rehabilitasi merupakan sebuah tempat pembelajaran dan perawatan bagi penderita gangguan kejiwaan untuk dipersiapkan untuk bisa kembali kepada keluarga dan diterima keberadaannya di tengah masyarakat.

Pendekatan berbasis masyarakat ini, lalu Yayasan SATUNAMA memperkuat dan membentuk Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). Melalui DSSJ, maka masyarakat didorong untuk ikut mengambil peran dalam penanganan kesehatan jiwa. Salah satu pihak yang turut andil penting dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan jiwa adalah kader kesehatan. World Health Organization (2007) menjelaskan peran kader yakni dalam menjalankan kegiatan yang tidak dilaksanakan di Rumah Sakit dan Puskesmas.

Idealnya, kader menggabungkan fungsi layanan dan pengembangan/promosi di bidang kesehatan. Peran pengembangan/promosi kader kesehatan adalah bertindak sebagai jembatan antara masyarakat dengan petugas kesehatan (puskesmas) di semua aspek pembangunan kesehatan. Kegiatan kader kesehatan dapat meningkatkan efektivitas pelayanan kuratif, preventif, dan recovery terkait masalah kesehatan.

Terkait dengan Program Kesehatan Jiwa yang dilaksanakan oleh Yayasan SATUNAMA, peran kader mencakup 2 (dua) hal yaitu melakukan deteksi dini kesehatan jiwa dari masyarakat dan melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat yang memiliki gangguan kejiwaan. Sebelum melakukan kedua hal ini, para kader terlebih dahulu dilatih oleh Petugas Kesehatan yang professional di bidangnya, khusus Kesehatan Jiwa, yaitu bagaimana melakukan deteksi dini kesehatan jiwa.

Para Kader dibekali dengan tools dan melakukan deteksi kepada semua anggota masyarakat. Dari deteksi tersebut kemudian keluarlah hasil yang terdiri dari 3 kategori status kesehatan masyarakat yaitu sehat, resiko dan gangguan.

Untuk kategori masyarakat yang sudah mengalami gangguan, maka kader bersama Petugas Kesehatan dari Puskesmas akan melakukan kunjungan dengan salah satu pendampingannya yaitu kepastian untuk mengonsumsi obat secara teratur dan secara teratur pula memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas ataupun ke Rumah Sakit. Sedangkan untuk kategori yang sehat dan resiko, peran kader adalah melakukan penyuluhan kesehatan jiwa, sehingga mereka (masyarakat) paham dan tahu cara-cara pencegahannya.

Kegiatan pengembangan DSSJ, telah melayani 2 Desa di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman yaitu Desa Sumberadi dan Desa Sendangadi. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, peran Kader Kesehatan dirasakan oleh Yayasan SATUNAMA yaitu sangat mendukung sekali.

Sinergitas antara para kader kesehatan ternyata dipengaruhi oleh motivasi seperti semangat melayani orang lain tanpa imbalan, meningkatkan pengetahuan, dan kemauan memahami kesulitan orang lain dan ketrampilan sosial seperti: kerjasama baik dengan sesama Kader, keluarga, tokoh masyarakat,, mapun dengan Petugas Kesehatan dan tokoh masyarakat, ketrampilan berbicara dengan keluarga dan penderita gangguan jiwa, ketrampilan memberi dukungan, dan komunikasi[2].

Merawat Keberlanjutan Peran Kader

Pada pengelolaan Kesehatan Jiwa di masyarakat, peran kader tidak bisa dipandang sebelah mata. Kader kesehatan memiliki peran yang penting dan sebagai corong antara warga dengan pemerintah. Kader kesehatan juga adalah seseorang pengabdi yang tidak membutuhkan balas jasa. Tidak ada orientasi materi yang ada didalam benaknya, bahkan seringkali uang dari kantongnya sendiri dikeluarkan untuk membiayai tranportasi kunjungan ke rumah-rumah warga dan biaya-biaya lain yang timbul karena tugas yang dijalankannya.

Untuk memastikan bahwa kualitas kader kesehatan terus meningkat maka salah satu upaya adalah peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan dan pembelajaran seperti ketrampilan komunikasi yang asertif antara kader dengan ODGJ serta keluarganya.

Di samping itu juga agar motivasi kader kesehatan tetap terjaga maka perlu adanya dukungan sosial dari berbagai pihak terutama Pemerintah setempat (Pemerintah Desa), Puskesmas dan Pemerintah Daerah dalam penganggaran untuk kegiatan kader yang memastikan bahwa peran kader kesehatan ini dapat berkelanjutan untuk kemaslahatan orang banyak.

Karel Tuhehay
Departemen Kesehatan Jiwa
Yayasan SATUNAMA Yogyakarta

[1] Ngui Emmanuel M; Lincoln Khasakhala; David Ndetel; Laura Weiss Roberts. (2011). Mental disorder. health inequalities and ethics: A global perspective. NIH Public Access. Author Manuscript. www.ncbi.nlm.nih.gov
[2] http://satunama.org/5883/dukungan-masyarakat-terhadap-program-kesehatan-jiwa-berbasis-masyarakat/

Ilustrasi : Kompasiana

Tinggalkan komentar