CSO dan Inklusifitas Difabel dalam Pembangunan

Pandangan masyarakat terkait dengan difabilitas masih menjadi perbincangan hingga saat ini. Difabel (differently able people) masih dianggap sebelah mata dalam masyarakat. Masih kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk memberi perhatian khusus terhadap difabilitas tersebut memunculkan ketidakmandirian bagi difabel itu sendiri.

Sokongan kemandirian bagi difabilitas ternyata tidak hanya melalui pembangunan dan kebijakan pemerintah yang pro difabel, namun juga penerimaan sosial masyarakat yang baik dan perencanaan pembangunan yang berbasis pada kebutuhan dasar difabel. Selain itu, keterbukaan dari difabel secara individu untuk beraktvitas bersama dengan masyarakat dan juga dukungan keluarga juga sangat mendukung terwujudnya kemandirian tersebut.

Penguatan Kapasitas CSO.

Salah satu pilar yang dapat mendukung perubahan sosial dalam pembangunan tersebut adalah CSO. CSO perlu dituntut untuk meningkatkan perspektif, ketrampilan, dan pengetahuan secara lebih baik. Peningkatan tersebut terkait dengan pembangunan yang juga harus memikirkan kaum-kaum marjinal, dimana difabel adalah salah satunya.

Dapat dikatakan bahwa isu inklusifitas menjadi roh dari perubahan sosial menuju pembangunan yang setara. Dengan semakin gencarnya inklusifitas disuarakan, maka perlu persiapan bagi pilar seperti CSO untuk membekali diri dalam mengangkat isu inklusif menjadi sebuah gerakan nyata. Pelatihan berbasis pembelajaran orang dewasa atau andragogi pun menjadi salah satu sarana untuk perwujudan hal tersebut.

Tujuannya adalah untuk menumbuhkan cara pandang dan sikap yang lebih baik terhadap difabel, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang strategi pembangunan bagi difabel, dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam rangka pembangunan yang inklusif. Dengan demikian, penguatan CSO menjadi aspek penting dalam implementasi kerja-kerjaa inklusif yang partisipatif terhadap kaum difabel.

SATUNAMA pada tanggal 24-26 Juni dan 1-3 Juli 2019 telah melaksanakan pelatihan kepada CSO bertajuk “Difabilitas dan Pembangunan” di Balai Pelatihan SATUNAMA. Bertindak sebagai fasilitator pelatihan adalah Karel Tuhehay, salah seorang dari Tim Fasilitator SATUNAMA yang telah berpengalaman dalam mengelola pemberdayaan difabel dan mendampingi organisasi difabel. Sementara para peserta berasal dari Caritas Timor Leste.

Metode brainstorming, role play, field visit, diskusi kelompok, nonton video, dan presentasi materi mewarnai proses pelatihan yang kemudian melahirkan beberapa output seperti perbaikan cara pandang yang ada di masyarakat, dipahaminya paradigma dan model pendekatan difabel, sampai pada akhirnya peserta memahami pembangunan inklusi difabel.

Pelatihan ini memang mengerucut kepada dorongan agar para peserta nantinya dapat melakukan praktik-praktik yang menyokong pembangunan yang inklusif kepada kelompok marjinal, termasuk difabel. [Berita : Albertus Novendra / Foto : Debora Ratri / Editor : A.K. Perdana]

Tinggalkan komentar